BAB 5

87 3 13
                                    

Dari awal turun mobil, banyak mata menatap Mida ganjil. Seorang pria berpostur tinggi, dengan wajah yang cukup memesona dan dapat membuat kebanyakan wanita jatuh cinta, kini sedang mendorong seorang wanita yang duduk di kursi roda. Jelas itu mengganggu pikiran Mida. Namun untuk mengatakan keresahannya, Mida tidak memiliki hak. Dia diam dan membiarkan apa saja yang dilakukan Yato, begitu pun dengan menu makan siang yang akan mereka santap.

Ayam penyet sambel ijo, dan ayam panggang menjadi menu utama makan siang yang dipilih. Mida tidak banyak bicara, tidak seperti ketika di mobil, bahkan ketika melahap ayam panggang, dia tidak berbasa-basi terlebih dahulu.

"Kenapa diam dari tadi? Marah?"

Mida menggeleng.

"Bilang aja marah karena aku culik ke sini."

"Enggak enak kalau saya diam aja?" Mida melirik ke arah lain, kedua tangannya memegang ayam dengan gerakan ragu-ragu.

"Emm.."

"Kalau enggak mau saya marah, jangan culik lagi."

"Iya, iya.. nanti aku minta izin tertulis buat ajak kamu keluar."

Mida melirik tajam, "Pakai meterai buat jaminan keselamatan."

Yato hampir tersedak mendengar ujaran tersebut, "Kok kamu mirip Nifa. Segitu antinya sama aku."

Mida melengos, "Kan memang kembarannya. Lupa?"

"Iya deh iya. Maaf." Yato menarik kedua ujung bibirnya. "Dimaafin enggak?"

Mida mengangguk dengan gerakan patah-patah, seperti masih ragu. Namun detik selanjutnya dia memberikan senyuman, dan berhasil membuat Yato lega.

"Jadi, gimana tentang Nifa? Gimana cara kamu bantu aku dapetin dia?" Yato tampak tidak sabaran menanti jawaban Mida.

Orang-orang di dalam rumah makan tidak ada yang peduli dengan mereka, namun Mida sedikit ragu untuk bersuara. "Em.. enggak apa-apa cerita di sini?"

"Iya, enggak kenal ini. Ceritain, apa-apa yang disukai Nifa, kali bisa bantu."

Mata Mida melirik ke kanan dan kiri, memilah kata untuk mulai bercerita. "Ada satu yang perlu Mas Yato tahu tentang Nifa. Tapi... ini rahasia." Suara Mida melirih, wajahnya dimajukan untuk mengeliminasi jarak.

"Rahasia?"

"Iya. Nifa itu punya kekuatan."

"Kekuatan? Maksudnya?"

"Enggak ada yang tahu, kecuali saya. Dia bisa mengendalikan pikiran." Mida berbicara dengan intonasi datar yang misterius. "Jangan bilang-bilang sama yang lain. Ini rahasia soalnya."

Yato mengangguk sambil meneguk ludah.

"Nifa bisa mengendalikan pikirannya sendiri, dia juga bisa membaca pikirannya sendiri, terus dia bisa melihat masa lalu, dan bisa melihat mimpinya sendiri."

Butuh beberapa detik bagi Yato untuk menyerna kata-kata Mida yang tak lain hanya sebuah bualan. "Miidaa..." Yato menggeram kesal kemudian mengacak-acak rambut panjang wanita di hadapannya yang saat ini tengah tertawa lepas, tidak peduli jika tangannya itu terdapat sambal.

"Saya balas dendam, soal kesurupan tempo hari."

"Mida serius."

"Iya saya serius," jawab Mida cepat dengan masih menahan tawanya.

"Midaaa.."

"Iya, Mas.." Mida terkikik, lalu berdehem mulai menunjukkan wajah seriusnya.

"Nifa itu Pageant lovers, sesuai dengan bidang yang dijalaninya. Jika Mas tahu siapa Miss Word saat ini, atau Miss Universe saat ini, atau Miss Indonesia sekarang. Nifa tahu semua pesertanya. Bahkan untuk peserta Putri Indonesia, dia tahu semua profile mereka sebelum karantina. Bahkan kebanyakan prediksinya itu benar. Bahkan aspek-aspek dalam penilaiannya pun dia tahu diambil dari mana saja. Kalau Mas mau deket sama Nifa, Mas harus kuat-kuatin kuping buat denger ocehan dia kalau udah ngebahas tentang putri sejagad. Bisa panjang, Mas. Saya aja heran, dia bisa tahu sedetail itu."

AFEKSIWhere stories live. Discover now