Part 13

10.5K 440 23
                                    


Ngos-ngosan..

Kami berlari sudah lumayan jauh dari rumah.

Berhenti, kupegangi lututku yang gemetar.
Gerimis, bajuku lumayan basah.

Roma menunjuk ke arah warung yang masih menyala. Mie dan bubur kacang ijo. Kabarnya yang punya orang Klaten. Orang baru, perantauan, belum kami kenal.

Air menetes di wajahku dan Roma. Keringat bercampur gerimis hujan, kami basah meski belum kuyup.

Dingin. Masuk ke warung.

"Mas, teh manis hangat 2 dong" pesanku. Dengan wajah datar melihat kami, masih ngos-ngosan.

"Habis jumpa setan ya mbak?" tanyanya, suaranya berat, tanpa ekspresi.

"Iya mas, kunti, 3 lagi, serem banget" jelas Roma terbata.

"Kuntinya sampai masuk-masuk ke dalam rumah, Astaghfirullohaladziim" lanjut Roma.

"Wah.. Kalau sudah masuk ke rumah, kalau bukan hantu penasaran, yah kiriman" sahut mas Klaten, tangannya menyodorkan teh manis panas. Langsung kami seruput.

"Sepertinya gitu mas" sahutku.

"Kalau dia kiriman, biasanya dia akan berdiam di satu tempat, di mana 'benda' nya ditanam." jelas Mas Klaten, sekilas tadi kulihat dia datar tanpa ekspresi, tapi setelah kuamati, raut wajahnya dingin. Seperti tak berperasaan.

Aih, apa-apaan aku seenaknya menilai orang. Kugelengkan kepalaku.

"Benda?" tanya Roma tak mengerti.

"Iya. Bisa benda, bisa perintah langsung dari yang ngirim. Kalau lewat benda yang ditanam, jin yang dikirim akan mendatangi benda  dimana dia ditanam. Kalau di rumah kita misalnya di sudut kamar ya disitulah dia berdiam dan mengganggu" Jelas Mas klaten, selama bicara tak sekalipun kulihat barisan giginya.

"Benda biasanya sebagai sinyal buat jin kiriman, disitu dia ditugaskan" lanjutnya.

"Kalau di perintahkan di badan, misalnya di perut, disitulah dia merusak perut kita"

"Kalau dukunnya gak pandai berdialog dengan jinnya, yah dia biasanya langsung mengirim benda seperti jarum, paku, rambut ke dalam tubuh korbannya. Mangkanya ada orang yang dari badannya keluar paku."

"Hiiy..." kami bergidik.

"Sampai hati ya, .. Sadis!" seru Roma.

Mas klaten diam, tapi bibirnya tersungging senyum walaupun teramat tipis.

"Mas sepertinya paham betul soal begituan" tanyaku. Matanya beralih padaku.

Deg!
Tatapannya tajam, dingin.
Kualihkan pandanganku.

"Yaa, di desaku banyak juga yang begitu,.." jawabnya kemudian.

"Kalau yang ganggu kami tadi, berhenti di tengah-tengah tangga mas, anak tangga kelima ..." selah Roma.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Artinya mereka di suruh berdiam di situ, sebagai tempat menetap selama waktu yang diperintahkan, sambil mengganggu yang punya rumah." Terangnya.

"Ngusir setan di rumahpun kalau kita gak tahu tempat dia berdiam, akan sulit."

Raut wajahnya serius. Kata-katanya meyakinkanku.

Kami mengangguk-angguk.

"Kalau sudah tau kunti-kuntinya di tangga kelima, tabur aja di situ garam. Kalau gak mau kotor, pakai cermin juga bisa."

"Cermin?"  tanyaku.

"Iya, letakkan aja cermin di dinding pas di anak tangga kelima, kunti akan takut melihat cermin, karena mereka sadar mereka gak cantik lagi, mereka akan menghindari cermin " Jelasnya. Biarpun terkesan seram, tapi dia mau juga ngomong banyak, batinku.

#1 : Misteri Maghrib Donde viven las historias. Descúbrelo ahora