Badai Jurusan Kuliah

457 30 10
                                    

Jadi buat kalian yang lagi menjalani masa-masa terindah di SMA, pasti gak asing lagi sama yang namanya Education Fair. Itu, tuh, saat-saat di mana sekolah lo ngundangin banyak universitas untuk dateng dan ngasih wawasan tentang perkuliahan di universitas tersebut, jurusan-jurusan, dan keunggulan masing-masing universitas.

Gue juga ngerasain Edu Fair. Waktu kelas 10 atau kelas 1 SMA, gue bener-bener ngikutin kegiatan ini. Setiap universitas, pasti gue cari yang namanya jurusan Matematika. Ya, gue masih berpegang teguh pada Matematika dan ingin kuliah pada bidang ini. Gue lebih fokus sama universitas yang di Bandung. Tentunya karena gak mau ninggalin keluarga dan sahabat-sahabat baik gue di Bandung. So sweet...

Walau gue istilahnya udah mulai ada aroma-aroma pejuang ITB garis keras, gue untungnya udah nyadar, kalo yang mau masuk ITB itu dari Sabang sampai Mee... rauke... Berjajar pulau pulaauu... Sambung menyambung menjadiii... satu. Itulah Indonesia... Indones-- wait, why am I singing rn? Jadi, intinya masuk ITB itu SUSAH. Setidaknya mumpung ada fasilitas Edu Fair di sekolah, gue harus manfaatkan sebaik-baiknya. Gue ngincer Universitas Parahyangan yang ada di Bandung karena ada jurusan Matematikanya dan juga univ-nya terkenal bagus juga kok.

Gue saat kelas 10 dan 11 di SMA itu masih payah banget dan bener-bener gak mikirin nanti kuliah gimana, mau jurusan apa, dan mau di univ mana. Hanya sekedar keputusan kayak, eh kalo di univ ini kayaknya keren, eh kalo di univ ini kayaknya banyak temen-temen gue. Padahal, gue harusnya jedotin kepala ke tembok sambil bilang, "WOY WAKTU LO DI SMA UDAH MAKIN MENIPIS, HARUSNYA LO RENCANAIN SECEPAT MUNGKIN!"

Masalah ternyata gak berasal dari dalem diri gue doang. Masalah juga dateng dari orangtua, terutama papa gue. Papa gue selalu ngejar nanyain gue soal kuliah nanti. Gue masih ngotot mau kuliah Matematika atau jadi guru.

And you know what?

Papa gue gak setuju sama keputusan gue! Dia bilang, kalau gue suka sama Matematika, gue harus buka mata gue lebar-lebar. Ilmu Matematika itu digunain sama semua cabang ilmu. Apapun itu, pasti ada Matematikanya. Dia bilang, kalau gue suka hal yang berbau hitung-hitungan, gue bisa kuliah di bidang teknik ini-itu. Dan soal jadi guru, dia bilang jadi guru itu juga prospeknya gak luas. Maksudnya, jadi guru ya otomatis jadi guru. Intinya, dia mau gue berkuliah di bidang yang prospek ke depannya bagus. Dia mau gue ngeliat peluang jauh ke masa depan sana. Di mana semuanya bakal berkembang, di mana kita harus nyesuaiin apa yang kita bisa dan apa yang bakal bisa buat kita bertahan di masa depan nanti.

Di titik ini, gue sama sekali gak tau mau kuliah apa. Sama sekali gak tau mau di univ mana. Sama sekali gak tau mau kerja jadi apa.

Dari titik tadi, sebuah garis tercipta. Fase di mana gue disibukkan dengan pelajaran, tugas, kuis, dan ulangan di kelas 10 dan 11. Gue berusaha mengikuti prinsip let it flow, biarkan nanti waktu yang menjawab.

Gue cukup frustasi, sih, jujur. Bukannya sombong, tapi gue yang notabene anak beasiswa, anak rangking, pastinya semua nilai diatas 80. Gue berasa bisa semua, sampe-sampe gak tau minat gue di mana dan ke mana.

Gue suka pelajaran eksak, gue bisa jadi insinyur teknik.

Gue teliti dan bertanggung jawab, gue bisa jadi dokter.

Gue suka seni, gambar, dan menciptakan sesuatu, gue bisa jadi designer.

Nangis di kamar maupun kamar mandi pun jadi rutinitas gue pada akhirnya. Gue doa. Gue mau jadi apa nanti, Tuhan. Apa minat gue. Apa bakat gue. Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang seharusnya jawabannya gue cari di dalam diri gue sendiri.

Apa passion gue?

