1

114K 2.3K 27
                                    

Erza kini sedang berada di kamar mandi, raut gugup tidak bisa ia tutupi ketika memperhatikan testpack yang baru dibelinya kemarin sore.

"Bagaimana jika hasilnya positif?" Suaranya bergetar.

"Tidak! Aku harus mencobanya."

Erza memang harus mencoba untuk menemukan jawaban tentang mengapa perutnya selalu mual ketika bangun tidur di pagi hari.

Dengan hati berdebar, dia menunggu benda kecil itu bekerja. Sesekali, ia menggigit kuku, gugup.

"Bagaimana jika hasilnya positif, ishh! Sebenarnya, sih, tidak masalah, tapi bagaimana jika Banner tidak percaya jika ini anaknya? Tuhan, bantu aku."

Dengan mata terpejam, Erza meraih benda itu. Perlahan-lahan, kelopak matanya terbuka satu per satu dan pada detik itu juga, dirinya langsung dihantam rasa cemas dan bahagia di waktu bersamaan.

"I'm pregnant."

Raut wajah Erza begitu bahagia, tapi hatinya meragu, akankah Banner menerima anak ini?

"No! Dia harus terima. Ini anaknya!"

Erza sudah membulatkan tekat. Jika Banner tidak ingin mengakui anaknya, maka dia akan memaksa suaminya itu. Ini juga demi masa depan dia dan anaknya nanti, meskipun kenyataannya, pernikahan Erza dengan Banner terbilang tak baik karena hanya wanita itu saja yang menyimpan rasa. Sebut saja, cinta Erza bertepuk sebelah tangan.

Saat sang ayah meninggal, Banner dengan lantang dan penuh keyakinan mengatakan untuk bertanggung jawab atas dirinya. Hati Erza bergetar dan jantungnya berdentum kuat. Ia telah jatuh cinta pada orang yang sudah menghilangkan nyawa ayahnya.

Pernikahan yang didasari keterpaksaan memang tidak pernah berjalan menyenangkan. Begitu pun yang Erza rasakan saat ini. Wanita itu hanya menghabiskan hari-harinya di depan kanvas untuk melukis mata indah sang suami, berharap suatu saat nanti netra indah itu akan menatapnya dengan penuh cinta.

Sekarang ia hamil dan tentu saja anak dari Banner. Selama pernikahan mereka yang sudah berjalan dua tahun, Banner baru sekali menyentuhnya pada malam itu. Malam yang jika kautanyakan pada Erza, dia akan menjawab, 'Malam yang paling menyakitkan!' Semua terjadi karena sebuah ketidaksengajaan.

Malam itu, Banner melakukannya dalam keadaan tidak sadar. Bau alkohol yang menyeruak dari mulutnya dapat menjelaskan bahwa akal sehat lelaki itu telah tertidur dan digantikan dengan naluri yang bekerja dengan liar.

Erza tahu suaminya sudah menyimpan rasa pada wanita lain dan dia sangat yakin bukan dirinya yang ada di pikiran sang suami pada malam itu sebab Banner membisikkan satu nama di telinga kanannya, nama wanita lain. Bukankah itu menyakitkan?
Namun, Erza masih berusaha menepis kemungkinan terburuk jika Banner benar-benar akan meninggalkannya. Erza tidak tahu siapa wanita yang disebutkan suaminya dan tidak mau tahu juga. Ia juga tidak berniat menanyakannya karena tak mau mendengar kata-kata pedas terus menerus menggema di telinganya.

Erza masih memaku di tempat. Matanya juga masih menyorot ke arah dua garis merah yang tergambar pada alat tes kehamilan itu hingga bunyi bel yang ditekan terus-menerus menarik kesadarannya.

Erza melangkah dengan cepat ke arah pintu utama. Terlihat Banner yang menatap dingin ke arah Erza. "Belajarlah untuk tidak mengunci pintu lagi. Ada penjaga di luar sana, tidak ada yang bisa masuk selain aku. Jadi, berhentilah melakukan hal-hal kecil yang membuatku harus memarahimu!"

The Broken Lady [Completed]Where stories live. Discover now