6. Hadiah

5.4K 1.1K 141
                                    

Malam itu kegilaan di Sky Tower dimeriahkan hiburan belly dance yang dilakukan penari asli yang didatangkan dari mesir.

Entah berapa besar biaya yang dihabiskan Evan untuk acara ini, hanya saja tampaknya membuat teman-teman barunya puas adalah tujuan lelaki yang di kenal sebagai chef sekaligus pemilik resto mewah Endeavour yang baru saja di buka dan termasuk dalam resto yang lagi happening di Jakarta.

Tapi yang lebih menakjubkan, tarian perut itu sama sekali bukan inti hiburan dari apa yang akan lelaki itu berikan untuk acara bulanan kali ini.

Meski demikian, pesta malam itu rupa-rupanya sama sekali tidak membuat Chakra terliat antusias, dan ketika diam-diam dirinya menyelinap ke balkoni dia tidak terkejut menemukan Rensa Alzier ada di sana dengan sebotol elixia lemonade dingin di tangan.

Dalam setiap acara PM, lelaki itu selalu jadi penunggu balkoni, taman, atau ruang-ruang yang memungkinannya untuk menyendiri.

Berbeda dengan Chakra yang meski berada di keramaian namun bisa tetap terlihat terpisah dari atmosfir sekitar, Rensa secara terang-terangan memang tidak memiliki keinginan untuk membaur dalam pesta-pesta hedonis itu.

Melihat kemunculan Chakra di dekatnya lelaki itu menoleh seraya mengangkat alis sekilas. Keduanya tidak pernah terlibat dalam banyak pembicaraan selain saling melontarkan sindiran antara satu sama lain.

Ini ada hubungannya dengan peristiwa pertama perkenalan Rensa dengan member lain yang kurang mengenakkan dan membuat Chakra sempat kesal setengah mati dengan lelaki itu. Tapi malam itu Chakra sama sekali tidak merasa keberatan harus berada satu ruangan dengan Rensa.

Chakra mengeluarkan sekotak sigaret dan pemantik api dari saku cardigan yang dikenakannya, "Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin merokok di sini."

Rensa mengangguk tanpa mengalihkan tatapan dari pemandangan khas Ibukota di malam hari. Ekspresi ketenangan yang damai diwajah tampannya saat memandangi lampu-lampu yang benderang dari pencakar-pencakar dan jalanan di bawah sana menorehkan kekontrasan nuansa hiruk pikuk disekitar mereka.

Aura positif yang menguar dari Rensa malam itu entah mengapa justru membuat Chakra merasa terhibur dari kegelisahan yang dirasakannya.

Asap yang Chakra hembus mengepul perlahan sebelum larut dalam udara malam di sekitar mereka. "Aku mau tanya," ucapnya begitu saja hingga membuat Rensa menoleh dengan sepasang alis tertaut bingung.

"Ya?"

"Kalau kamu benar-benar tidak menyukai kami, kenapa kamu masih ada di sini?"

Untuk beberapa saat lamanya Rensa diam, kemudian dia tersenyum tipis, "jawabannya sama seperti alasan keberadaanmu di sini."

Chakra mendengus pelan, "Mereka semua teman-teman yang aku kenal sejak balita, suatu hal yang wajar jika lingkup pergaulan kami sama."

"Aku tahu kamu bukan orang yang akan merasa terbebani hanya karena terpisah dari mereka."

Seakan terganggu dengan jawaban itu Chakra mengernyit sekilas, kemudian kembali menghisap rokok ditangannya. Jawaban Rensa mengusiknya, kembali membuatnya mempertanyakan keberadaannya malam ini di pesta yang bahkan tidak ingin dia hadiri.

"Kamu punya jiwa yang kesepian, itulah alasannya" Seakan mampu menarik kesimpulan atas apa yang tidak bisa dilakukan Chakra, Rensa melakukannya secara tepat.

"Karena itu pula kamu paling takut kalau suasana disekitarmu juga sesepi apa yang kamu rasakan dalam jiwa."

"Sok tahu!" gumam Chakra dingin.

Rensa tersenyum kembali, "meski kamu tidak mau mengakui, kamu tahu kalau ucapan aku benar."

"Jadi ... apa itu yang terjadi sama kamu?"

Properly in LoveHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin