chapter 32

1.4K 64 0
                                    


Gadis itu tak membiarkan siapapun menyentuhnya, ia dengan segera mendorong Kevin cukup kuat yang tengah mendekapnya erat hingga dekapannya terlepas dan membuatnya mundur beberapa langkah.

Ia menatap Candy iba. Candy seperti orang linglung, oh tidak, jangan lagi. Ini hal yang selalu Kevin anggap gila dulu.

Ini sudah tak pernah terjadi sejak setahun silam.

Mengapa gadis itu tiba-tiba saja kambuh?

"PAPA, PAPA SAMA MAMA BELUM MATI KEV!" teriak gadis
itu seperti orang yang tengah kesurupan.

"Candy, tenang!" Kevin mencoba mendekati Candy

"STOP! JANGAN DEKETIN GUE! MUNDUR!!" teriak gadis itu dengan nyalang. Sirat akan ketakutan dan kebencian menjadi satu.

Ia mengambil asal pecahan piring itu dan digenggamnya erat, menodongkannya seolah-olah itu pistol pada Kevin.

"Candy, kamu bisa melukai dirimu sendiri!" pekiknya.

Seakan tuli, Candy menghiraukannya. Ia melangkah terus mundur naik keatas tangga.

"JANGAN DEKETIN GUE!" teriak gadis itu lagi dengan penuh peringatan.

"Baiklah, tapi lepaskan pecahan kaca itu" ucap Kevin berusaha setenang mungkin. Tapi jantungnya sudah deg-degan. Takut jika gadis itu terluka.

Ia mendekati Candy perlahan, agar tak membuat gadis itu kaget dan berujung melukai dirinya sendiri.

"MUNDUR!" teriak Candy.

"Iya, tapi lepas dulu apa yang kamu genggam sayang" ucapnya pelan. Berusaha meyakinkan Candy.

Candy menatapnya ragu, ia benar-benar takut. Ia benci ini. Ia benci dirinya yang gila seperti ini. Ia benci dirinya yang diluar kendali.

"Ja..jangan" lirih Candy.

"Please, aku tidak akan menyakitimu, lepaskan benda itu Candy" bujuknya.

"GAK!" teriaknya

"Baiklah, aku akan mundur, tapi asal kamu tahu, mereka tak akan pernah kembali Candy"

Deg!

Seakan ribuan bom menghujam dirinya, ia terdiam kelu. Langkahnya yang terasa mundur mendadak berhenti.

Memikirkan ucapan Kevin yang seakan menohok dadanya, menghimpit paru-parunya hingga oksigen seakan terasa tak bisa terhirup olehnya.

Kevin yang melihat kesempatan itu dengan buru-buru mendekati Candy yang terdiam, melepaskan pecahan kaca itu dari tangan Candy yang terluka. Ia segera menarik Candy kedalam pelukan hangatnya.

Candy terisak, meraung-raung tak terima akan kehadiran mereka yang telah pergi tanpa seijinnya.

"Mama, papa jangan tinggalin Candy, hiks" teriaknya.

"Candy, please" lirih Kevin, berusaha menenangkan tubuh ringkih Candy yang memukul-mukul Kevin dengan lemah.

Kevin menatap sedih kondisi adiknya, kondisi Candy seakan membuka matanya, bahwa luka yang adiknya terima, tak kunjung sembuh juga.

Luka batin dan mental yang tak akan pernah bisa dilihatnya.

Hingga Kevin hanya mendengar sesenggukan Candy dan pemberontakan kecilnya berhenti, menandakan gadis itu kini pingsan dalam dekapannya.

****

"Bagaimana keadaannya?" tanya Kevin khawatir pada dokter Reffi, dokter spesialis kejiwaan dan sekaligus teman dekat Kevin, yang kini tengah membalut luka ditelapak tangan Candy akibat pecahan kaca itu, setelah memeriksa keadaan Candy yang tengah terbaring lemah tak berdaya diatas ranjangnya.

EverlastingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang