👶BONCHAP +2👶

1K 62 0
                                    

👶👶👶

Duk

Prak...

Suara pecahan kaca dari sebuah rumah megah di tengah komplek berbunyi. Empat orang anak-anak dengan baju kotor akibat cipratan air dan lumpur sehabis hujan tercetak jelas di pakaian mereka, apalagi dengan kedua kaki-kaki mereka yang kecil itu penuh dengan noda berbentuk abstrak. Mereka tengah mendorong bahu teman-teman nya satu sama lain secara brutal, dengan mulut komat-kamit tak jelas.

"Lu, kau saja sana! Aku tak berani masuk, kau kan tahu kalau pemilik rumah itu galak sekali," ucap Zan, kedua tangan kecil nya mendorong bahu Lucas.

"Enak saja, aku gak mau ah, lagian yang tadi nendang bolanya kan Ren,"tolak Lucas.

Tentu saja mereka tidak akan mau mengambil bola yang sudah terlempar ke rumah itu, karena pemilik rumah itu adalah lelaki tua dengan tampang menyeramkan, apalagi dengan kondisi rumah yang terlihat menyeramkan.

"Nggak, aku gak akan ngorbanin adek aku, bisa-bisa nanti Ren gak pulang"
Zan bergidik ngeri dengan perkataannya barusan.

"Tsk, terus bagaimana?" tanya Lee.

Ke-empat anaka lelaki itu berpikir, mencoba mencari jalan keluarnya. Seharusnya mereka tak perlu ambil pusing bukan? Mengapa mereka tidak membiarkannya dan membeli bola baru saja. Mereka bisa berpatungan untuk membelinya. Tapi mereka menghargai pemberian seorang lelaki tua di kedai kopi itu.

"Kenapa tidak menyuruh Kenny saja?" perkataan Zan barusan membuat ketiga orang di depan nya memandangnya dengan senyum yang merekah.

"Kau benar, anak dari pemilik rumah itu kan menyukai Kenny" ucap Lee.

"Tapi kalian kan tahu, Kenny gak akan mau membantu sebelum mendapatkan yang ia mau. " Perkataan Ren barusan membuat ke tiga nya menatap ke arah nya datar.

Zan memukul kepala adiknya, " kita bisa memberikan nya kopi yang ada di kedai Baba Long. " Ren mengelus kepala nya yang sakit akibat pukulan sang kakak.

Ren membalas pukulan sang kakak, ia memukul kepala Zan. " Kau bodoh atau gimana sih? Baba Long sudah lama meninggal. "

"Tsk, terus gimana?" teriak Lucas, kepalanya menengadah keatas menatap langit yang berwarna oranye.

Seorang gadis dengan dress berwarna putih polos dengan bercak berwarna cokelat di kedua kaki dan pakaiannya mendatangi mereka, menepuk bahu Lucas.

"Kalian terlalu bertele-tele, biar aku saja yang bilang sama Kenny," ucap Dyah, ke-empat anak lelaki di depan nya menatapnya remeh.

"Ya, benar. Biar Dy aja yang bilang sama Kenny, " kata Sheila. "Nih, kalian bantu kami memegang buah ini, " suruh Sheila dengan kedua tangan memberikan buah mangga dan jambu air ke mereka ber-empat.

"Kalian mencuri buah lagi!" teriak Lee tak percaya.

"Diamlah kau, nanti pasti kau juga mau," kata Sheila.

"Ya, memang nya buah dirujak yang kemarin dapat dari mana? Hah!" ucap Dyah.

"Tidak, aku sudah memakan makanan yang haram."

"Diamlah, Lee! Kau terlalu ribet!"

"Bukan begi-"

"Hayo...! Cepat! Kalian tidak akan menunggu lama bukan?!" teriak Dyah dari kejauhan.

"Hei tunggu!"

Dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki tengah sibuk dengan kegiatan nya. Dua anak perempuan itu berkutat dengan alat-alat masak yang berbentuk mini. Sedangkan seorang anak lelaki tengah berkutat dengan ulekan dan bumbu-bumbu untuk membuat rujak.

"Fey, ini masih kurang gak gulanya?" tanya Kenny.

Fey dan Gina yang sibuk itu, mengalihkan pandangannya menjadi memandang Kenny. Mereka berdua mendekati Kenny dan mencolekan bumbu rujak dengan jari telunjuknya.
"Sudah cukup, tapi kenapa masih pedas ya?" tanya Gina.

Fey mengangguk setuju dan berkata," benar. Ku harap kau menambahkan gula lagi, Ken. Kau kan tahu, kita itu gak suka pedas."

Kenny mengangguk mengerti dan mulai menambahkan gula merah dan kembali meng-ulek.

Enam orang anak berumur sepuluh sampai sebelas tahun datang menghampiri mereka. Ke-enam anak itu adalah; Zan, Ren, Lee, Lucas, Dyah, dan Sheila.

"Ken, boleh kita minta tolong?" ucapan Dyah barusan membuat Kenny menghentikan aktivitas nya, menengok ke arah teman yang memiliki wajah cantik itu.

"Minta tolong apa, Dy?"

"Tolong ambilkan bola plastik berwarna hitam dan putih di rumah yang ada di dekat lapangan."

"Rumah Mr. Charlie? Tidak. Aku tidak mau," tolak Kenny, menggelengkan kepalanya secara cepat.

"Oh ayolah, Coffe Prince ... ! Setelah ini akan kami belikan kau coffee latte art, atau coffee cappuccino dengan taburan chocolate parut di atasnya," ucap Zan.

"Ya ... Dan juga red velvet dengan taburan keju di atas nya. Oh ... Astaga, aku jadi lapar," kata Ren menambahkan.

Kenny terlihat menimang-nimang tawaran temannya barusan, sedangkan ke-empat lelaki di depannya tengah menatap Kenny dengan puppy eyes terbaik mereka.

"Baiklah. Tapi kalian harus berjanji, aku juga akan di ajak bermain sepak bola dengan kalian." Mendengar perkataan Kenny barusan, membuat semuanya menggelengkan kepala cepat.

"Tidak, Ken. Aku tak mau ambil resiko," kata Ren.

"Ya, benar." Semua mengucapkan nya secara bersamaan.

"Lagi pula, bagaimana mau main, huh? Kaki mu saja belum sembuh. Jangan nakal deh ... Nanti kami bilang ke tante Raka, lho ... " Kenny menggeleng cepat mendengar nama Papah nya disebut.

"Baiklah," Kenny mengangguk pasrah. "Aku akan mengambil kan nya untuk kalian."

Baru saja Kenny ingin berjalan kearah lapangan, tetapi Raka memanggil namanya dan menyuruhnya pulang. Hingga dengan terpaksa, ke-empat lelaki itu yang mengambil bola mereka sendiri. Sedangkan anak perempuan, mereka membereskan mainannya dan melanjutkan me-rujak bersama di rumah Raka.

"Parah sih tante Raka, kita baru aja mau minta tolong sama Kenny, tapi dia udah manggil. Kalau kayak gini, mendingan kita ambil sendiri aja." kata Lucas dibalas anggukan kepala dari teman-temannya.

👶👶👶

Benar-benar End, Eoh?
Gimana menurut kalian? B aja ya? Ok lah. Sampai jumpa di Coffe Prince ...!

[2]Oh God! 3 Child?![TAMAT]Where stories live. Discover now