5. Saling Memandang

47 5 1
                                    

Malam minggu. Malam yang ditunggu-tunggu para muda-mudi yang sedang dilanda asmara. Malam yang menjadi kesan tersendiri bagi yang memiliki pasangan atau gebetan. Terkecuali Sheina. Sebab, memang alasan dirinya pergi malam minggu, bukan dengan Diwa adalah murni hanya untuk melihat reaksi Diwa. Bukan karena ia ingin memulai hubungan dengan Davin layaknya sepasang muda-mudi yang sedang dimabuk cinta. Makanya, ia tidak perlu repot-repot memilih pakaian hingga mengeluarkan seluruh pakaian di dalam lemari. Lagipula, mau bagaimanapun seorang cewek, kalau ia sudah cantik, mau dipakaikan apa pun, ya, tetap saja cantik. Begitulah anggapan Sheina mengenai dirinya yang hanya memakai kaus berwarna pink dan celana jeans.

Entah sudah berapa kali Sheina melihat pasangan yang benar-benar menjijikan. Bukannya apa, tapi, memang, bioskop ini selalu menjadi salah satu pilihan alternatif untuk berduaan dengan pasangannya. Dalam keadaan gelapnya bioskop, entah apa yang mereka lakukan. Bahkan, sewaktu film akan diputar, Sheina sempat melihat sepasang cowok dan cewek sedang bercumbu. Belum lagi di atas pasangan itu juga ada pasangan yang seperti menjadikan bioskop sebagai tempat mereka bulan madu. Sheina sampai terbelalak melihat hal itu. Benar-benar tidak senonoh.

"Jangan diliatin gitu. Entar pengen," kata Davin di sampingnya. Sheina langsung mengalihkan tatapannya ke arah Davin dengan pelototan.

"Enak aja! Siapa juga yang pengen kayak gitu," balasnya marah, membuat Davin terkekeh pelan tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar bioskop di depannya.

Sheina memerosotkan duduknya. Ia berusaha fokus pada setiap adegan yang ditampilkan oleh layar datar berukuran besar di hadapannya. Namun, ia tidak bisa fokus. Entah mengapa, semakin film-nya mencapai klimaks, semakin sulitlah ia mendapatkan konsentrasi. Pikirannya terkekang oleh Diwa. Bahkan, setelah film-nya sudah selesai pun, ia masih belum bisa mengenyahkan pikirannya dari cowok itu.

Sheina mengecek ponselnya setelah keluar dari ruangan bioskop. Tiada satu pun pesan atau telepon dari Diwa. Hal itu membuat Sheina lega. Barangkali, Diwa pergi bermain dengan teman segengnya.

"Gimana menurut lo film-nya?" Davin bertanya sambil tersenyum manis pada Sheina.

"Bagus. Alurnya juga pas." Sheina menjawab dengan ragu. Ragu karena ia juga tidak begitu memerhatikan film-nya. Masih banyak yang sebenarnya ia tidak mengerti.

Jawaban Sheina sontak membuat Davin tertawa. "Lo nggak merhatiin film-nya, ya?" tanyanya tepat sasaran.

"Merhatiin kok!" Meski tepat sasaran, Sheina lebih memilih untuk berdalih, seolah ia memerhatikan film-nya.

"Oke," sahut Davin santai. Sebenarnya, ia cukup paham. Sudah banyak cewek yang ia ajak nonton seperti saat ini. Ada banyak juga tingkah laku cewek yang diajaknya itu. Salah satunya seperti Sheina, hanya saja, kalau cewek-cewek sebelum Sheina yang diajaknya nonton tidak bisa fokus karena menjadikan dirinya sebagai alasan, berbeda dengan Sheina. Sebab, tak sedikit pun ia melihat Sheina mencuri-curi pandang kepadanya.

Langkah Sheina terhenti saat merasakan ponselnya bergetar dalam sling bag-nya. Buru-buru, ia mengambil ponsel dari dalam tas.

Melihat nama Diwa tertera pada layar datar ponselnya, ia berjalan sedikit jauh dari Davin dan keramaian. "Ada apa, Wa?" Nada Diwa di seberang telepon terdengar khawatir, membuat Sheina tersenyum. "Kenapa emangnya? Nonton. Sama temen. Banyak banget pertanyaan lo, udah kayak wartawan aja. Gue juga serius. Nggak usah, ngapain coba." Sambungan diputus secara sepihak oleh Diwa. Sheina menggigit bibirnya, memandang ponselnya dengan kernyitan di dahinya.

Sheina menghela napas setelah ucapan Diwa terngiang di telinganya.

"Ya udah, terserah lo aja deh." Begitu ucapan Diwa mengakhiri sesi telepon tadi.

The Boy Next DoorWhere stories live. Discover now