State VIII

2.3K 377 28
                                    

Donghyuck bangun dengan badan yang kedinginan. Di luar, melalui jendelanya yang terbuka, langit masih terlihat gelap. Tirai putih yang berkibar pelan dengan satu daun jendela terbuka cukup menjelaskan mengapa badannya menggigil pelan.

Bisa-bisanya aku lupa menutup jendela.

Saat ia mencoba tidur. Derap kaki seseorang yang tampak resah terdengar samar di lantai bawah. Diikuti gumaman-gumaman dua orang yang tampaknya sedang berdebat. Niatnya untuk kembali tidur hilang berganti rasa penasaran.

Donghyuck sampai di ujung tangga masih mengenakan piyama tidur yang dipinjamkan Jaemin. Agak kedodoran di tubuhnya tapi ia belum sempat mengemasi semua pakaiannya dari pondok miliknya. Akan ia urus nanti. sekarang—

"kau sinting ya? Matahari belum terliht tapi kau sudah mau mengganggu pagi seseorang?"

"Minggir Jung. Kau tidak sedang ingin bermasalah dengan dewan direksi hari ini."

"Ini rumahku. Kalian yang seharusnya menjaga sikap. Jangan kekanakan."

Tiga orang. Ada tiga orang yang sedang ribut-ribut di pintu depan. Donghyuck mengutuk mati-matian orang-orang yang mengganggu tidurnya, ia menyesal menyia-nyiakan tenaga dan waktunya karena penasaran hanya untuk mnjumpai pertikaian tidak jelas.

Sumpah serapahnya berhenti di kepala begitu melihat satu wajah yang paling tidak diduga. Well, Donghyuck tidak berpikir akan menemui orang tersebut di situasi dan tempat seperti ini. Terlalu absurd baginya yang hanya hunter junior dan orang yang selalu sibuk berjibaku di markas besar.

Apa yang membawa Lee Taeyong sepagi ini di rumah Na Jaemin?

"Diam Jung—oh, itu dia."

Taeyong, tanpa peringatan, menerobos pembatas tak terlihat beranda depan dan ruang tengah dengan langkah lebar yang angkuh namun terkendali. Tapi saat ia mendekat Donghyuck bisa melihat kobaran yang janggal di matanya. Seperti ada sesuatu yang mengganggunya dan dari caranya menatap seolah sumber kejengkelannya adalah Donghyuck.

"Kudengar dari Ten kau sudah diperbolehkan untuk pulang."

Usahanya untuk bersikap ramah sangat payah, kalau Donghyuck boleh bilang. Tapi ia masih menghargai itu. Atau mungkin itu hanya karena Taeyong adlah anggota Dewan yang kebetulan mempunyai tampang dingin yang Donghyuck segani.

"Begitulah," ia menjawab kikuk. Tiga pasang yang kini menatapnya membuat Donghyuck taidak nyaman dan ia ingin sekali ngacir ke kamar.

"Maaf kalau menganggumu tapi kita perlu bicara."

π

"Donghyuck!"

Ia berlari keluar menerobos pintu tanpa mengindahkan teriakan Jaemin. Kakinya berderap kencang dengan langkah berapi-api. Alisnya bertaut kencang dengan roman muka keruh, menunjukkan emosinya yang berada di ubun-ubun.

Donghyuck hanya mengikuti insting saja saat lima belas menit kemudian ia tiba di danau yang cukup jauh dari pedesaan. Ia ingat sering bermain di sini bersama yang lain saat mereka masih belajar di akademi.

(kadang-kadang mereka juga menyusup pada malam hari kalau sedang beruntung.)

Nafasnya masih terputus-putus saat ia duduk di pinggir dermaga. Diam-diam mengamati bayangannya yang terpantul di permukaan air danau.

Ia tampak menyedihkan. Dengan bahu merosot dan muka muram, rambut dan pakaian kusust seperti diterpa badai. Tapi kalau memikirkan kata-kata Taeyong di rumah Jaemin tadi, itu memang terdengar seperti badai.



You Can Call Me MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang