5

43.1K 1.5K 17
                                    

Banner berjalan menuju ruangannya untuk mengurus beberapa berkas yang mendadak membutuhkan tanda tangannya. Ia sengaja tidak mengajak Erza karena berpikir hanya sebentar.

Setelah membuka pintu ruangan, tubuh lelaki itu menegang, terkejut melihat Agnes duduk di sofa yang ada di ruangannya sambil melipat tangan.

"Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang?"

"Halo, calon ayah," kata Agnes sinis seraya beranjak dari sofa.

"Jangan begitu, Sayang. Kau tidak tahu berapa cemburunya aku melihatmu bercumbu dangan Alan," balasnya.

"Tapi, kau bercinta dengan Erza, Banner! Dan sekarang dia hamil, kau gila! Apa maksudmu melakukan itu, hah?!"

"Maaf, hari itu aku mabuk. Aku tidak sengaja."

"Kita akhiri saja hubungan kita. Kita sudah terlalu jauh membawa hubungan ini." Agnes mulai menangis, membuat Banner gelagapan. Ia tidak sanggup melihat wanita itu menangis. Banner segera memeluk Agnes dan menghapus air matanya.

"Dengar, hubungan ini tidak akan pernah berakhir, Sayang. Begitu anak Erza lahir, kami akan segera bercerai, jadi aku mohon padamu untuk bersabar." Banner berusaha membujuk wanitanya.

Banner mencoba menenangkan Agnes. Wanita itu menangis cukup lama, butuh berberapa menit untuk membujuknya.

"Aku mohon, Sayang. Kita akan bersama setelah aku menceraikan Erza."

"Bagaimana jika ia menyuruhmu bertanggung jawab,, hah?! Yang dikandungnya itu anakmu, Banner!"

"Dengar, Agnes, Erza tidak akan pernah mengaturku seperti itu. Dia sudah setuju untuk berpisah denganku setelah anak itu lahir."

"Kau bersungguh-sungguh?"

"Iya, Sayangku," bisik Banner seraya menatap Agnes lekat-lekat, kemudian perlahan-lahan mendaratkan bibirnya pada bibir Agnes.

Mereka bangkit. Tanpa melepas ciuman, sepasang anak manusia itu berjalan menuju ruangan yang berada di sebelah kiri ruang kerja tersebut.

Setelah menutup pintu kamar, Banner kembali mencium Agnes dan semakin memperdalamnya.

Brak!

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, membuat mereka melepas tautan bibir.

Mata Banner berkilat penuh amarah, merasa terganggu karena kehadiran orang itu. Namun, sedetik kemudian, matanya membulat, ia lupa jika Erza masih ada di kantornya.

Banner dan Agnes memaku di tempat, menatap Erza yang tengah melihat mereka dengan sorot mata sendu. Tak lama kemudian, perempuan itu pergi dari hadapan mereka.

Banner segera menelepon Tony untuk menyelesaikan pekerjaannya, kemudian menyusul sang istri. Entah ide dari mana, tapi hati Banner tergerak untuk mengejar istrinya itu.

"Sayang, untuk apa kau mengejarnya? Sebaiknya kita lanjut saja." Agnes menahan lengan Banner. nada bicaranya terdengar kesal.

"Tidak sekarang, Sayang. Aku harus menemuinya."

"Dan meninggalkanku?"

"Maafkan aku," kata Banner seraya melepas cengkeraman Agnes, lalu keluar dari tempat itu dan bergegas menyusul Erza.

Banner terpaksa menggunakan lantai darurat karena semua lift dipakai. Dia turun dengan langkah tergesa-gesa. Saat sudah berada di lobi, ia menagkap sosok Erza yang sudah masuk ke dalam sebuah taksi. Ia terus mengejar Erza dan mengabaikan tatapan heran seluruh karyawan.

The Broken Lady [Completed]Where stories live. Discover now