"Apa kalian sudah menyiapkan baju untuk resepsinya? Pastikan untuk menyesuaikan dengan ukuran Pangeran sekarang. Akhir-akhir ini ia nampak kurus, pastikan untuk mengukurnya kembali."
"Ya, Yang Mulia."
Ratu Jimin kembali memeriksa seluruh ruangan yang hampir seluruhnya dipenuhi barang-barang persiapan pernikahan anaknya. Ia sedikit pusing dengan banyaknya yang harus ia urus. Sebenarnya, ia bisa saja menyerahkan seluruhnya kepada kepala pelayan, tetapi karena ini adalah pesta pernikahan anak satu-satunya, Ratu harus memeriksanya sampai detil.
"Pastikan juga bunganya adalah bunga kesukaan Putri Kim Jungah," perintahnya lagi pada seorang pelayan yang mencatat bagian bunga-bunga yang baru saja didatangkan. Bunga-bunga itu nantinya akan dijadikan hiasan hampir di setiap dinding ruangan dan meja tamu.
Upacara pernikahan akan dilakukan di halaman istana, di depan Hanok utama milik istana. Sedangkan resepsi akan dilakukan di sebuah hotel terbesar milik keluarga sang Putri, Kim Jungah. Tidak banyak yang akan datang kecuali para pejabat istana dan sanak keluarga kerajaan.
Sedangkan untuk rakyat, nantinya akan dipersiapkan iring-iringan kereta kencana di jalanan besar, rakyat akan menonton iring-iringan itu di pinggir jalan. Sebagian yang tidak bisa datang, seperti biasa akan disediakan layar besar untuk ditonton bersama.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, seluruh pelayan yang ada di sana membungkukkan badan mereka ketika melihat siapa yang datang.
Ratu Jimin memberikan senyumnya. "Pangeran," sapanya.
Jinki pun membalas senyuman ibunya. Namun, di balik senyuman itu Jinki berusaha menyimpan kepedihan yang sampai sekarang belum bisa ia lupakan. Seperti kebanyakan, naluri sang ibu dengan mudah mengenali air muka si anak dengan jelas. Jinki nampak lelah.
"Kau juga ingin memantau keadaan di sini?" tanya Ratu.
Jinki mengangguk pelan. "Kebetulan sekali saya sedang lewat di sini sebelum menuju ruang rapat bersama pejabat istana. Saya tidak akan lama."
Ratu tersenyum lagi sambil membelai rambut anaknya dengan lembut. "Jangan terlalu paksakan dirimu. Kau nampak lelah. Sedangkan pernikahanmu tinggal satu minggu lagi. Aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu."
Jinki pun hanya memberikan senyuman ala kadarnya. "Tidak, Yang Mulia. Saya baik-baik saja. Ini hanya rapat kesimpulan yang biasa kami lakukan setiap akhir pekan. Rapat ini tidak akan banyak menguras tenaga."
"Tapi kau terlihat lelah, anakku," khawatir sang ibu. Belaian beliau turun ke pipi Jinki yang mulai tirus itu. Telapak tangan ibunya yang hangat membuat Jinki merasa sedikit rileks, sehangat cinta yang beliau berikan padanya.
"Ya, mungkin inilah gejala yang selalu dirasakan setiap calon pengantin. Tapi, tidak apa. Aku baik-baik saja, Ibu." Jinki menekankan suaranya agar ibunya percaya padanya.
Tatapan Ratu semakin khawatir. Ia tahu, antara perkataan dan perasaan yang dialami Jinki berbanding terbalik satu sama lain.
"Sebaiknya kau beristirahat setelah—"
"Yang Mulia," sebuah suara memotong percakapan anak-ibu itu. Jinki dan ibunya mengarahkan kepala mereka pada asal suara. Seluruh pelayan yang ada di ruangan memberikan hormat kepada sang pemilik suara.
"Putri, apa yang kau lakukan di sini?" Ratu terlebih dahulu menyapanya. Jinki hanya memperhatikan perempuan berambut hitam legam dengan gaunnya yang berwarna merah, ia terlihat anggun dan berkharisma ketika memakainya, khas seseorang dari kasta atas. Meskipun begitu, tidak ada lagi hal yang menarik bagi Jinki.

BINABASA MO ANG
THE SELECTION - OnKey Vers.
FanfictionTHE SELECTION (((RE-PUBLISH))) Sebuah kompetisi dan seleksi dari kerajaan untuk mencari istri sang Putra Mahkota, Pangeran Lee Jinki. 33 peserta perempuan, berjuang untuk mendapatkan hati sang Pangeran. Salah satunya adalah Kim Kibum. Terlahir seba...