IX. Bahagia

103 22 12
                                    

"Mas jadi kasih papan catur?" tanya Adel.  Johan yang masih tertawa menggeleng.

"Jadi.  Ada tambahan juga, Mas kasih dia bubuk kopi item sama topi." jawaban tersebut jelas membuat tawa Adel kembali pecah.

"Ih, Mas!  Kaya ngasih ke bapak-bapak aja!  Dino pasti kesel banget sekarang," ujarnya, bahagia memikirkan wajah kesal adiknya.  Tawa Adel makin keras kala Johan memberitahunya kalau topi yang dimaksud Johan adalah topi pancing berbentuk bucket heat yang di sisinya sudah termasuk kain untuk penutup leher dan wajah.

"Ah tapi Mas nggak setega itu kok.  Itu di dalem kotak papan caturnya ada duit cash.  Lumayan buat jajan dia."

"Oh, wow." tawa sang wanita mulai reda.  "Glad to hear that."

Setelah itu, keheningan melanda.  Hanya ada suara samar-samar hujan di luar jendela dan juga suara seruputan teh yang menemani dua insan tersebut.  Adel sebetulnya ingin masuk ke kamar ibunya dan meminta maaf, tetapi hal itu jelas tidak mungkin dilakukan karena ia sedang berada dengan Johan.  Tidak mungkin ia meninggalkan Johan sendirian 'kan?

Mungkin kalau ia bersikeras masuk, yang ada justru kedua wanita tersebut menangis.  Adel tidak mau suara rengekan mereka berdua didengar Dino, apalagi Johan.

Kekasih Johan itu menghela nafas berat.  Aku harus kasih waktu dulu supaya Mami tenang.  Di satu sisi, Adel juga kesal.  Mama-nya kelewat sensitif dan bawa perasaan, padahal kejadian yang mengawali semua masalah ini sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu.

Lamunan Adel buyar kala ia mendengar suara deritan kursi.  Johan menggeser duduknya menjadi lebih dekat, ekspresi wajahnya khawatir.  "Kamu kenapa?  Ada masalah?"

Adel menggigit bibir bawahnya, sibuk berdebat sendiri dalam kepalanya.  Haruskah ia menceritakan masalah ini kepada Johan?  Johan tidak pernah tahu detail mengenai peristiwa ini.

"Jangan gigit bibir gitu.  Mas jadi pengen cium."

Perkataan sang kekasih sukses membuyarkan lamunan Adel serta membuat wajahnya merah karena malu.  "A... apaan sih!  Ih!" Adel sibuk menutupi bibirnya.  Pria di sampingnya tidak kuasa untuk tersenyum gemas melihat kekasihnya salah tingkah.

"Tapi serius, Del.  Kalo ada apa-apa, jangan sungkan buat cerita.  Oke?" tangannya terjulur untuk mengelus kepala perempuan di sampingnya, dan hal tersebut justru membuat jantung Adel berdetak tidak karuan.

Setelah beberapa menit saling diam, Adel akhirnya menghela nafas panjang.  Ia sudah memutuskan akan menceritakan kepada Johan mengenai masalah tersebut.  Masalah yang membuat Ibunya kini mengurung diri di dalam kamar.

"Mas... tahu 'kan kalau dulu Papa sama Mama cerai waktu aku SMA?"

Johan menatap kedua bola mata orang di hadapannya lekat-lekat, telinganya fokus mendengarkan.  Adel menceritakan bagaimana kejadian simpel menyangkut kemeja bisa membuat ibunya 'baper'.  Semenjak meninggalkan rumah, Mama membuang semua benda kepunyaan mantan suaminya.  Untungnya sebelum semua ludes, Adel sempat mengambil beberapa kemeja milik ayahnya untuk disimpan sendiri.

Selama bertahun-tahun pacaran, Johan memang belum tahu alasan pasti dari perceraian kedua orang tua Adel, dan ia juga tidak memaksa untuk tahu.  Kekasihnya kini sibuk menunduk untuk mengatur perasaannya yang kacau, dan yang bisa dilakukan pria itu ialah mengelus punggung tangan Adel dengan penuh kasih sayang dalam diam.

"Eh, aduh.  Kok aku malah jadi gini, sih.  Maaf, maaf."  Adel menegakkan tubuhnya dan menghapus bulir air yang nyaris jatuh dari ujung matanya.  Johan menggeleng.

