29 || Gagal Move On

100K 13.5K 3K
                                    

Chapter 29 : Gagal Move On

"Cewek nggak akan GR kalau cowoknya nggak bikin baper."

***

Maurisha Daza : Kak, sebelum kesini, ke supermarket dong, titip beli strawberry buat pastry kita

Gara-gara pesan yang dikirimi Daza sesaat sebelum dia on the way menuju rumah cewek itu, Yasa harus mampir ke supermarket dulu, membeli strawberry seperti yang diperintahkan Daza. Untung rumah Daza dan supermarket terdekat searah, jadi Yasa tak perlu repot putar balik.

Setelah mendapatkan apa yang Daza inginkan, cowok itu segera menuju rumah cewek itu. Tak butuh waktu lama akhirnya motor sport putih Yasa sampai di depan pagar rumah Daza.

Yasa hanya mengklakson motornya sekali, lalu sosok berambut pendek yang terbalut busana rumahan muncul dari balik pintu dan dengan cepat langsung membukakan pagar.

"Masuk, Kak," kata Daza. Yasa memarkirkan motornya di carport rumah Daza. Cowok itu melepas helm-nya, meletakkannya di atas motor lalu menyerahkan kantung berisi strawberry yang dia beli barusan.

"Metik langsung nih dari kebunnya," kata Yasa.

"Bohong banget."

"Nggak liat gue keringetan gini?" Yasa menunjuk pelipisnya. Kemudian dia menyugar rambutnya yang berantakan agar terlihat sedikit rapi.

"Efek pake helm itu," cibir Daza. Yasa tak menjawab karena memang antara strawberry dan keringatnya sekarang tidak ada hubungannya sama sekali.

Daza mengecek isi kantung tersebut sambil bersorak senang karena strawberry yang dipilih Yasa masih sangat segar dan terlihat menggiurkan. Daza bisa saja percaya kalau Yasa memang memetiknya langsung kalau saja strawberry tersebut tidak tersusun dalam kotak plastik bening dengan merek di atasnya.

"Thanks, Kak. Yuk masuk, aku udah bikin adonannya, tinggal dicetak, dihias, dan masuk oven aja."

Yasa mengangguk, dia turun dari motornya dan mengikuti langkah kaki Daza.

Ini kali pertama Yasa mampir ke rumah cewek itu. Mampir yang betul-betul bertamu, bukan hanya menjemputnya di depan pagar. Rumah bertingkat ini di dominasi dengan warna putih dan kuning keemasan.

Pandangan Yasa terjatuh pada sebuah foto keluarga yang terbingkai di ruang tamu. Di dalam foto tersebut mengabadikan Daza yang masih cukup muda bersama dengan kedua orang tuanya. Ternyata benar dugaannya, Daza adalah anak tunggal, dan ibu cewek itu terlihat sangat menawan.

Fokus Yasa teralih ketika disadarinya bahwa sekarang dia tak hanya berdua dengan Daza. Munculnya sosok Erik dan Agrita dari sekat yang memisahkan ruang keluarga dan dapur cukup untuk menyentak laki-laki yang di lehernya terkalung sebuah kamera itu.

"Kak Yasa mau minum apa?" tanya Daza. "Terus, Kak Yasa mau nunggu disini selagi aku masak atau gabung di dapur?"

"Nggak usah repot-repot. Ikutan gabung boleh juga," kata Yasa masih sambil menatap Erik dan Agrita bergantian. Kedua orang tersebut hanya memamerkan senyum menyapa.

"Mereka ada disini juga soalnya mau liat dan bantuin aku," jelas Daza.

Yasa mengangguk-angguk seakan mengerti. "Bokap lo ada?"

"Om Kellan lagi kerja," Erik menjawab tanpa diminta.

"Iya, Papa lagi kerja. Anggap rumah sendiri aja, Kak Yasa," Daza tersenyum kecil. "Yuk mulai masak!"

Daza memberi komando yang langsung diikuti oleh teman-temannya. Yasa mau tak mau langsung mengekori.

Daza sudah siap di balik meja dapur yang di atasnya terdapat adonan pastry dan beberapa bahan-bahan lainnya. Alis Yasa mengernyit ketika dia melihat Erik dengan cekatan membantu Daza memakaikan apron di tubuhnya. Tak ada kecanggungan disitu. Yasa jadi menduga-duga, sedekat apa sebenarnya Daza dan Erik ini?

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Where stories live. Discover now