25 || Sebuah Kado

101K 12.7K 2.2K
                                    

Chapter 25 :  Sebuah Kado

"Yang suka ngomong sembarangan itu coba sentil dulu mulutnya, kalau didiemin, ntar makin kebiasaan."

***

Menangisnya Daza kemarin adalah momen dimana Yasa merasa dirinya adalah makhluk paling bersalah di muka bumi ini. Yasa yakin, alasan Daza tiba-tiba menangis adalah karena dia rindu Mamanya dan juga belum bisa melupakan ucapan jahatnya ketika wawancara ekskul waktu itu yang sangat berkaitan dengan Mamanya.

Dan yang menjadi beban yang paling setia menghantuinya itu, setelah Yasa dengan segala kerendahan hatinya mengatakan kata maaf, cewek itu sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya isak tangislah yang menjadi jawaban. Yasa yang memang tak mengerti isyarat cewek, cuma bisa menduga-duga apa maksudnya.

Oleh sebab itu, hari ini, dengan pertimbangan matang, dia menyiapkan satu rencana agar Daza bisa memaafkan kesalahannya. Tinggal menunggu bel pulang berteriak nyaring saja, Yasa akan melancarkan aksinya. Namun sayangnya, masih ada waktu satu jam lagi sebelum jam sekolah usai.

Di depan kelas XI IPA 5, tampak Bu Tyas mencoret-coret papan tulis dengan angka-angka yang membuat seisi kelas langsung gelisah. Itu adalah soal-soal dengan tipe yang jauh berbeda dari yang dijelaskan Bu Tyas sebelumnya.

"Kerjakan tiga soal ini di buku latihan sekarang," ucapan tegas Bu Tyas diam-diam langsung mengundang reaksi negatif. Ada yang menghela napas berat, ada yang langsung manyun, bahkan ada yang langsung menjatuhkan kepalanya ke atas meja, pasrah.

"Nanti, secara random, Ibu akan minta kalian maju untuk mengerjakan soal-soal ini. Kalau nggak bisa, Ibu bakal kasih kalian PR 25 soal."

Ancaman Bu Tyas sukses membuat punggung penghuni kelas XI IPA 5 menegak, mata mereka kembali fokus ke papan tulis lalu dengan cepat tangan mereka mulai mencoret-coret kertas, mencari jawaban.

Setelah mengatakan hanya memberi waktu dua puluh menit, Bu Tyas kembali duduk di kursinya sambil membaca buku matematika di mejanya dengan khidmat.

"Yas, lo aja gih yang ngajuin diri buat maju. Kalau nggak, kita bakal dikasih PR dua puluh lima soal! Males banget gue!" kata Aji disela-sela kegiatannya mencari jawaban.

"Kalau gue salah, mampuslah kalian satu kelas," jawab Yasa enteng.

"Jawabnya yang bener makanya."

Yasa mencari jawaban soal nomor satu. Tentang persamaan garis lurus, tapi dalam versi yang sedikit lebih rumit dari yang Bu Tyas terangkan sebelumnya. Meski awalnya agak bingung, Yasa akhirnya menemukan jawabannya.

Yasa beralih ke soal nomor dua dan nomor tiga. Beberapa menit kemudian, dia berhasil menemukan jawabannya walaupun dia sendiri masih kurang yakin ini jawaban yang tepat atau tidak. Sebetulnya, Yasa tidak terlalu menyukai matematika, dia lebih suka ilmu IPA seperti fisika, kimia dan biologi karena pembahasannya tak melulu tentang angka.

Masih ada waktu sepuluh menit lagi sebelum waktu yang diberikan Bu Tyas berakhir. Yasa memutuskan untuk membunuh waktu dengan menelungkupkan mukanya di lengannya yang terlipat di atas meja. Sejujurnya, dia merasa ngantuk sekarang karena semalam waktu tidurnya tidak banyak.

"Yas, pinjem buku bimbel lo dong?" pinta Aji.

"Dalem tas, ambil aja," jawab Yasa malas.

Aji mengambil tas Yasa yang tadinya terletak di samping kursi, kemudian cowok itu mengobrak-abrik isinya. Mata Aji terpaku sesaat pada sebuah benda dalam tas Yasa yang keberadaannya cukup menarik untuk dipertanyakan.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang