Satu: Yang Terbuang

3K 311 47
                                    

"Jadi silahkan pilih hukumanmu. Menikah dengan pilihanku atau pergi kedunia bawah?"

Baru kali ini dalam berpuluh tahun hidupnya, Kongpob melihat pria paruh baya yang selama ini ia panggil dengan sebutan papa bisa berbuat seenaknya seperti saat ini. Persetan dengan statusnya sebagai pangeran, toh ia sama saja seperti para Elf rendahan, diperlakukan semena-mena.

Sebenarnya ia bingung kenapa mendadak orang tua tunggalnya memanggilnya ke aula utama. Terlebih banyak para bawahan papanya yang menyambutnya dengan tatapan aneh. Kongpob memang akui ia anak yang bebal, sejak kecil ia hanya tahu bahwa papanya seorang raja, dan ia adalah seorang pangeran yang akan naik tahta suatu hari nanti. Bukanlah kasih sayang seorang mama yang membesarkannya selama ini, melainkan hanya serentetan penghinaan saja.
Kongpob diusia menginjak remaja akhirnya tahu mengapa semua orang termasuk papanya memperlakukannya berbeda.

Berbeda dengan papa dan seluruh Elf yang ia kenal. Mereka murni, sedangkan ia tidak.

"Menikah dengan pilihanmu tidak akan mengubahku menjadi murni."

Kongpob sekarang memilih tak peduli. Terlalu lelah untuk mempertahankan hubungan atas nama papa dan anak. Sosok diujung sana menatapnya dingin. Kongpob malah semakin yakin jika papanya itu tidak memiliki rasa sayang padanya sedikitpun.

"Setidaknya jika kau menikah dengan pilihanku, anakmu akan sama murni nya denganku dan yang lain. Cukup dirimu saja dalam garis keturunanku yang berbeda."

Kongpob mengepalkan tangannya erat. Pikirannya melayang pada ucapan salah satu pelayan istana yang tak sengaja membocorkan rahasia papanya. Ketika usiamu sudah cukup, maka, dua pilihan akan datang padamu.

"Silahkan buang aku kedunia bawah. Aku sangat menghormati mendiang mamaku yang seorang manusia. Setidaknya ini yang bisa aku lakukan setelah beliau kau bunuh saat melahirkanku."

"KAU!!!"

Kongpob tersenyum lebar. Sebuah senyum yang secara tak sadar menohok hati papanya. Antara rasa sakit hati dimasalalu, semua tergambar jelas pada senyum Kongpob yang merupakan duplikat asli milik mamanya.

"Brengsek!"

"Apa papa takut membuangku?"

Tongkat kebesaran papanya terangkat. Sebuah titah resmi diberikan.

"Lakukan pembuangan!"

○○○

Arthit menatap nanar pada kotak bekal makan siangnya. Sudah seminggu ini ia yang merupakan objek nomor satu dalam hal perundungan, mendapat serangan tambahan. Berbeda dengan kebanyakan siswa seusianya, Arthit sangat takut ke kantin. Beruntunglah siang ini ia hanya mendapatkan serangan yang tergolong ringan. Nasi dan lauk sederhana hasil karyanya hanya tergenang air saja.
Memilih duduk ditempat tersembunyi pun sama sekali tidak menyelamatkan harinya. Entah dorongan dari mana kotak bekal makan siangnya terkena air yang datang dari atap. Setelahnya suara tawa mengejek dari seseorang mampir ditelinga Arthit.

"Padahal aku lapar."

Arthit merogoh saku celananya, mendapati selembar uang 10 Bath. Otak nya berpikir keras, berhubung sampai saat ini uang saku yang selalu bibinya kirim belum juga tiba. Arthit diusia semuda ini harus mempertimbangkan, membeli roti untuk makan siang atau membeli makanan untuk makan malamnya nanti.

Arthit mendengus geli, menjadi seorang yatim piatu ternyata sulit juga.

Arthit meraih sumpitnya, memilih memakan potongan telur yang sekiranya masih layak untuk dimakan. Rasanya berubah hambar dan hal itu sukses mendatangkan tawanya.

My Frog PrinceWhere stories live. Discover now