[4] Kenapa Gue Mulu yang Kena, Sih?!

6.2K 1.1K 54
                                    

Pagi-pagi mau bikin communication strategies jadinya gue harus punya dopping kopi. Ah sedap. Apalagi kalau kopi gratisan tapi enak. Terima kasih Mbak Widya yang baik hati ngasih gue Tuku pagi-pagi gini. Kan jadi semangat kerja.

Mbak Siska yang baru datang langsung nyeletuk, "Wih Tuku, tuh!"

"Udehhhh Mbak lo dengan pressed juice sehat dan segar lo aja jangan ngelirik kopi. Nanti kembung. Biar yang muda yang punya selera." Mbak Siska emang langganan jus yang dijual anak kantor. Gue mau sok-sokan ikut langganan, tapi mahal. Mending kopi, teh sama susu gratis yang disedian kantor aja.

Mbak Siska yang punya ritual pagi: datang, taruh tas, trus ke kamar mandi cuci tangan. Pas mau ke kamar mandi ngelewatin gue, harus banget nyela, "Kelarin tuh comms strat. Gue lihat dulu sebelum lo kirim."

"Siap, Bos!"

"Biar nggak dikomenin soal konten sama Mas Rafa lo itu."

Gue langsung cemberut nama itu disebut. Aduh... Masih pagi The, jangan biarkan kopi Tuku ini hanya menjadi dopping yang percuma. "Gue udah minta quotasi ke Mbak Mala kemaren Mbak soal editor. Ya gue nyesuaiin kesesuaian budget yang mereka buat. Cukupnya ya buat tiga konten web, fotografer sama videografer. Mana gue tahu kalau mereka mau lima, yang dua konten mau in house sama editor kita sendiri? Si Rafa nggak ada ngomong."

"Lah lo apa-apa udah nggak harmonis duluan sama dia."

Gue lagi yang salah. Bener-bener dah.

"Mbak, toilet dulu sono gih lo. Bikin Tuku gue mubazir aja."

Untung closure checklist kemaren belum cc ke Pak Herdanu. Di ToR sama budget mereka nggak bilang kalau mau produksi lima konten web untuk pra dan paska acara. Apa gue lupa Rafa pernah ngomong secara lisan?

Entahlah. Ntar gue obrolin lagi aja sama Bapak Rafadhan Yang Terhormat itu. Mending gue earthing dulu sekarang. Pagi gue udah lumayan stres karena sok jadi karyawan teladan masuk jam 9 eh taunya malah ngadepin komen si Rafa pagi-pagi. Padahal semalem baru bisa tidur jam 3 karena nontonin House of Cards di Netflix.

Mumpung masih ada setengah jam lagi menuju jam 10, mending gue ngabur dulu. Sebelum bos-bos besar pada dateng. Seengaknya mereka lihat PC gue nyala dan ada tas di kursi, jadi mereka tahu gue udah dateng. Dan Mbak Widya nggak bisa protes kalau gue ngelayap kemana dulu.

"Kall, kantin nggak?" tanya gue ke Kallista.

Dia menggeleng, "Nggak, Kak. Udah sarapan gue tadi. Ini transkrip video gue belum kelar. Hari ini diminta sama Mbak Siska."

"Oalah oke deh. Gue kantin dulu ya."

Gue langsung cabut ke kantin sama anak database, Vio. Doi ini sepantaran gue dan umur kerjanya sebelas duabelas sama gue jadi gue paling akrab sama dia. Geng COE yang disebut-sebut sama Mbak Fasty kemaren salah satunya ya dia. Lainnya ada Mbak Tata, Mbak Utie, Mbak Marinka dan kami berdua. Geng-geng anak muda. Mbak Tata sih mama muda. Mbak Utie baru aja nikah. Tiga lainnya masih complicated.

"Bahagia nih gue hari ini. Tanggal gajian, banyak diskonan," kata Vio terlalu bersemangat.

Gue bahkan lupa hari ini gajian.

"Gincu lagi pasti!"

Terus dia cengengesan, "Temenin gue Sephora yuk!"

Gue langsung defensif, "Ogah! Jangan pernah lo ngajak gue belanja lagi dasar Sagitarius kampret! Gak inget lo berapa jam cuma buat milih Borjuis apa Nyx?"

"Gak... Gak! Sekarang ke Sephora cuma mau beli pensil alis. Kalau lainnya gue udah pakai produk yang ada branding halalnya tuh."

Gue mikir, sejak kapan ini bocah mendadak macam alim begini? "Sejak kapan? Biar apa?"

Finders Keepers, Loosers WeepersWhere stories live. Discover now