9 || Awal Mula Sebenarnya

121K 13.3K 958
                                    

Chapter 9 : Awal Mula Sebenarnya

"There will always be a reason why you meet people. Either you need to change your life or you are the one that will change theirs." –unknown

***

            Tiga tahun lalu.

            Jerawat sialan!

            Ini kali pertama jerawat muncul di wajah Daza. Menyebalkan! Daza tak henti-hentinya merutuki jerawat yang tumbuh  satu centi di bawah bibirnya. Mana jerawatnya segede bisul!  Udah sakit, terpampang nyata pula.

            Untungnya, Daza punya ide untuk mengantisipasi nyinyiran teman-teman sekelasnya mengenai jerawat tak diundang ini. Digunakannya masker sekali pakai berwarna hijau sebagai bentuk kamuflase. Kalau ada yang bertanya kenapa Daza sok pake masker, dia akan beralibi bahwa dia sedang terkena flu berat.

            Bus yang biasa Daza tumpangi untuk menuju SMP-nya sudah mulai terlihat dari kejauhan. Daza menghela napas lega. Pagi ini cuaca begitu mendung, menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan deras. Untung bus ini datang di waktu yang tepat.

            Ketika bus berhenti di depan haltenya, Daza buru-buru memasukki kendaraan berbentuk kotak itu. Dia mencari-cari kursi kosong yang bisa dia dudukki. Ada satu di barisan nomor dua dari belakang, tapi di samping kursi itu sudah di dudukki oleh cowok berseragam putih biru. Awalnya Daza sempat ragu, apalagi ketika melihat wajah tidak bersahabat yang ditunjukkan cowok itu, tapi, Daza kemudian berpikir, dari pada dia berdiri selama perjalanan ke sekolahnya yang memakan waktu hampir dua puluh menit, ya mending dia duduk lah mau siapapun orang di sampingnya. Asal jangan pencopet aja.

            "Permisi..." sapa Daza sambil memberikan senyum ramah. Kemudian Daza sadar senyumnya itu sia-sia, toh cowok itu juga tidak akan lihat lengkungan cantiknya ini karena tertutup maskernya.

            Walaupun hanya dibalas dengan lirikan singkat, Daza tetap menjatuhkan bokongnya ke kursi samping cowok itu. Tanpa sengaja mata Daza menangkap badge yang tertera di lengan baju cowok yang kini mengenakan earphone di sepasang telinganya.

            SMP Persada.

            "Lho, kita se-SMP?" tanya Daza kaget. Kemudian mata Daza teralih ke wajah cowok itu. Asing. Daza menghela napas pelan. Dia kan baru masuk SMP kurang dari tiga bulan, ya kali dia bisa ingat semua wajah di SMP-nya itu.

            Bus berjalan cukup pelan dikarenakan hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Titik-titik air berjatuhan di jendela bus. Di luar pasti macet parah.

            "Anak persada juga?" tanya cowok itu tiba-tiba. Daza melirik kaget, memastikan bahwa memang dirinya yang barusan diajak bicara.

            Kemudian, Daza mengangguk. Dilihatnya sekali lagi wajah cowok itu. Ganteng. Rambutnya dipotong pendek. Matanya yang sipit dipayungi oleh alis yang cukup tebal, hidungnya lumayan mancung, begitu proposional dengan bentuk wajahnya. Mukanya itu tipikal cowok cool dan baik-baik, bukan bad boy dengan seringai jahat dan mengerikan.

            Lalu, mata Daza terjatuh pada penampilan cowok itu. Jelas sekali cowok ini bukan anak baru alias junior di sekolahnya. Lihat saja sepatunya itu. Biasanya anak kelas tujuh itu memakai sepatu hitam yang tampak membosankan, namun cowok di sebelahnya ini mengenakan sepatu berwarna navy yang sporty abis.

            Di tengah ketersimaannya, Daza tiba-tiba dikagetkan satu hal. PR Fisikanya!

            "Astaga, mati aku, diomelin Bu Kurnia ini," Daza langsung mengeluarkan buku-buku dalam tasnya dengan panik. Bisa-bisanya dia lupa mengerjakan PR dari guru ter-killer yang mengajar di kelasnya ini.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Where stories live. Discover now