Psikiatri - Kepribadian

4.9K 319 306
                                    

Pasti masih ingat dong, beberapa tahun lalu sempat booming kartun komik strip yang selalu mengaitkan golongan darah dengan kepribadian? Hingga menjadi stereotip, A pasti rajin, O pasti ambisius, B suka salfok, AB pemalas. Kok kayanya yang menemukan konsep ini darahnya A, terus punya musuh goldarnya AB. Makanya dia mati-matian membully AB *nggak

Bahkan linimasa waktu itu dipenuhi sama share-share-an orang, "Kok mirip ya sama aku?" / "Eh, ini gue banget!" / "100% true."

Ngaku deh, pasti pernah mikir kaya gitu?!

Padahal kalau ditelaah lebih jauh lagi, sebenarnya kamu bisa aja memiliki lebih dari satu karakter

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Padahal kalau ditelaah lebih jauh lagi, sebenarnya kamu bisa aja memiliki lebih dari satu karakter. Namun karena priming kartun yang lucu-lucu, kamu jadi merasa stereotip tersebut akurat. Misal nih, saya goldarnya O, tapi lho dari gambar referensi di atas, saya ada sifat dari golongan darah A dan AB. Daya ingat saya lumayan jongkok, dan saya orangnya males gerak dan kalo belajar suka ngantuk, kaya AB, jadi nggak mungkin mondar-mandir. Tapi ketika on fire (baca: deket deadline), saya punya sifat kaya A. 

Lha terus? Masa dalam tubuh saya mengalir darah O, A, dan AB sekaligus? Kan nggak mungkin. Bisa menggumpal-nggumpal darah saya nanti.

Sistem ABO dikenalkan oleh Karl Landsteiner (aku tadi awalnya nulis Lannister lho, wkwkw, iykwim) pada 1901, dan sampai sekarang sistem ini masih dipakai. ABO ini penting buat crossmatch kalau mau transfusi darah. Dan bisa dibilang ABO ini sangat superfisial, alias garis besarnya saja. Misal nih, kalau dulu kita diajarinnya O itu donor universal, dan AB adalah resipien universal, sekarang sudah tidak zaman lagi berpikir sesimpel itu. Ya memang betul kalau O itu bisa diberikan ke goldar apa saja, tapi kemungkinan aglutinasi (penggumpalan) masih bisa terjadi lho, bahkan pada sesama O! 

'Ya, boleh lah kalau emang kepepet banget, di tempat terpencil, dan harus mengarungi tujuh samudra untuk dapat uji yang lebih spesifik. Tapi kalo settingnya di daerah yang nggak kampung-kampung amat, apalagi kota besar, semepet-mepetnya butuh transfusi darah, tetap harus diuji silang yang lebih paripurna. Alasan pertama, kebutuhan transfusi bisa ditunda (bahkan dibatalkan) apabila cukup dengan pemberian cairan infus. Alasan kedua, transfusi bukan tindakan yang minim risiko. Artinya, akan jauh lebih ribet menangani kasus reaksi transfusi, daripada sekadar ngurusin drip cairan. Salah-salah, inginnya menyelamatkan nyawa, eh malah mengantarkannya ke surga (atau neraka?).

Makanya, selain ABO, ditambah lagi sistem Rhesus, yang sebenarnya sudah ada sejak tahun 1939. Rhesus juga digunakan sebagai Rhesus cuma ada dua: Rh(+) dan Rh(-). Orang Indo kebanyakan punya Rh(+), sedangkan orang bule punya Rh(-) (kalo ngafalin sih, saya pake mnemonic: orang barat kelakuannya minus :D). Sistem Rhesus akan lebih terasa ketika digunakan untuk menjelaskan fenomena erythroblastosis fetalis. Apaan? 

Adalah meninggalnya janin karena sel darah merahnya dihancurin sama antibodinya ibu. Contohnya, ketika si ayah orang Indo punya Rh(+), dan ibu orang bule Rh(-) maka kemungkinan besar janinnya akan Rh(+)--gen Rh(+) lebih dominan daripada Rh(-), ingat Hukum Mendel ya). Nah, ketika si janin punya Rh(+), artinya dia punya antigen Rh. Antigen itu adalah semacam lawan dari antibodi. Setiap sel, baik itu sel milik tubuh sendiri (autoantigen) maupun dari luar tubuh (seperti bakteri, virus, jamur, dsb) bisa menjadi antigen, dan berpotensi memicu reaksi kekebalan untuk membentuk antibodi.

Et Medicina | Seputar Medis yang Perlu Kamu TahuKde žijí příběhy. Začni objevovat