"Gapapa.  Ngapain minta maaf?  Kalau ada sesuatu itu jangan dipendam sendiri.  Emosi jelek kalau disimpen terus lama-lama jadi racun," ujar pria itu.  Perkataannya tegas, tapi memiliki kekuatan untuk membuat Adel rileks.  Setelah satu helaan nafas yang panjang, Adel mengeluarkan sebuah senyuman pahit.

"Papa selingkuh," Adel berbisik, berharap hanya Johan yang bisa mendengar suaranya.  "Aku nggak tahu kronologis jelasnya... tapi aku lihat waktu Papa keluar dari rumah bawa koper sama tas gunung favoritnya, terus masuk ke mobil yang disetiri sama seorang cewek.  Kelihatannya lebih muda dari Mama."

Johan menggeser kursinya lebih dekat ke Adel dan menggenggam kedua tangan Adel erat.  Gadis itu dapat merasakan telapak tangan besar Johan yang hangat.  "Kamu nggak harus cerita kalau belum siap, sayang."

"Nggak apa-apa, Mas.  Mungkin kalau aku cerita aku juga bisa lega,"  Adel menghela napas dan melanjutkan perkataannya.  "Selama ini Papa sosok superhero buat Adel.  Papa suka manjain aku sama Dino.  Beliau sosok yang baik, suka bercanda.  Sekarang Papa tinggal sama selingkuhannya, nggak tahu di mana.  Mama udah bener-bener putus kontak.  Mama minta gugat cerai ke pengadilan."

"Jadi... sudah resmi cerai?" tanya Johan pelan-pelan, ia takut mengucapkan kata yang salah.

"Sudah.  Tapi jelas Mama masih sakit hati.  Sebetulnya Mama mau kita semua putus kontak sama Papa.  Tapi diam-diam Papa selalu coba untuk keep in touch sama Dino dan aku.  Mama selalu nggak suka kalau aku bahas Papa, jadi... ya, begitulah...." Adel mengakhiri ceritanya dengan satu helaan nafas panjang lagi.  Kini ia merasa lebih ringan dibandingkan sebelumnya.

Mendengar hal tersebut, Johan kini paham mengapa susah baginya untuk mendapatkan hati Adel dulu.  Mungkin ia trauma atau memiliki insecurity terhadap laki-laki.  Mungkin ia takut terluka seperti ibunya, sehingga susah baginya membuka hati kepada Johan.

Johan bersyukur bahwa dulu ia pantang menyerah dalam memperjuangkan perasaannya pada Adel.  Ia bertekad untuk tidak meninggalkan Adel seperti Adel ditinggalkan oleh sosok ayahnya.

Pria itu meraih kepala Adel dan menyandarkannya di bahunya sendiri.  Ia merengkuh tubuh Adel dan satu tangannya yang bebas ia gunakan untuk mengelus pipi sang kekasih.  Yang dipeluk memejamkan mata, menikmati kehangatan tubuh yang menjalar ke dirinya dan sensasi kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya.  Ia senang bahwa sang pacar mau mengerti, mau mendengar, dan bisa menghiburnya.

"E... ehm."

Suara tersebut spontan membuat dua sejoli menoleh ke arah tangga.  Dino muncul dengan cemberut di wajahnya.

"Gini ya, mesra-mesraan setelah nyuruh anak orang jadi bapak-bapak warkop," Dino segera mengambil jus jeruk di kulkas, lalu melengos pergi kembali ke kamar.

Sepasang kekasih itu saling bertatapan, lantas tertawa.





Maafkan karena lama ga update huhuhuh.  Target saya sih sebelum 2019 sudah tamat story ini.  Jadi bakalan sering update mulai sekarang!


Update 28 Desember 2023.

"Target sebelum 2019 sudah tamat story ini."
Dear Angga di tahun 2018.... Ini Angga di tahun 2023.  I love your spirit.  Tapi mendingan sekarang kalau menulis realistis aja deh, gausah pake target waktu segala.  A good story is a finished one.  No matter how long it takes, just keep on writing, okay?  Setting up a timed goal is like setting up yourself to fail.  Never set up a deadline for yourself.  As long as you are still breathing, you still have the whole time you need to finish the story.  Your deadline is the day when you are dead. 

Calon [Jeonghan Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang