State II

4.8K 597 59
                                    

Donghyuck memiliki kebanggaan dan kepuasan sendiri dalam menjalani hidupnya sebagai seorang Hunter. Meskipun usianya masih terbilang muda, kemampuannya berada di atas rata-rata untuk seorang Hunter muda. Rekor akademi cemerlang. Misi-misi latihan yang diterimanya ia selesaikan dengan hasil yang memuaskan.

Teman-teman sebayanya dan para petinggi Hunter memiliki ekspektasi yang tinggi padanya. Ia dituntut memiliki etos kerja yang tak kalah memuaskan dari hunter-hunter senior lainnya.

Apakah ia gugup? Tentu saja.

Terbebani? Sangat.

Takut? Entahlah. Apakah dia taku?

Donghyuck tidak yakin. Karena mungkin rasa dendam yang selama ini bersemayam dalam hatinya mengalahkan rasa takut di hatinya. Mungkin dendam adalah satu-satunya yang membuat Donghyuck bertahan sampai saat ini.

Benar. Selama sembilan belas tahun hanya dendam yang menjadi alasan utamanya untuk terus hidup. Dendam sudah menjadi reaktor nuklir mini dalam diri Donghyuck yang menuntutnya untuk bertahan hidup dan menjadi Hunter yang hebat.

Jadi saat tiba waktunya ia dapat bergabung sebagai Hunter profesional, ia bisa memastikan peluru dan belati perak yang dibawanya tidak berakhir sia-sia. Ia harus memastikan bahwa darah yang mengotori pakaian dan badannya adalah darah Werewolf yang ia bunuh.

Omong-omong tentang Hunter profesional dan sembilan belas tahun. Sepertinya ada yang kelewatan—

BYURR

"SELAMAT ULANG TAHUUN!"

"SURPRISE!"

"BANGUN-BANGUN!"

"KUKURUYUUUK!"

"MANY HAPPY NEUNZEHN RETURN!"

the fuck?

Sepertinya Donghyuck melupakan satu hal. Selama separuh hidupnya ia juga memiliki parasit yang mengambil wujud sebagai teman kurang ajar yang hobinya mengganggu ketenangan hidupnya.

Donghyuck juga melewatkan satu hal—ia sedang tidur sekarang. Penjagaannya lemah—Jaemin pasti akan menertawakannya. Tapi memang siapa yang bisa mengalahkan Donghyuck? Ia baru sembilan puluh menit menajamkan mata setelah dua malam terjaga patroli di perbatasan.

Bedebah sinting.

Siapa pula yang mengucapkan aksen bahasa jerman yang buruk tadi?

Tubuh berbalut piyama krem itu menggeliat tidak nyaman di atas kasur yang basah. Dalam hati ia mengutuk dalam hati karena setelah ini ia harus menjemur kasur dan membereskan kekacauan yang ditimbulkan temannya.

Air dingin yang merembes melalui serat-serat kain juga mulai membuatnya kedinginan walaupun angin musim panas sudah lama berhembus.

Ia membuka mata. Menampilkan manik coklat madu yang bisa sangat mematikan. Matanya menyeruak menyesuaikan dengan ruangan yang remang-remang. Masih pagi—sialan. Di samping kasur, tiga orang tengah menatapnya tanpa rasa bersalah

Satu di antaranya memegang dua ember yang sudah kosong. Satu yang lain membawa baki berisi kue persegi yang dihias dengan keterampilan payah, di atasnya sebuah tusuk gigi dengan foto wajahnya berdiri seperti bendera. Satu yang terakhir memegang sebuah kamera polaroid. Sialan.

You Can Call Me MonsterWhere stories live. Discover now