State VII

2.9K 466 45
                                    

"Dia tidak mengingat apapun?"

Dada Ten mencelos begitu mendapati siluet yang memunggunginya selepas ia menutup pintu laboratorium pribadinya. Tanganya terulur menenangkan detak jantungnya yang melonjak-lonjak.

"Tidak, dan bisakah kau memberi pemberitahuan sebelum tiba-tiba muncul di hadapanku?"

"Harunsya kau membuat bocah itu berpikir lebih keras."

Bayangan itu bergerak dari tempatnya bersandar pada oriel jendela. Ia berjalan di antara gantungan pot-pot herbal sebelum menampakkan diri dengan jelas dengan tangan yang dimasukkan pada kantung celana.

"Aku akan benar-benar mengirim komplain kalau salah satu anggota Dewan seenak hati menyusup ke laboratoriumku," ujar Ten ketus sambil menyampirkan jas putih pada gantungan baju yang terbuat dari ranting pohon.

"Kau pasti tahu kalau aku punya akses bebas ke seluruh fasilitas yang ada di wilayah ini," responnya dengan raut datar, berkebalikan dengan nadanya yang angkuh dan sok berkuasa.

Ten hanya bergumam asal guna meladeni tamu tak diundang tersebut. Ia menyibukkan dirinya merapikan berkas-berkas yang belum sempat ia sortir tiga hari belakangan ini sebelum melupakannya sama sekali.

Sosok yang lain di ruang itu jelas tidak mengapresiasi sikap Ten yang tidak mengacuhkannya. ia berdecak pelan sebelum meraih siku Ten dan memaksa laki-laki itu untuk bersitatap dengannya.

"Sesuatu pasti terjadi padanya selama seminggu dia menghilang."

"Taeyong, dia masih dalam masa pemulihan. Kalau kau memaksanya, kondisinya bisa memburuk," jelas Ten perlahan, mencoba memberi pengertian pada laki-laki yang terlihat tidak sabar itu.

"Anggap saja seperti itu. Tapi apa kau benar-benar berpikir ia keluar dengan selamat dari hutan itu dengan sendirinya?" balasnya tanpa melepaskan cengkraman pada lengan Ten.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Taeyong. Tapi untuk ekarang, kenapa kau tidak pulang dan beristirahat? Aku yakin pertemuan Dewan Direksi hari ini cukup menguras energi semua orang."

Roma mukanya sedikit melunak melihat senyum memahami yang mengembang di wajah Ten. Mungkin rasa lelah akibat pertemuan mendadak tadi sedikit mempengaruhi temperamen dan pikirannya.

Orang-orang di atas sana banyak maunya dan bukan pribadi yang menyenangkan untuk diajak berdiskusi. Terhitung lima kali Taeyong harus menahan dirinya agar tidak kelepasan melempar kursi ke wajah salah satu anggota dewan.

Taeyong terduduk lelah di salah satu bangku yang ada di sana, satu tangannya memijit-mijit tengkuknya yang kaku sehabis duduk hampir seharian.

"Kau mau minum sesuatu?" tawar Ten setelah meletakkan bertumpuk-tumpuk berkas dalam laci.

"Tidak."

Donghyuck harus menelan rasa kecewanya saat ia terbangun di atas kasur klinik yang dingin. Helaan nafas malas keluar kala mendapati tembok putih bersih dengan jendela di dua sisi yang mengukungnya dari empat penjuru.

Well, memangnya apa yang kuharapkan? Terbangun di pelukan Jaehyun adalah hal yang lebih susah dari membunuh werewolf.

"'Mikir apa aku barusan? Dasar sinting," Donghyuck mengacak surainya yang mulai lepek kasar. Setelah itu beralih memukul-mukul ranjang di bawahnya.

Masih ada masalah yang lebih genting dari kehidupan percintaannya yang tandus atau malah hampir tidak ada. Misalnya seperti—kemana dirinya menghilang selama seminggu terakhir ini? Kenapa ia tidak mengingat apapun? Rasanya ada yang janggal.

You Can Call Me MonsterWhere stories live. Discover now