Sepuluh: Yang Berjanji

1.5K 261 21
                                    

Arthit mengasingkan diri setelah jengah melihat segala sesi pemotretan panas milik Kongpob. Ya, walaupun ia akui pemotretan itu tak sampai jatuh seperti layaknya pemotretan majalah dewasa, tapi tetap saja. Rasanya ia kesal, ulu hatinya mendadak panas dan ia tak bisa menolong hatinya sendiri untuk tak berpikir bahwa ciuman semalam adalah lelucon belaka.

'Aku mencintai Arthit.'

Sebaris kalimat yang selalu mengantarkan getaran tersendiri. Masih terngiang dengan jelas, memaksa rona merahnya muncul ke permukaan. Hei, ingatkan ia jika beberapa menit lalu perasaan kesal lah yang menghiasi relung hatinya. Lalu kenapa ia merasa bodoh karena sekarang malah perasaan geli yang menggantikan?

"Hei!"

Arthit buru-buru mengusap wajahnya, berusaha menyamarkan rona merah yang ia tahu begitu ketara. Menemukan seorang pria, yang ia yakin itu adalah teman Kongpob.

"P'Em?"

Tidak ada senyum. Em melihatnya seolah dirinya adalah satu dari berjuta keanehan dunia. Arthit yang ditatap sedemikian dalam hanya bisa mengalihkan pandangannya mengitari area taman tempatnya berada saat ini.

"Sedang apa kau disini?"

Oh. Seharusnya ia yang bertanya seperti itu.

"Me-menemani Kongpob."

"Dia didekat sini?"

Arthit mengangguk. "Dua blok dari taman ini adalah tempat pemotretannya."

Dilihatnya lagi Em memasang raut wajah keras. Arthit bingung kenapa pria itu tampak termakan emosi ketika mengetahui hal ini.

"Bisa kita bicara? Hanya berdua."

Em harus mengatakannya. Segera

○○○

Kongpob kesal. Arthit tiba-tiba menghilang dari jangkauannya. Berbekal ponsel yang sedari tadi melayangkan panggilan yang nihil jawaban, ia yang sudah melepas kostum seksi pasca pemotretan tadi, meminta izin pada para rekan kerjanya untuk keluar mencari Arthit.

Bocah nakal. Kongpob berjanji untuk mencubit kedua pipinya keras sebagai hukuman karena sudah membuatnya khawatir seperti ini. Sampai pada langkah kakinya membawanya pada area taman setelah sekitar dua blok ia berjalan. Salah satu kursi panjang disana, ditempati seseorang yang postur tubuhnya sangat ia kenali.

"Arthit!"

Kongpob berlari menghampiri Arthit. Mendapati bocah nakal yang ia sayangi untuk sepersekian detik menunjukan raut sendu diwajahnya. Terlalu cepat, karena pada akhirnya raut sendu itu tergantikan dengan seulas senyum.

"Kau sudah selesai?"

Kongpob penasaran mengapa Arthit tersenyum seaneh itu. Salahkan saja sifatnya yang selalu memperhatikan Arthit sampai pada taraf sekecil ini. Yang ia tahu, beberapa saat lalu wajah Arthit terlihat tertekuk saat ditempat pemotretan tadi.

"Apa yang terjadi?"

Dilihatnya Arthit menaikan sebelah alis. Menggigit bibir beberapa saat, lalu memasang senyum kembali. Seperti biasa, Kongpob tahu jenis senyum apa ini.

"Aku hanya mencari udara segar. Kau sudah selesai?"

Kongpob berjengit saat tangan-tangan lentik Arthit meraih kancing kemejanya, Kongpob sama sekali tak menyadari jika dadanya sedikit terekspose.

My Frog PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang