3. Pendekatan

56 4 5
                                    

Ada yang aneh dari seorang Fajardhan Shagufta. Meski tidak tampak begitu jelas, tapi Sauqi bisa memahaminya. Makanya, waktu keanehan itu petama kali ia sadari, ia segera mencari tahu. Apa yang menyebabkan Ardhan menjadi begitu kejam saat menemukan Sheina, yang notabenenya adalah tetangganya masuk ke rumahnya. Bahkan ketika ditanya mengapa, Ardhan hanya diam membisu, enggan menjawab ataupun membahas seputar Sheina. Seperti ada gejolak amarah yang terpendam. Sauqi yakin, ada yang disembunyikan Ardhan, yang tidak bisa diketahui oleh siapa pun, kecuali dirinya dan Tuhan, tentu saja.

"Kok Sheina lama banget ya bales chat gue?" Perhatian Sauqi teralih pada Farhan yang sibuk mengotak-atik ponselnya. "Vin, chat lo dibales nggak?"

"Lo ngebosenin sih, makanya nggak dibales." Davin menyahut santai.

Farhan tertawa. "Gimana chat gue mau dibales? Orang Sheina aja ngebalesnya lewat perasaan."

"Nggak. Sekarang kita buktiin aja, siapa yang pantes. Gue atau lo. Nggak usah banyak omong." Davin tersenyum miring, senyum yang benar-benar menunjukkan karakternya, tengil, tapi mampu membuat cewek-cewek di sekolahnya bertekuk lutut. Iya, di antara mereka berempat, hanya Davin yang memiliki banyak cewek. Entah apa yang membuat cewek-cewek itu jatuh pada pesona Davin.

"Lo ngalah sekali-kali kek. Gue 'kan baru kali ini lagi naksir cewek. Terakhir kalinya, lo embat. Untung lo temen gue, kalo nggak, udah babak belur tuh muka," seloroh Farhan. Sauqi tahu, mana berani Farhan menyakiti Davin. Cowok seperti Farhan terlalu baik kalau sudah menyangkut kata sahabat.

"Kalo soal cinta, gue nggak bisa ngalah." Tepat saat Davin mengatakan itu, Ardhan beranjak dari tempatnya, dengan ketenangan cowok itu perlahan-lahan hilang dari pandangan mata.

Sheina. Nama itulah yang menyebabkan Ardhan bersikap seperti itu. Pasti ada suatu hal menyangkut mereka berdua, yang barangkali belum terselesaikan. Sebagai sahabat yang baik, Sauqi memang berperan penting dalam membantu teman-temannya yang sedang dalam masalah, meski cowok itu terkadang ikut terlibat dalam masalah.

Sauqi menghampiri Ardhan yang sedang tiduran di kamar atas, membiarkan Farhan dan Davin yang masih sibuk dengan gadget masing-masing. Ia ikut membaringkan tubuhnya, agak jauh dari Ardhan. Tangannya bertumpu di atas kening.

"Lo ada masalah?" tanyanya tertuju pada Ardhan.

"Masalah apa yang lo maksud?" Nada bicara Ardhan kelewat datar. "Kalo pekerjaan yang lo maksud, ya, itu masalah buat gue." Ardhan mengembuskan napas panjang. Memang, selain sekolah, Ardhan mempunyai kerja sampingan untuk membiayai hidupnya. Sudah terbiasa hidup sendiri sejak SMP membuat Ardhan harus bekerja demi membiayai kebutuhannya. Makanya itu, waktu teman-temannya ingin nonkrong di kafe-kafe, ia menolak. Untuk apa? Hanya menghabiskan uang. Lebih baik kalau mereka nonkrong di rumahnya yang tidak ada siapa-siapa. Mereka bisa bebas melakukan apa pun semaunya. Kalau lapar, tinggal beli di warung yang murah. Atau kalau tidak, masak. Sesederhana itu.

"Masih banyak pekerjaan yang mau nampung lo," ucap Sauqi ampuh membuat Ardhan tersenyum tipis. "Gue ikutan kalo lo mau kerja," lanjut Sauqi yang dibalas gumaman oleh Ardhan.

Begitulah mereka, anak-anak SMA yang sederhana, minus Davin. Makanya mereka lebih memilih SMA Dharmaguna, dibandingkan Garuda yang memang biayanya lebih mahal. Bukan seperti kebanyakan orang, sebab mereka, harus mengeluarkan keringat dulu baru bisa memimpikan sesuatu yang indah agar bisa menjadi kenyataan.

"Sheina." Sauqi melontarkan nama yang berhasil membuat Ardhan terdiam, tegang, dan seperti memendam sesuatu. "Lo ada masalah ya sama tuh cewek?"

Ardhan tidak langsung menjawab. Butuh lima menit untuk menyahuti pertanyaan Sauqi. "Nggak." Kemudian kembali berkata dengan cepat. "Bisa 'kan nggak usah bahas dia?"

The Boy Next DoorNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