6 | Tenang Membius

53K 8.5K 885
                                    


6 | Tenang Membius




Bagi Dhisti, 'membius' adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok Aksa.

Kata ini tergambar dari betapa tenangnya Aksa saat mengucapkan sesuatu. Tentu, Aksa juga bisa tertawa kencang atau berisik kadangkala. Namun, aura membius itu tetap ada dari tatapan tajamnya. Dhisti awalnya tak terlalu memerhatikan. Tetapi setelah dia beberapa kali melihat sendiri bagaimana Aksa berinteraksi, Dhisti sadar betapa aura menenangkan Aksa itu juga memberi efek kepada orang-orang lain.

Aksa memang bukan lelaki pendiam, juga bukan yang bawel atau tak mampu menutup mulut. Namun, ada aura tenang yang menguar dari lelaki itu. Ketenangan yang membuat orang-orang percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mungkin karena itulah Aksa yang dipandang sebagai pemimpin dari "Kurawa", geng di sekolah yang Dhisti dengar-dengar cukup ditakuti oleh sekolah-sekolah lain sekitarnya. Salah satu fakta yang dulu sempat Dhisti dengar sebagai rumor tentang Aksa — yang akhirnya Aksa konfirmasi, sehingga membuat rumor itu jadi fakta — adalah Aksa sudah ikut tawuran sejak anak itu masih kelas lima SD.

Dan karena itulah saat SD Aksa pernah tidak naik kelas.

Riwayat tawuran yang dilakukan Aksa terus berlanjut hingga SMP. Aksa memasuki salah satu SMP dengan predikat kurang baik dengan rata-rata guru yang mudah disuap. Dan sebagai anak orang yang cukup berada, tawuran-tawuran yang Aksa ikuti bisa mudah dianggap tidak ada di rapor SMP-nya.

Yang Dhisti tahu, Aksa sudah tidak tawuran lagi sekarang. Sebab selama dua tahun sekolah, Dhisti tak pernah mendengar kabar Aksa atau anak-anak sekolahnya tawuran. Namun, Dhisti tak tahu pasti. Dia sendiri tidak terlalu dekat dengan Aksa. Tak ada konfirmasi ataupun info yang Aksa berikan terkait hal ini. Dhisti sendiri juga tak pernah bertanya. Itu bukan urusannya. Dhisti ingin menjaga agar pertemanan mereka tak perlu sampai ke tahap persahabatan yang begitu mengetahui seluk-beluk satu sama lain.

Empat hari pasca Aksa mendatanginya di kantin, Dhisti selalu membawa bekal agar tak harus bersinggungan dengan Aksa lagi. Ya, Dhisti memang mau meminjam buku Y. B. Mangunwijaya milik Aksa. Namun, Dhisti merasa kegiatan pinjam-meminjam ini tak perlu dilakukan di kantin. Mereka bisa melakukannya di perpustakaan saat jam istirahat.

Tiga hari lalu, Dhisti sudah mengingatkan Aksa pagi-pagi via chat tentang buku yang ingin dia pinjam. Namun, Aksa baru membacanya saat siang dan sudah di sekolah. Dan lupa mengecek chat itu terjadi berulang hingga kemarin. Hari ini, Aksa bilang dia sudah membawa bukunya dan akan meminjamkannya ke Dhisti pada jam istirahat. Dhisti yang baru membaca chat itu ketika guru keluar saat jam istirahat pun segera membalas, meminta Aksa untuk menemuinya di perpustakaan saja. Niat Dhisti, setelah ke perpustakaan nanti dia bisa ke kantin sebentar untuk membali kerupuk udang untuk pelengkap bekalnya hari ini.

Setelah chat Dhisti terkirim, Dhisti membereskan buku dan alat tulisnya sebelum pergi ke perpustakaan. Dhisti tengah merapikan isi tasnya dulu ketika mendengar suara seorang lelaki memanggil namanya.

"ADHISTIA!"

Jantung Dhisti berhenti ketika mendengar suara familier itu. Dia menahan napas. Berharap dia salah mendengar dan sang pemilik suara itu bukanlah Aksa. Namun kala mendengar suara langkah kaki mendekati mejanya, Dhisti mendengak dan menemukan Aksa menyengir sambil membawa sebuah buku bersampul merah.

Mata Dhisti seketika terpejam begitu mendapati anak-anak kelasnya memberi atensi penuh kepada dirinya dan Aksa. Demi Tuhan, Aksa. Harus banget nunjukkin diri lo di depan kelas gue? Kenapa nggak kasih bukunya di perpus aja? batin Dhisti.

Heart of Gold | ✓Where stories live. Discover now