3 | Jejak yang Melampaui Zaman

76K 10.3K 1.6K
                                    

3 | Jejak yang Melampaui Zaman



Mungkin ini klise, tapi, Dhisti memang masuk dalam stereotipe gadis pintar nan rajin dengan kacamata kuda yang kutu buku.

Dhisti sering ke perpustakaan — tak peduli jika orang-orang menyebutnya kerajinan. Sebenarnya, memang agak risi baginya karena disebut-sebut 'murid kerajinan' hanya karena suka ke perpustakaan. Sebab, dia melihat ada banyak buku-buku hiburan yang bukan cuma 'buku serius' terjajar dalam rak. Beruntung Dhisti juga berteman dengan beberapa siswi yang suka membaca novel dan memanfaatkan perpustakaan untuk melampiaskan hasrat membaca novel mereka. Perpustakaan SMA Bangkit Nusantara ini memang menyimpan beberapa novel baik novel lama maupun novel baru.

"Ini, Pak. Buku yang udah saya pinjam," ujar Dhisti. Setelah meletakkan dua buku yang Dhisti pinjam minggu lalu, Pak Zaky, petugas perustakaan sekolahnya segera mengecek dan mengambil bukunya. Kelas Dhisti dari jam sepuluh tak ada guru, hanya ada tugas Kimia yang sudah Dhisti selesaikan dan kumpulkan kepada ketua kelas. Sekarang sudah jam sebelas, empat puluh menit menuju bel istirahat. Dan karena hal itu, Dhisti memutuskan untuk ke perpustakaan dan mengembalikan buku yang telah dia pinjam.

Biasanya, Dhisti akan ke perpustakaan bersama dua teman sekelasnya yang penyuka novel: Riri dan Meidy. Namun, hari ini Riri tak masuk dan Meidy berkata dia belum selesai mengerjakan tugas Kimia. Sehingga Dhisti memutuskan untuk sendirian saja datang ke perpustakaan sekaligus membuang penat berada di kelas.

Usai melepas sepatu, Dhisti memasuki perpustakaan kecil sekolahnya dan berjalan menuju barisan rak yang memiliki buku incarannya. Minggu lalu ketika ingin meminjam buku, Dhisti ingin meminjam satu buku lagi, tetapi berpikir dia harus menyelesaikan dua buku dahulu sebelum beralih ke buku berikutnya. Dhisti tak suka menumpuk-numpuk bacaan. Dia lebih suka menyelesaikan satu deadline sebelum berlanjut ke deadline lainnya. Sebab jika tidak dibiasakan demikian, bisa-bisa dia mengerjakan banyak hal sekaligus tanpa benar-benar menyelesaikan satu deadline pun.

Buku dengan kover wajah wakil presiden Indonesia yang pertama adalah buku incaran Dhisti hari ini. Dhisti sempat membaca sedikit buku itu, dan setelah Dhisti selesai membaca buku-buku pinjamannya pekan lalu, Dhisti ingin membaca buku Hatta itu di perpustakaan sejenak sebelum meminjamnya.

Ketika Dhisti berbelok menuju rak tujuannya, dia spontan memekik begitu kakinya menginjak sesuatu — atau tepatnya tangan seseorang.

"Aduh!" keluh siswa yang diinjak oleh Tanpa harus melihat wajahnya secara keseluruhan, Dhisti sudah bisa menebak siapa lelaki yang dia injak. "Duh, mbaknya, lain kali kalau mau jalan lihat-lihat," ujar lelaki itu. Ketika kepalanya mendongak, matanya membeliak. "He? Dhisti?"

Dhisti menoleh ke arah Pak Zaky yang menatap ke arahnya akibat suara tadi, lalu dia menunduk. "Maaf, Pak," ujar Dhisti sebelum berjalan ke arah Aksa. Menyembunyikan tubuhnya dari arah pandang Pak Zaky. Dengan suara berbisik tapi tetap terdengar jelas, Dhisti bertanya, "Lo ngapain sih tidur di sini?"

Aksa menghela napas. "Ya sori. Ini kan, Indonesia. Bukan kayak Jepang yang sekolahannya ada rooftop tempat gue bisa bobok ganteng kayak anime-anime."

Dhisti memutar bola mata. "Ya tapi kenapa harus di lantai gini?"

"Kagak ada tempat tidur, ya udah gue tidur di lantai."

"Ngehalangin orang mau jalan, tahu, nggak?"

"Tahu. Tapi, Pak Zaky b aja, tuh."

Dhisti mendesah. Sadar bahwa memang di perpustakaan kecil ini, Pak Zaky membiarkan para murid tidur. Pokoknya tak boleh gaduh. Dhisti pun mengibas tangan. Mengabaikan Aksa untuk mencari buku.

Heart of Gold | ✓Where stories live. Discover now