Tiga: Yang Membedakan

1.6K 285 53
                                    

Kongpob tak menyangka mengapa kutukan suci macam Nozura ternyata mempunyai penawar yang sangat mudah. Padahal ia sudah putus asa. Pernah ia membaca berbagai buku tentang kehidupan manusia, katak dan semacamnya sangat enak untuk dijadikan bahan santapan karena memiliki banyak khasiat. Ia sudah pasrah jika pada akhirnya ia akan dijadikan katak goreng.

Kongpob sudah komat kamit mengucapkan berbagai pesan terakhir sebelum perjalanan hidupnya berakhir. Sampai pada sosok manusia tak berpakaian itu menyiramnya dengan air. Kongpob dalam hati bingung mengapa ia dimandikan seperti itu, toh ujung-ujungnya ia akan mati juga. Hanya dengan sebuah kecupan ringan, kutukan suci Nozura yang notabene hanya bisa dilakukan oleh raja bangsa Elf bisa dipatahkan begitu saja.

Ding! Kongpob menyadari satu hal. Mengapa ia bisa dikutuk menjadi hewan berlendir dan menjijikan seperti katak.

Manusia benci hal-hal kotor. Katak itu menjijikan. Hanya manusia berhati tulus lah yang masih mau menyayangi hewan menjijikan seperti katak.

Kutukan misterius itu, Kongpob tak menyangka akan semelankolis ini makna dibaliknya. Lagipula betul juga, siapa yang mau peduli pada makhlul berlendir macam katak?
Kebanyakan manusia lebih antipati pada hewan yang satu itu.

"Oke. Sekarang... anu... Si-siapa... Um, siapa ka-kau sebenarnya?"

Uh, Kongpob hampir lupa yang satu ini. Kepalanya mulai berdenyut setelah dengan kerennya manusia berjenis kelamin laki-laki ini melemparinya dengan kursi jongkok, walaupun hanya dari plastik tapi tetap saja, ia yang merupakan seorang pangeran merasa harga dirinya tercoreng.

Setelah serangkaian teriakan, Kongpob saat itu hanya bisa menatap bingung pada bocah aneh yang tiba-tiba berlari keluar kamar mandi dengan keadaan bugil lengkap dengan busa sabun. Ia mengumpat saat melihat keadaannya yang ternyata sama, segera ia meraih sebuah handuk dan menutup bagian bawah tubuhnya.

"Aku Kongpob. Anak raja Krekrai. Datang dari Arcana, rumah para bangsa Elf berada."

Arthit pusing tujuh keliling. Hampir saja ia angkat kaki keluar saking kagetnya mendapati katak yang susah payah ia cari dirawa-rawa tiba-tiba menjadi seorang pria tampan. Mengingat pantat dan adik kecil nya terekspose, segera ia urungkan niatnya.

Dan apa tadi? Elf? Arcana? Anak raja? Sejak kapan genre hidupnya berubah menjadi fantasi?

"Elf? Everlasting friend?"

Arthit mana tahu Elf itu apa. Yang ia tahu hanya nama salah satu fanclub grup musik asal korea selatan.

Sosok tampan dengan handuk yang melilit dipinggang itu menatapnya tajam.
"Elf. Manusia lebih mengerti jika kami menyebutnya sebagai bangsa peri."

Arthit mengernyit. "Peri? Apa seperti peri gigi?"

"Bukan, itu semua hanya dongeng. Kami adalah penguasa langit kedua. Secara tampilan memang kami mirip dengan manusia. Tapi kekuatan fisik dan kekuatan magis kami tentu jauh berbeda. Kami juga bisa terbang."
Jelas Kongpob. Sebenarnya ia tak yakin apakah bocah dihadapannya ini akan mengerti atau tidak, salahkan saja tampang bodoh bocah itu yang mengundang tawa.

"Terbang? Kau bohong! Mana ada katak yang terbang. Lagipula mana sayapmu?"

Oke. Kepala Kongpob mulai berdenyut. "Aku bukan katak."

"Kau mau membodohiku lagi? Ah, aku tahu! Kau itu cuma siluman katak kan? Ja-jangan-jangan kau mau menculikku dan menjadikanku katak juga?"

Kongpob mengangkat kedua tangannya, memberi isyarat agar Arthit yang semula ingin melemparinya dengan bantal untuk berhenti. Pikirannya bercabang, kebanyakan didominasi tentang mengapa manusia aneh macam Arthit lah yang bisa mematahkan kutukannya.

My Frog PrinceWhere stories live. Discover now