[2] Toa Banget Sih!

7.4K 1.2K 38
                                    

"Mbak Nir, siniiiii...."

Buset bocah toa abis!

Nir... Nir... Berasa Nirvana. Atau Nir... fana? Itu lebih bener sih.

Gue cuekin si Gilang toa itu dengan pura-pura nggak denger. Plis ini baru hari kedua dari project Kalimantan itu resmi diomongin dan i haven't doing any progress yet, so... mending nggak cari masalah dengan gabung ke meja mereka. Apalagi di sana ada Rafadhan itu. No, thanks.

Keinget gimana ngakaknya Mbak Siska karena gue kesulut emosi kemaren. Bukan apa-apa sih sebenarnya sampai gue harus merasa tersinggung banget, cuma coy, mukanya si Rafadhan itu asli nyebelin banget! Ngomongin tentang pemborosan budget dan ada intensi meremehkan kalau ngundang media itu nggak perlu karena isu yang mau mereka bawa ke konferensi itu adalah topik yang seksi bagi negara. Otomatis bagi media juga. Excuse me?

"The... Woy! Sini!"

Nah ada penyelamat di saat gue bawa baki makanan dan nyari-nyari tempat duduk kosong. Makan siang kantor selalu ramai. Apalagi kalau awal weekdays gini. Orang-orang jadi males keluar karena kerjaan lagi banyak. Dan gue termasuk yang males keluar karena kerjaan gue masih banyak.

Gue menghampiri gerombolan konsultan livelihood yang menduduki meja panjang.

Orang-orang yang udah kenal sama gue lebih sering manggil gue Thea dibanding Nirmala. Nirmala Thea. Itu nama gue.

"Mana geng COE lo?" Mbak Fasty langsung nanya. Mbak Fasty sama Karin ternyata memisahkan diri dari obrolan seru orang-orang livelihood yang membawa topik research mereka ke meja makan. Jiwa muda Mbak Fasty dan Karin menolak terkontaminasi topik berat saat jam makan. Makanya mereka semangat banget waktu gue gabung. Walaupun dalam satu meja panjang itu tidak ada pemisah, obrolan santai kami yang menjadi jurang pemisah.

"Pada makan di luar, Mbak. Gue ada meeting habis lunch jadinya males keluar."

"Gue denger-denger lo nanganin project Pak Her ya?"

Gue yang lagi konsen makan ikan langsung tergugah, "Hahaha bener-bener ya dinding ESRI bertelinga."

Mbak Fasty sama Karin langsung ketawa.

Awalnya nih awalnya... kami ngomongin Pak Herdanu yang habis pulang conference dari Belgia trus bawa banyak oleh-oleh dan semua lorong konsultan dapet. Ujung-ujungnya.... "Leader-nya Pak Her apa Mas Rafa buat even Kalimantan, The?"

Mas... Rafa? Seketika gue pengen ngakak. Sebenernya umum banget sih di kantor ini manggilin mas atau mbak dibanding kak, bang, kang, teh, sis atau sebutan lain. Lebih sering juga manggil nama langsung. Terutama kalau sama yang TKA (Tenaga Kerja Asing). Cuma ya karena ini si Rafa jadi aneh aja. Kemaren, gue sengaja manggil 'pak'. Tersinggung kali ya dia. Makanya dia bilang belum apa-apa gue udah dendam sama dia.

"Buat even Mas Rafa, Mbak. Kalau research masih dipegang Pak Her kayaknya. Ya beliau sebagai principal scientist. Tim Leader-nya si Jeremy, kan?"

Mbak Fasty mengangguk. Trus si Karin langsung nyaut, "Mujur lo Mbak bisa ketemu sama Mas Rafa melulu. Mode intim."

Anjir. "Hahahaha... Kampret! Kagak lah. Bisa digaplok Pak Her sebelah kanan, Mbak Siska sebelah kiri gue ntar."

"Ya elah kaku bener! Sekalian gebet Mbak mumpung lo jomlo, doi juga."

Buset! Tahu-tahunya lho dia kalau si Rafa jomlo.

Gue langsung ngakak, "Rin ah elah! Yang modelan begitu mana mau sama gue."

"Heeehhh lo kenapa denial mulu sih, Mbak? Coba dulu kaliiiii. Nggak bosen sendiri mulu?"

Finders Keepers, Loosers WeepersWhere stories live. Discover now