[11] Diplomasi Salah Sasaran!

5.2K 877 132
                                    

"Nir? Diem aja?"

Randu yang duduk di samping gue mulai sadar di dalam mobil yang gelap ini, gue nggak tidur. Nggak juga main ponsel. Diem aja kayak keong.

"Lagi ngomong sama diri sendiri."

Randu ketawa kecil dan mengangguk-angguk.

Randu membuka suara lagi ketika gue udah mau bincang-bincang lagi sama isi kepala gue. "Lo suarakan first of all dari isi kepala lo juga nggak apa-apa, Nir. Gue nggak akan lari."

Gue mengerutkan kening memandang dia, "Hah? Maksudnya?"

"Lo buka meeting tadi pagi pakai first of all. Hasil riset, media monitoring, engagement segala macem. Lima belas menit nggak ada yang nyela."

Gue manggut-manggut. Baru sadar kemudian pas Randu bilang 'gue nggak akan lari' barusan.

"Mungkin mereka kayak lagi dengerin konsultan Ogilvy ngomong," asumsi gue yang bahkan sama sekali nggak kepikiran meeting tadi pagi yang ada Pak Herdanu juga.

"Akurat. You like a pro."

"But, paid like an amateur."

Randu ketawa lagi. Ini orang seneng amat sih ketawa.

"Hobi monolog lo nggak tahu tempat ya?"

Si Randu masih belum capek ngajak ngomong gue ternyata. Ini indekos gue masih jauh ya?

Tadi akhirnya gue, Randu sama Gilang naik taksi online. Gue sama Randu karena searah, Gilang naik sendirian. Semoga supirnya bawa dia ke Cilacap, biar nggak usah balik.

"Lo mau ngajak ngobrol gue?" tanya gue lagi ke si Randu.

"Ya kalau gue layak ngajak ngobrol lo, kenapa enggak?"

"Jangan repot-repot. Monolog gue aja capek dengerin bacotan gue."

Randu ketawa lagi. Buset dah! Kalau Gilang ketawa goblok, ini orang ketawa receh. Apa yang lucu coba? Kayaknya akhir-akhir ini gue lagi diuji sama Tuhan dengan manusia-manusia aneh macam ini.

"Kalau gue ngosongin otak?"

"Sorry, can't talk. I talked three people few hour ago."

Sumpah gue lihat Randu mengeluarkan tawa kecil.

"Pantesan Gilang seneng banget sama lo, Nir."

"Maksud lo dia suka stay negative?"

"Ya. Dia emang punya cita-cita rebel. Tapi Australia tetap nggak bisa bikin dia lepas dari kendali bapaknya."

Topik orangtua lagi. Bikin gue males sampai ke ubun-ubun.

"Jangan bahas yang begini lagi lah, Ran. Pas itu juga yang ada gue bikin kalian kaget."

Randu diam sejenak sebelum membalas langsung perkataan gue. "Oke, Nir. Arah pembicaraan ini lo yang tentuin."

"Masakan lo enak banget. Thanks for feeding me. Menghemat biaya makan, memenuhi nutrisi gue."

Sebelum Randu menanggapi, gue melanjutkan, "Cuma segini aja kemampuan gue berkomunikasi. Jangan sedih ya."

Randu mengapresiasi ucapan terima kasih gue dengan lagi-lagi ketawa. "Thanks to Mas Rafa untuk sirloin melimpahnya. Padahal doi nggak makan."

Gue mengangguk-angguk ketika nama itu keluar dari mulut Randu.

"Lo suka steak, Nir?"

"Who, doesn't?" gue sambung setelah keinget orang itu, "kecuali vegetarian. Practically, gue suka apa pun. Poh-pohan dicemilin juga gue suka."

Finders Keepers, Loosers WeepersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang