Sembilan: Yang Mencintaimu

1.6K 266 41
                                    

Kongpob yakin jika setelan jas yang Khun Sam berikan sebagai bonus akhir bulan yang ia kenakan kini pasti terlihat sangat memukau. Berjalan kaki ditengah suasana petang, trotoar jalan yang ia lalui sedang ramai oleh para gadis muda yang mendadak menghentikan langkah ketika ia lewat. Kalau sudah begini, ia jadi merasa mirip sekali dengan para model kelas atas yang mau berjalan saja harus disediakan karpet berwarna merah dulu.

'Ini. Bonus sepatu pantofel keluaran terbaru.'

Dan benar saja. Kongpob memang sebuah jimat berjalan. Label pakaian yang mengontraknya menjadi model mengalami kenaikan penjualan sedemikian pesat, lalu memberikan dengan cuma-cuma sepasang sepatu hitam dengan berbagai kilauan diatasnya. Jangan tanya, Kongpob senang sekali.

Ketika sampai di Apartement Arthit, Kongpob menghabiskan waktu selama 10 menit hanya untuk memandangi pintu. Tanpa berniat menyentuh sedikitpun gagangnya, karena memang sesuatu didalam hatinya berbicara lain.

'Kongpob. Aku sudah berangkat ke Prom Night. Jangan pulang terlalu larut, dan makan makananmu di meja.'

Ini sudah kali kelima ia membaca ulang pesan singkat yang Arthit kirim sejak 45 menit lalu. Ia jadi merasa bersalah karena tadi sore seenaknya pergi bekerja tanpa berpamitan. Entahlah, rasa iri nya pada teman wanita Arthit mengalir begitu saja.

Kongpob menggigit bibirnya keras. Tanpa pikir panjang, sepasang kaki beralas sepatu keren miliknya melangkah menuju tujuan lain.

○○○

Ketika memasuki gerbang yang dihiasi berbagai lampu, bahkan dari radius 5 meter, Kongpob yakin jika bunga-bunga yang menjadi bahan hias gerbang sekolah Arthit adalah bunga asli dan segar. Wanginya enak dan Kongpob hampir terlena jika saja ia ingat punya maksud dan tujuan lain.

Kongpob hanya ingin melihat Arthit. Melihat apakah bagus atau tidak dansanya.

Kalau jelek, nanti ketika pulang, Ia akan memberi les pribadi sebagai ganti permintaan maaf.

"Arthit?"

Kongpob bergumam. Suara alunan piano yang terdengar lembut serta lantai dansa yang dipenuhi banyak orang yang secara berpasangan saling memamerkan dansa -yang menurut Kongpob- payah.

Oke. Misinya adalah mencari Arthit ditengah kerumunan manusia itu.

Sampai pada suara gemericik air mancur terdengar lebih dominan ketimbang alunan piano itu.
Leher Kongpob reflek menoleh dan mendapati orang yang ia cari tengah duduk disana seorang diri.

Berwajah muram, dan Kongpob yakin jika bocah itu semenit lagi pasti akan menangis.

"Sudah kubilang, seharusnya kau mengajakku."

Tanpa salam pembuka. Kongpob mengalihkan atensi Arthit yang semula menunduk lesu. Sepersekian detik mata bulat Arthit hanya memandangnya. Entah, antara bingung atau mungkin kesal karena ia datang. Masa bodo, lagipula mana teman wanita yang selalu dibicarakan Arthit?

"Mau berdansa denganku?"

Kongpob mengenyahkan segala prasangka. Mengulurkan sebelah tangannya, mengajak. Jika seperti ini, maka biarkanlah ia yang mengisi posisi kosong sebagai pasangan dansa Arthit.

Tanpa suara. Arthit menyambut uluran tangannya.

○○○

Arthit enggan bersuara saat tangan Kongpob menggenggam erat sebelah tangannya. Yang ia tahu, Kongpob yang berjalan dihadapannya seraya sedikit menariknya entah kemana. Mempertontonkan sebuah punggung lebar yang dulu ketika ia pertama kali bertemu, menyiratkan rasa penasaran yang tinggi. Apa punggung itu hangat atau tidak.
Sungguh kotor pikirannya, menyebalkan.

My Frog PrinceWhere stories live. Discover now