19 || Perasaan Apa?

122K 13.7K 2.3K
                                    

        Chapter 19: Perasaan Apa?

"Move on itu semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, membalikkan telapak tangan bakalan susah kalau doi terus-terusan genggam dan nahan telapak tangan kita."

***

Yasa berusaha melupakan interaksinya dengan Daza di kantin beberapa hari lalu. Yasa harus kembali fokus pada tujuannya, jangan sampai terusik dengan pernyataan menyakitkan Daza yang terang-terangan menolak kata maafnya dan juga dirinya, hal yang harus diakui, cukup untuk menggores egonya sebagai laki-laki.

Yasa tahu, dia harus mendapatkan maaf dari cewek itu meski nggak mudah. Tapi saat ini, yang terpenting adalah membuat Daza terus berada di sekelilingnya untuk memastikan cewek itu mau mengejar mimpinya kembali.

Setiap hari selasa dan kamis, Yasa memainkan perannya, bertingkah menyebalkan dengan meminta dibuatkan pastry spesial masakan cewek itu. Dua minggu nyaris berlalu, semakin kesini, Yasa semakin sering berinteraksi dengan Daza. Dan lama kelamaan Yasa jadi menyadari satu hal.

Daza nggak seburuk dugaannya dulu.

Maksudnya, meski kadang menyebalkan, cewek itu tetap punya sisi yang bisa dikatakan... manis. Atau Imut? Entahlah bagaimana mendefinisikannya. Yang jelas, kadang kalau melihat cewek itu, Yasa suka merasa gemas, ujung-ujungnya dia suka senyum-senyum sendiri di kamarnya.

Hal aneh yang Yasa rasakan akhir-akhir ini membuatnya bertanya-tanya dalam hati.

Sebenarnya, ada apa dengan dirinya?

***

"Daza, gue tadi ketemu Kak Yasa di ruang guru. Katanya, dia ngajak lo ketemuan di sekret jurnalistik pulang nanti." ucapan Erik yang baru saja kembali dari ruang guru cukup menyentak Daza yang baru saja menyelesaikan tugas Geografinya.

"Dan dia juga bilang, dia menantikan pastry yang lebih enak dari sebelumnya." Erik melanjutkan dengan mata memicing curiga. "Lo masakin dia pastry?"

Daza menelan ludah.

"Ada apa sebenernya?" tuntut Erik.

Dalam hati Daza mulai mengomel.  Yasa tuh emang sialan! Kenapa sih dia harus menyampaikan pesannya lewat Erik? Kan bisa lewat chat. Tuh cowok memang sengaja membuatnya kalang kabut mencari alasan di depan sahabatnya.

Erik memasang raut mengintimidasi. Daza pura-pura santai dan memandang apapun selain wajah Erik.

"T-terus, dia bilang apa lagi, Rik?" Daza berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Katanya, dia semalem nggak bales chat karena ketiduran," jawab Erik. "Kalian lagi deket?"

Daza memelotot kaget. Sadar kalau Erik masih memandangnya lekat-lekat, Daza berdehem keki seraya memasang ekspresi normal.

Yasa tuh selain sengak, ternyata juga iseng banget. Ucapannya itu bisa menimbulkan pikiran macam-macam. Padahal mereka chat-an hanya membahas tentang pastry, nggak lebih.

Setelah memutar otak untuk menemukan alasan yang masuk akal, Daza akhirnya mencetuskan alibinya. "Gue jualan pastry ke dia, Rik."

"Kok bisa?"

"Ya pokoknya bisa."

"Emang lo mau masakin dia pastry?"

"Dia mau beli dengan harga mahal. Siapa sih Rik yang nggak mau duit?" Daza tersenyum canggung.

"Daz, lo masih suka dia?"

"Ya enggak, lah! Lo tahu banget kan gue masih belum bisa maafin dia?"

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang