Chapter 11

814 160 17
                                    

An Archangel Fate

Fantasy & romance| rated T| Joshua x Jeonghan (jihan)| boys love

Chapter Eleven by

quiniengel11

***

Hutan itu rimbun, mencengkam, dan gelap. Jeonghan awalnya berpikir jika pria itu akan membawa mereka ke tempat yang lebih baik, entah itu gurun atau kutub, atau jika ia diberi pilihan, Jeonghan jelas tidak akan memilih sebuah hutan dengan mayat-mayat bergantungan sepanjang mata memandang. Seolah-olah Joshua telah menyiapkan tempat kematian untuk mereka, tapi, Jeonghan mengenyahkan pikiran itu cepat-cepat.

Tentu saja Aokigahara adalah tempat yang sempurna. Jika mereka ditemukan oleh cecunguk malaikat bengis itu dan secara terpaksa harus bertarung, setidak-tidaknya Jeonghan tidak perlu menghancurkan rumah-rumah penduduk atau lebih parah, melukai seorang manusia.

Sejak mereka sampai di sini, hal pertama yang kedua orang tersebut pikirkan adalah mencari tempat yang dekat dengan sungai untuk bermalam. Rasanya ini mulai menjadi sia-sia, karena sejauh mereka berjalan, hanya ada tumpukan tengkorak yang semakin banyak di tiap sisi hutan.

Diam-diam malaikat cantik itu melirik Joshua di sebelahnya yang tampak sesekali terperanjat kecil tiap kali mereka melewati satu lagi undakan tengkorak tidak sempurna.

"Shua, kau baik-baik saja?"

"Ya. Uhm...," jelas sekali ia tidak terlihat baik-baik saja. Joshua, sejak kecil, dididik di lingkungan gereja, wajar jika ia tumbuh dengan kelembutan dan kasih sayang. "Aku hanya tidak terbiasa melihat mayat sebanyak ini."

Dan secara tiba-tiba, jari-jemari Jeonghan yang lembut dirasa oleh Joshua itu sudah terpaut di ruas-ruas jari miliknya. Sepersekian detik Joshua memerhatikan tangan mereka yang saling bergandengan, anak malaikat itu tiba-tiba saja merasa seolah tengah berkencan—tapi bukan kencan seperti ini yang ia harapkan. Jelas tidak.

Joshua dalam hatinya bertekad setelah semua ini selesai, ia ingin mengajak Jeonghan pergi berdua ke tempat-tempat yang senang ia kunjungi di sana. Tapi kemudian, ia ragu jika dirinya bahkan bisa selamat setelah ini.

"Sepertinya kita di sini saja dulu. Air dari sungai sudah lumayan terdengar dari sini. Jika kita menetap terlalu dekat dengan sungai, aku takut malaikat-malaikat itu akan mudah menemukan kita."

Jeonghan mengedarkan pandangannya di sekitar tempat tersebut. Benar kata Joshua, mereka lebih baik tinggal di sini untuk beberapa waktu, apalagi tempat itu terlihat lebih layak dan normal daripada saat mereka pertama kali menginjak Aokigahara.

Tautan tangan keduanya kemudian menjadi lebih erat dari sebelumnya, "Shua, kupikir lebih baik kita gunakan waktu ini untuk mengasah kekuatanmu."

Mereka saling bertatapan beberapa saat. Joshua baru saja menyadari bahwa kedua bola mata Jeonghan sangat besar dan indah—benar-benar cantik secara harfiah, dan menghipnotis. Bagi pria itu, Jeonghan tidak perlu menggunakan kekuatannya untuk menghipnotis orang-orang lewat kedua mata tersebut.

Sebuah senyum kecil melengkung di sudut bibirnya, "Tentu."

***

An Archangel FateWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu