4 || Yasa di Mata Daza

145K 13.6K 1.5K
                                    

Chapter 4 : Yasa di Mata Daza

"There's always that one person that you've had feelings for since the moment you first met them." -unknown

***

"Bahagia banget muka lo, kayak abis menang giveaway."

Daza melirik sahabatnya, Erik, yang baru saja bertanya padanya dengan raut terheran-heran. Bibir Daza terus melengkung, memberi kesan kebahagiaan di rautnya yang manis. Meskipun dia masih senyum-senyum bak orang gila, tangannya tetap telaten memotong-motong martabak telur di piringnya.

"Awas, ntar disenyumin balik oleh martabaknya, Daz," gumam Agrita yang kini bertopang dagu menatap Daza yang duduk tepat di depannya.

Bibir Daza mengerucut sesaat. "Gue lagi bahagia, tau!" Daza memasukkan potongan martabak ke mulutnya, selagi mengunyah, pandangan Daza mengarah ke pemandangan taman belakang sekolah di luar kantin yang hanya terhalang dinding kaca. Beberapa siswa siswi yang mengenakan seragam dengan atasan putih dan beraksen tartan –khas anak SMA Nusa Cendekia, melintasi taman sejuk di luar sana dengan riang gembira.

"Tadi senyam-senyumin martabak, sekarang malah fokus ke Mbak Melati," ucap Erik yang sontak membuat Daza beristigfar. Disikutnya rusuk Erik sampai cowok itu mengaduh.

Agrita cekikikan geli.

"Serem banget sih, Rik."

Mbak Melati yang disebut Erik tadi konon kabarnya adalah penunggu pohon beringin yang menjulang di tengah taman sekolah. Setiap angkatan sudah tahu betul sepak terjang Mbak Melati, si hantu wanita yang doyan gangguin siswa laki-laki.

"Emang lo kenapa sih Daz? Gara-gara kakak kelas kesayangan lo itu?" tebak Erik kemudian.

Senyum Daza kembali merekah, "Ih, kok lo tau sih, Rik?"

Erik yang sejak kecil bertetanggan dengan Daza tentu mudah baginya untuk menebak hal-hal sepele macam ini. Cuma cinta yang bisa membuat Daza berevolusi menjadi makhluk yang doyan cengengesan. Dan setahu Erik, yang Daza suka sejak kelas satu SMP itu cuma Yasa seorang. Meskipun notabene-nya Erik tidak satu SMP dengan Daza yang artinya dia tidak mengenal Yasa sebelumnya, tapi tetap saja nama cowok itu selalu melekat dalam curhatan Daza di rumah. Jadi, secara tidak langsung, sosok Yasa tidak begitu asing baginya.

Berbeda dengan Erik yang sudah berteman sama Daza dari jaman mereka masih pakai diapers, Agrita adalah seorang teman yang baru mereka kenal saat awal masuk SMA karena cewek yang disebut-sebut mirip idol Korea ini satu kelas sama mereka.

"Kakak kelas yang mana?" tanya Agrita.

"Kak Yasa, Grit. Yang jaga stan pendaftaran pas kalian daftar ekskul jurnalistik," jelas Erik.

Mulut Agrita langsung membulat. "Ketemu lagi lo sama dia, Daz?" tanyanya kemudian.

"Iya! Padahal gue belum nyariin, tapi udah ketemu aja," jawab Daza semangat.

"Ya, namanya satu sekolah, Daz. Kebetulan itu namanya," kata Erik.

"Jangan anggap sepele kata kebetulan. Lo nggak tahu ya kata Fiersa Besari kalau kebetulan itu adalah takdir yang menyamar?" Daza balik bertanya dengan kedua alis yang naik turun ke atas, seakan menantang Erik untuk memberikan penyangkalan.

Erik cuma bisa menghela napas panjang. Nggak pernah menang emang kalau adu mulut sama Daza.

"Emang ketemu dimana?" tanya Agrita.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang