16

30.7K 1.3K 135
                                    

Erza masih terdiam di samping makam ayah dan ibunya. Tubuh wanita itu sudah basah kuyup. Namun, ia tak begitu memedulikan. Air hujan tak sebanding dengan luka yang menganga di dalam hatinya.

“Erza!”

Erza mematung. Ia mengenali suara itu dan segera berbalik. Tidak salah lagi, pemilik suara itu adalah suaminya, Banner.

“Apa yang dia lakukan di sini? Kenapa dia bisa di sini?” Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di dalam benaknya.

“Maaf.” Banner mengatur napasnya yang terengah-engah.

“Banner?”

Banner memeluk erat tubuh Erza yang menggigil. “Jangan menghilang seperti ini lagi. Aku tahu ini salahku karena melupakanmu, tapi jangan menghilang lagi. Maafkan aku karena melupakanmu.”

“Kenapa jadi begini di saat aku ingin membencinya? kenapa malah begini?!” batin Erza.

“Kenapa kau kemari, Banner?” tanya Erza dengan suara lemah.

“Aku mencarimu. Aku menyuruh Tony melacak lokasimu. Aku khawatir saat kau menghilang tadi, padahal kau berangkat bersamaku. Kenapa kau pergi? Jangan begitu lagi.” Lelaki itu masih bertahan di posisinya, mendekap Erza erat-erat.

“Melihatmu bersama dengan Agnes membuat mataku terasa panas. Aku cemburu, Banner. Akan terlihat bodoh jika aku bertahan di sana. Sudah cukup aku tersakiti karena kau tidak membalas perasaanku, aku tak mau tersakiti lebih dalam lagi.”

Banner kini dilingkupi rasa bersalah. Ia merasa gagal menjadi suami yang baik untuk Erza, bahkan kini ia tidak bisa menjadi teman yang baik untuk  wanita itu.

“Maaf.” Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulut Banner.

Banner melepas pelukannya, menatap Erza sebentar, lalu menarik tangan wanita itu dengan lembut. “Ikut denganku.”

“Hah?”

“Aku akan membawamu ke suatu tempat,” ucapnya sambil menggandeng tangan Erza dan berjalan terburu-buru.

“Banner, aku sedang hamil.” Erza mengingatkan.

“Oh, iya, aku lupa. Maaf.”

Banner langsung berhenti, lalu membopong tubuh Erza. Mengabaikan pekikan Erza, ia langsung berjalan menuju mobil yang terpakir di depan pemakaman.

“Banner, pelan-pelan, ini pemakaman. Jangan menginjaknya, nanti arwahnya bisa marah!”

“Arwahnya akan jatuh cinta padaku karena terlalu tampan.”

“Berhenti main-main, Banner.”

“Hehehe, baiklah kita sudah sampai.” Banner menurunkan Erza di samping mobilnya.

Tony keluar dari mobil, menatap Erza sejenak, lalu menunduk hormat. “Nyonya baik-baik saja.”

“Iya, Tony,” ucap Erza sambil tersenyum.
“Ayo, masuk, Erza! Nanti kita semua jadi ikut basah sepertimu.”

Erza mengangguk, lalu membuka pintu mobil bagian belakang.

“Kenapa kau duduk di belakang? Kau akan duduk bersamaku di depan.”

The Broken Lady [Completed]Where stories live. Discover now