Passion adalah kata terjahat bagi gue saat itu. Gue gak tau passion gue yang paling kuat di mana. Gue gak tau apakah nantinya passion gue akan menghantarkan gue untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di kemudian hari.

Gue iri sama temen-temen gue yang jago gambar, karena mereka dengan mudahnya milih jurusan arsitektur maupun desain.

Gue iri sama temen-temen gue yang tukang ngoding dan ngoprek komputer, karena mereka dengan mudahnya milih jurusan IT.

Gue iri sama temen-temen gue yang suka Biologi dan anatomi manusia, karena mereka dengan mudahnya milih jurusan kedokteran.

Kenapa jalannya gak mudah bagi gue? Kenapa gak ada garis cita-cita yang tebal dan jelas bagi gue? Gue harus cari ke mana...

Gue lupa, hari itu hari apa dan kapan. Papa gue ngajak gue ngobrol di meja makan. Dia nyeritain kalau anak temennya ada yang kuliah di Teknik Industri ITB. Ada juga anak temennya yang kuliah Teknik Industri di Unpar. Dan mama gue ikut nimbrung kalau tetangga di seberang rumah gue, anaknya baru masuk Fakultas Teknologi Industri di ITB. Mungkin kalian sadar arahnya ke mana. Papa gue nyaranin gue kuliah teknik industri, di ITB atau di Unpar. Dia bilang, di teknik industri gue jelas-jelas akan ketemu sama dunia hitung-hitungan sepeti Matematika, Fisika, dan Kimia, seperti yang gue suka. Selain itu, lulusan teknik industri bisa kerja di mana aja. Di pabrik, bagian teknisi, perencanaan, manajemen, bahkan jadi HRD juga bisa. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa dunia perindustrian semakin maju.

Gue gak ngerespon apa-apa. Gak pernah terbersit di benak gue sedikitpun tentang jurusan teknik industri. Temen-temen gue pun kalau ditanya juga gak tahu. Teknik industri itu apa? Sejenis makanan penambah selera kah? GAK GITU PLIS :"V. Tentang teknik industri belajar apa juga gue sama sekali gak tahu.

Namun, di sinilah si takdir berusaha mengarahkan gue ke dua kata tadi.

TEKNIK INDUSTRI!

Pertama, papa gue yang tiada hentinya mengarahkan gue ke arah sini. Gak pas sarapan, pas nganter sekolah, pas abis mandi sore, pas makan malem, pas di ruang TV malem-malem, teknik industriiii muluu...

Kedua, temen-temen gue entah gimana caranya mulai terbuka pengetahuannya tentang teknik industri, jurusan berprospek kerja luas. Pas waktu ini tuh temen-temen gue berbondong-bondong dan kompakan jawab bahwa mereka pengen kuliah jurusan teknik industri. Kalau diitung-itung, dari 60 anak, mungkin 20 anak ngaku pengen kuliah jurusan teknik industri. Ya ampun... kok, tiba-tiba jadi pasaran gini...

Ketiga, ini dia, nih, yang paling dahsyat. Gue akhirnya mencoba membuka diri dan mengulik-ulik sendiri mengenai teknik industri dari internet. Gue mencoba mencari ini jurusan belajar apa dan gue bakal dapet apa, sih, di sini. Dan... BOOM! Gue ketemu sama satu quote yang bener-bener CLICK di hati dan mata batin gue, yang bener-bener ternyata sejalan sama motto hidup gue, yang baru gue sadari, selama ini.

 BOOM! Gue ketemu sama satu quote yang bener-bener CLICK di hati dan mata batin gue, yang bener-bener ternyata sejalan sama motto hidup gue, yang baru gue sadari, selama ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

WOYYYYYY!!!!

Di ini gue bener-bener kayak ngerasa dipeluk guratan takdir bernama TEKNIK INDUSTRI.

Gue sadar gue tercipta sebagai orang yang tidak bakat dalam menemukan hal baru. Gue adalah orang pemalas yang suka membuat sesuatu lebih efektif dan efisien.

Kenapa gak gini, kan jadinya lebih gampang!

Coba gue translate quote tadi:

Insinyur membuat sesuatu, insinyur industri membuat sesuatu menjadi lebih baik!

TAKDIR MEMANGGIL GUE GUYSSSSS!!!

Oke, maafkan kalo gue lebay atau gimana, tapi gue yakin, kalo itu rencana Tuhan, pasti tercipta suatu CLICK di hati lo dan pastinya damai sejahtera melimpah...

Jadi finally, gue memutuskan untuk kuliah di jurusan teknik industri!!!

YEE---

Eits, jangan senang dulu. Badai jurusan berlalu, BADAI MILIH UNIVERSITAS DATANG!

To be continued...

SBMPTNWhere stories live. Discover now