8

2.9K 594 20
                                    

° flashback mode on °

Sejak dulu ia adalah gadis kecil yang bahagia, seolah tanpa masalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak dulu ia adalah gadis kecil yang bahagia, seolah tanpa masalah.

Berlari kencang menerpa angin, tidak memperdulikan bundanya yang berteriak memanggil namanya berulang kali.

Tertawa menjahili ayah dan bundanya. Sungguh gadis kecil periang dan nista.

Ia tidak mengetahui tentang dunia luar yang bahkan menatapnya rendah. Tidak mengetahui, dan karena itu pula ia tidak peduli.

Tak apa. Toh itu bukan urusannya.

Bermain becek-becekkan saat hujan deras kala itu benar benar buat bundanya marah.

Entah, padahal bermain diluar rumah sudah menjadi kebiasaan gadis kecil ini.

Tapi pada saat itu juga, ayahnya pergi membawa koper besar tanpa berpamit pada bundanya.

Kemana ayah? Apakah Yeji akan ditinggal?

Pertanyaan itu berulang kali memutar dikepalanya, dan pada akhirnya ayah berbalik badan dan datang kepadanya  membisikkan,

"Jaga bunda baik-baik, ya nak. Ayah pergi kerja dulu."

Yeji mengangguk senang, seraya berkata,

"Bawain Yeji oleh-oleh ya, yah!"

Ayahnya mengangguk dengan wajah terharu. Entah.

"Nak. Kamu punya kekuatan. Ayahmu yang mewarisinya. Kapanpun itu muncul, jangan pernah pakai gunakan kekuatanmu sebelum ayah datang, nak. Jangan ceritakan pada bundamu lagi—karena siapa tahu ia akan membuangmu, seperti ia membuangku sekarang. Kekuatan itu, berbahaya. Orang bertudung hitam itu berbahaya nak. Tunggu ayah datang untuk menjelaskan." Bisik Ayahnya. Yang dibisikkan mengangguk sambil tersenyum imut.

"Suatu saat nanti, ayah akan menemukanmu, dimanapun itu." Katanya lalu mengecup kening Yeji.

"Sudah. Jangan sentuh sentuh anakku yang satu-satunya." Kata bunda lalu memeluk Yeji.

Yeji melambaikan tangan berkali-kali, wajahnya senang tapi hatinya sesak.

Entah karena apa, walaupun ia masih kecil tapi ia bisa merasakan kebohongan.

x

Setiap hari, Yeji selalu kesepian.
Tidak ada ayah yang mengajaknya bermain disiang hari.

Yeji tumbuh besar, sekarang umurnya sudah 14 tahun.

Dia sangat mengerti, mengerti kalau teman-temannya tidak menyukainya. Yeji di bully. Pembullyannya tidak selesai sampai mengejek saja, tapi loker Yeji, meja Yeji, semua barang Yeji dihancurkan.

Kejam, Yeji tahu. Yeji tidak memberi tahu hal ini kepada bundanya.

Bundanya juga sepertinya tidak peduli, anaknya mau diterima disekolah itu, atau diterima tapi di bully.

Satu hari, Yeji pulang sekolah, berjalan kaki.

Anak-anak pembully itu sudah siap didepan gerbang, menunggu Yeji. Salah satunya ada yang membawa tongkat pemukul bola kasti.

Begitu Yeji sampai sana, Yeji hanya tersenyum simpul. Sebenarnya, ia sudah tidak kuat. Tapi kalau ia cerita ke bundanya, ia takut menambah beban kerjaan bunda.

Anak-anak pembully itu terlihat bingung, kenapa dia tiba tiba tersenyum? Aneh.

Salah satu dari mereka yang membawa pemukul bola kasti, memukul kepala Yeji.

Niatnya tidak keras, hanya pelan. Tetapi tenaga mereka jauh lebih besar dari pada Yeji. Mereka tanpa sadar telah membuat pukulan keras dikepala Yeji, yang membuat Yeji langsung terjatuh saat itu juga.

Mereka panik. Ini pertama kalinya mereka membuat anak yang dibullynya jatuh tak sadar. Keluar dari tanggung jawab, mereka berlari sekencang mungkin, kabur.

Yeji ditinggalkan begitu saja.

Sepuluh detik Yeji ditinggal, tiba tiba tubuh Yeji lenyap.

Menghilang.

silence × 00-01✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang