Enam: Yang Ditemukan

1.4K 273 49
                                    

Arthit belum pernah sekhawatir
ini. Karena memang selama ini satu-satunya hal yang biasanya ia khawatirkan hanyalah mengenai apakah cukup atau tidak uang sakunya untuk satu bulan. Hidup terbiasa sendiri, ketika menerima seseorang yang hidup amat sangat dekat dengannya -satu atap- ia awalnya memang belum terbiasa, belum terbiasa ketika menghadapi saat-saat seperti ini.

Kongpob belum pulang.

Arthit menunggu sembari melirik kearah pintu apartement kecilnya, berharap sosok yang ia tunggu bisa segera datang. Mengabaikan perut laparnya yang berontak, ia hanya ingin makan bersama Kongpob. Kasihan siluman katak itu jika harus ia sisakan makanan dingin.

Ketika Arthit kehilangan kesabaran, rasa khawatirnya membuncah. Prasangka buruk tak bisa ia cegah, jangan-jangan Kongpob berubah menjadi katak lagi dan dimakan ular atau apapun itu yang menganggap katak sebagai makanan.

Udara diluar ternyata dingin, Arthit terlalu malas naik dan mengambil jaket dikamarnya. Ia hanya berharap malam-malam begini tidak ada hantu pemangsa manusia. Yang ia tahu, tempat tinggalnya sempat tersiar kabar jika hantu yang suka menculik anak-anak sedang bersemangat mencari mangsa. Arthit sontak takut, jika bertemu si hantu, ia akan bilang jika ia bukan anak-anak lagi.

"Ini adalah cara bangsa Elf mengucapkan terimakasih."

Setelah sekian lama, setelah beberapa nyamuk malang yang sengaja ia bunuh, sosok menyebalkan itu datang juga. Memberi sebuah kecupan didahi. Astaga, seketika bayangan mimpi nista nya terputar kembali. Menyebalkan, Arthit pernah bermimpi jika Kongpob mencium bibirnya, terasa begitu nyata sampai-sampai ia jadi malu sendiri.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?"

Shit! Arthit mengumpat. Pasca kejadian ciuman uhuk romantis itu -ini menurut Arthit- ia sama sekali tidak bisa tidur. Entah kenapa jaraknya dengan Kongpob yang terlampau dekat -karena memang kasurnya sempit- membuat Arthit gelisah sendiri. Kongpob berbaring menghadapnya, seketika membuka mata ketika Arthit sedang sibuk menggigiti bibirnya sambil uhuk memandangi Kongpob.

"Ti-tidak!"

Uh. Jika Arthit mendapat gaji lagi, tolong ingatkan ia untuk membeli kasur tambahan untuk Kongpob.

"Katakan padaku jika mereka mengganggumu lagi."
Gumam Kongpob.

"Jangan seperti itu lagi."

"Kau memang sangat baik. Tapi ada kalanya kau harus membalas."

"Tapi tidak apa-apa. Sungguh! Aku bisa mengobati luka di ruang kesehatan."

Kongpob berdecak kesal. "Kau bodoh! Aku tidak suka."

Arthit terkekeh mendengarnya. Untuk saat ini, Kongpob terlihat persis seperti bocah nakal yang sedang kesal.

"Kau bilang, kekuatanmu sedang disegel. Jika segel itu terlepas, apa rencanamu selanjutnya?"
Tanya Arthit. Kongpob memilih diam sejenak, sama sekali belum menemukan jawaban atas pertanyaan Arthit.

"Entahlah. Kenapa? Kau mau mengusirku?"

Arthit memutar bola matanya, tersenyum miring. "Belum kupikirkan. Tapi kurasa tinggallah disini dulu, setidaknya aku punya teman dekat."

"Teman seperti ini? Menemanimu tidur?"

Arthit tertawa lagi. Kongpob lucu sekali.

"Aku ingin minta satu hal."
Ucap Kongpob. Mengacungkan jari telunjuknya. Arthit menaikan sebelah alisnya, lalu mengangguk.

"Belikan aku kipas angin."

'Oh. Dia lucu sekali.'
Batin Arthit menjerit gemas.

"Siap!"

My Frog PrinceWhere stories live. Discover now