[15] Yang Begini Nih Korban Hegemoni!

4.5K 769 165
                                    

Untung gue diajaknya ke Lumpang Emas. Bukan ke HONU Poke & Matcha yang seringnya jadi langganan orang kantor gue yang mulai belajar jadi vegetarian. Termasuk Mbak Widya yang kena hype jadi vegetarian dan hobi banget ke resto itu. Pertama, gue nggak doyan makanan yang kebanyakan mentah begitu, apalagi ikan. Kedua, ada kemungkinan orang kantor gue ada yang di sana. Ketiga, harganya nggak masuk budget gue. Satu piring makanan di sana, bisa gue pakai makan nasi goreng depan kos gue seminggu penuh.

Karena di Lumpang Emas, walaupun lumayan pricey juga, tapi gue bisa makan burung punai tangkap yang legenda di restoran ini. Lagian ya, melihat orang di depan gue cuma makan tumis bunga pepaya, nasi, perkedel jagung sama kering tempe kacang dan lahap membuat gue cukup lega kalau ini orang seleranya nggak aneh-aneh. Jadi gue nggak kena imbasnya nanti-nanti.

Eh, bukan maksud gue ngarap diajak keluar lagi atau apa. Ya siapa tahu kan kalau tim kita harus meeting di luar gitu. Kan jadi nggak harus nurutin amat selera dia.

Ngomong-ngomong, kita sudah lima belas menit tanpa bertukar kata. Hanya fokus makan. Orang ningrat di depan gue ini anteng banget makan dan sepertinya itu emang apa yang diterapkan untuk kesehariannya, makan nggak boleh ngomong.

Mata gue mengedar dan melihat interior homey nggak neko-neko dengan kesan hangat karena didominasi warna cokelat dari kayu. Emang cocok buat family resto, soalnya masakan nusantaranya cukup lengkap. Menurut gue, ini resto artis yang cukup serius dalam pengerjaan konsep dan cita rasanya.

Pada tahu kan kalau Lumpang Emas punyanya Dimas Beck? Iya itu yang nyanyi, "Once upon a time ada sebuah bintang, yang bersinar terang di hatimu. Kuakan datang lagi menjemputmu dengan cinta. Kan kubagikan semua bintangku...." Kenapa juga gue apal ya?

Si Vio sama Mbak Marinka juga sering nongkrong di sini. Di Colony 6 maksudnya. Urban playground selayaknya tempat gaul lain di Kemang. Yang menyediakan one stop service dari mulai cafe, toko buku sampai tempat olahraga. Vio sama Mbak Marinka langganan di FJ on 7. Bistro garden buat minum-minum lucu kata mereka. Margarita, Jack's pina colada atau sangria. Level gaulnya mereka udah nggak kekejar sama gue.

"Kamu perempuan tapi makan kamu cepat juga ya, Nir?"

Gue mengalihkan tatapan gue dari pigura-pigura foto di dinding yang memajang berbagai gambar kebudayaan Indonesia.

Gue jawab pertanyaan Rafadhan yang gue nggak paham korelasinya apa. "Lambung saya nanti nggak kerja kalau saya ngunyah makanan 33 kali. Padahal saya gaji dia 3 kali sehari."

Rafadhan yang mau minum sampai nggak jadi dan memilih untuk tertawa renyah dulu. Baru kemudian meminum es selayang pandannya. Kemudian tertawa lagi. "Kamu kenapa harus selucu ini sih? Saya beneran jadi pengen peluk kamu sekarang. Mau ya Nir jadian sama saya biar saya punya hak peluk kamu?"

What the fuck! Just, what the fuck.

Gila ya ini orang enteng banget ngomong? Kayak seempuk nata de coco di minumannya.

"Apa sih yang membuat kamu tertarik untuk menjalin hubungan dengan rekan kerja?" Tanya gue akhirnya. Berhubung dia bilang kalau dia sesayang itu sama karirnya, ya ngapain banget kan menjalin hubungan sama orang dengan kelakuan minus kayak gue? Nanti dia dipertanyakan lagi kewarasannya. Lalu mengancam karirnya. Masa iya ultimatum ibunya, seperti yang dia bilang, lebih penting dari karirnya?

"Lho, memangnya ada yang salah?" Dia mengonfrontasi.

Gue nggak habis pikirnya, kenapa gue anjir?! Apa coba yang dilihat dari orang modelan gue yang diajak ngedate aja cuma pakai sendal carvil sama kaos polosan?

"Apa kamu sedepresi itu karena udah disuruh ibumu menikah?"

Dia tersenyum kalem. Wah gila ya, gue kasih tahu, dengan tata krama model pangeran keraton begini, gampang dia kalau mau nyari cewek model apa aja buat dinikahi. Asli, gampang! Apalagi buat tipologi cewek Indonesia yang keranjingan menikah adalah solusi segala permasalahan.

Finders Keepers, Loosers WeepersWhere stories live. Discover now