Part 2

19.2K 544 28
                                    

Tak perlu menunggu waktu lama, mendadak rumah buk Siti dipenuhi orang ramai, mereka yang awalnya niat pergi ke masjidpun dengan sarung dan mukena yang sudah standby di badan berbelok menyaksikan histeria buk Siti.

Aku masih terpaku di atas motorku, tak kusangka kenapa jadi seperti ini. Rumah buk Siti terlihat tak terurus, di halaman depan kamar dimana buk Siti kesurupan kulihat berdiri tegak menjulang tinggi menara BTS segi empat pemancar sinyal. Hidup sendiri dengan permasalahan keluarga, di rumah luas yg ada pemancar BTS nya bukannya malah tambah ngerusak sel otak karena radiasinya, pikirku berasumsi, mencari-cari alasan.

Hatiku masih tak terima kenapa buk Siti sampai begitu. Buk Siti yang dulu terkenal soliha. Bukankah kesolihan bisa menjadi benteng serumit apapun masalah hidup?. Nanar mataku melihat buk Siti dipegangi warga beramai ramai sambil melafalkan berbagai surah.

Magrib hampir habis, perlahan kulaju motorku pulang. Kutinggalkan peristiwa yang masih heboh itu. Berbagai suara bercerita, satu dua versi sempat kutangkap. Hampir semua di luar bayanganku. Sedih, Aku pulang saja, sholat.

Gang Bersama memang punya cerita tersendiri, tak jauh dari rumah Roma sekitar 300 meter ada rumah Leha kawan SD ku yang lain. Masih kepo, besoknya sepulang kerja aku belok ke rumah Leha. Leha sedang hamil, terkejut dia melihatku muncul. Kamipun haha hihi sebentar mengingat kenangan kecil dulu. Sampai semua cerita Gang Bersama terutama keluarga Romapun terpapar kisahnya, aih bergosiplah.

"Kamu tau kan gimana Bu Siti? Alim, rajin, ketua perwiritan, dan penggerak acara PHBI... Dia paling semangat, paling eksis."

"Iya aku tau, kenapa bisa jadi gitu ibu itu?" tanyaku makin kepo.

"Karena perjodohan..."

"Perjodohan?"

"Iya, Roma nolak dijodohin sama anak kawan ayahnya yang orang kaya, eh dia milih kabur sama pacarnya! Pacarnya kamu tau siapa? si Saso, Saso bongkrek... Tau kan? Anak Mang Kimli tukang botot beling" seru Leha makin menggebu.

Oohh iya iya, jawabku manggut-manggut

"Ntah apa kelebihan Saso yang ditengok Roma. Udah lama loh mereka pacaran diam-diam. Mungkin keluarga Roma merasa malu, kan gak selevel. Kamu tau sendirikan rumahnya Saso, dibanding rumah Roma, kayak kandangnya..."

"Hussshh!! Jangan menghina ah!" seruku.

Leha terkekeh kekeh. "Bercanda.." katanya.

Perbedaan status sosial, seringkali menimbulkan perpecahan dan perselisihan. Bukankah cinta tak memandang apapun? Bahkan cinta seorang ibu terhadap anaknya yang tak memandang apapun, bisa berubah jadi "memandang" bila terkait dengan perbedaan status sosial pada calon pendamping hidup yg akan menemani sang anak kelak.

Perbedaan status sosial bukan hanya semata antara si kaya dan miskin, janda dan perawan, duda dan perjaka, perbedaan keyakinan juga tak sedikit menjadi masalah.

"Jadi kesimpulannya, Bu Siti dan Pak Bambang merasa Roma anaknya sudah menghancurkan nama baik keluarga mereka. Pak Bambang jadi sakit-sakitan, Roma tetap tak mau pulang. Sampai pak Bambang meninggal baru dia nongol."

"Sadeesss" gumamku

"Segitunya ya..."

"Pesona Saso." sambung Leha menggeleng geleng.

"Iya, semenjak pak Bambang meninggal itulah buk Siti jadinya depresi..."

"Trus, Rangga gimana, adiknya itu..?" tanyaku.

"Dialah yang jaga sama biayai ibunya. Sampe lebaran kemarin mereka tinggal berdua, kalo kerja dia bayar orang jaga. Waktu itu Bu Siti gak terlalu parah kayak sekarang. Rangga nikah, trus diterima kerja di perusahaan mertuanya kalau gak salah. Sempet ngotot Rangga mau bawa ibunya, tapi kelihatannya istri dan keluarganya keberatan..."

#1 : Misteri Maghrib Where stories live. Discover now