7 || Move On?

121K 13K 807
                                    

Chapter 7 : Move On?

"Sebagian besar masalah terjadi karena kita menaruh harapan tinggi untuk hal yang sebetulnya tidak pasti."

***

"Hei, lo kenapa? Kusut amat!"

"ERIIKKK!" Daza langsung menghambur ke arah Erik, sohibnya yang baru selesai jogging sore di area komplek rumahnya. Cewek yang baru terbangun dari tidur siangnya itu, langsung bergelayutan manja di tangan sohibnya itu.

"Apaan sih? Kek anak monyet, tau!" Erik berusaha melepaskan diri dari cewek yang sekarang tampak cemberut itu.

"Gimana tes tadi? Kira-kira lo bakal lulus nggak?" tanya Erik. Daza menghela napas panjang, ditariknya tangan Erik agar ikut dengannya duduk di bangku dekat bak sampah depan rumahnya. Erik tak mengelak, dari dulu dia sudah hapal dengan kebiasaan Daza yang suka narik-narik orang seenaknya.

"Kurang kerjaan ya Daz kita duduk di deket bak sampah gini?" Erik bersarkasme.

"Sampahnya udah dibuang, nggak bau kok."

"Bau, geblek!"

"Lo tuh nyium keringet lo sendiri."

"Sialan," decak Erik. "Yaudah, cepetan, ceritain tes tadi gimana."

"Buruk, Rik. Buruk banget!"

"Kenapa? Lo disuruh ngambil foto, ya? Tapi hasilnya ancur parah dan lo dikatain Yasa Yasa itu?" tebak Erik sambil tertawa-tawa mengejek.

"Lebih parah dari itu! Gue sebel banget pokoknya sama makhluk yang namanya Yasa Yasa itu. Sumpah, demi Tuhan, gue sebellll bangettttttt, sok kecakepan!" ucap Daza penuh emosi.

"Lho? Tumben," gumam Erik dengan raut penuh kebingungan. Perkataan Daza ini bisa termasuk dalam keajaiban dunia lho. Jarang-jarang dia menggunakan mulut cerewetnya untuk menghina-hina spesies berbentuk Yasa. Biasanya disanjung-sanjung terus.

"Dia nyakitin perasaan gue banget, Rik, sumpah!" balas Daza dengan mata berkaca-kaca. Antara sedih, kesal, marah, semuanya bercampur jadi satu. "Dia nolak gue dan ngehina-hina gue!"

Erik bertanya takut-takut, "Itu kan bukan hal yang baru, Daz?"

"ERIK, KALI INI TUH BEDAAAA!" jawab Daza kesal.

Erik meringis seraya menepuk-nepuk punggung cewek di sampingnya, menyuruhnya mengendalikan emosi. Teriakan Daza itu bahaya, bisa membuat anjing-anjing pemilik rumah di komplek ini kompak menggonggong. Soalnya, cewek itu kadang tidak sadar suaranya itu kayak sedang meneriakki maling.

"Oke, oke, sekarang lo ceritain persisnya gimana?"

Daza pun dengan lancar menceritakan apa yang dialaminya di sekolah tadi. Mulai dari hukuman yang diberikan Yasa karena dia telat, ucapan cowok itu ketika dia minta bantuan berdiri, dan terakhir tentang segala percakapannya saat sesi wawancara.

Di saat begini, Erik menjelma menjadi pendengar yang baik.

"Dia nggak berhak nge-judge cara nyokap lo mendidik lo," komentar Erik kemudian.

"Iya, Rik, makanya gue marah banget. Omongannya itu bener-bener kelewatan. Melampaui batas yang masih bisa gue maklumin."

"Sekarang udah jelas kan kalau Yasa nggak bakal balik suka sama lo? Tunggu apa lagi? Sekarang saatnya berhenti dengan cinta sepihak lo yang menyedihkan itu."

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu