6. Selir sang Kaisar

35K 2.7K 14
                                    

Meilan dengan anggunnya membungkuk. "Tentu Yang Mulia, dengan senang hati saya menerima tawaran Anda. Suatu kehormatan bagi saya." Jawab Meilan sopan.

"Baiklah, silahkan duduk dan semoga dirimu menyukai jamuan ini."

"Tentu Yang Mulia."

Tidak seperti yang direncanakan, ternyata tempat ia duduk sudah disiapkan dan itu berada tepat di depan Ibu Suri. Meilan sungguh malas sekali berada diantara para selir ini, dandanan yang begitu berlebihan dan bermulut besar. Mereka saling membanggakan diri seperti para bangsawan pada umumnya.

"Putri Mei Lan." Merasa dipanggil, Meilan pun mengangkat kepalanya dari makanan yang sedari tadi dinikmatinya dengan pelan.

"Ya Yang Mulia." Meilan menatap Ibu Suri yang baru saja menyebut namanya.

"Disini para Selir memberitahu padaku bakat mereka. Dan sedari tadi ku perhatikan kau hanya diam saja dan menikmati makananmu. Ayo beritahu aku apa bakat istimewamu." Meilan tersenyum kecil.

"Maaf mengecewakan Anda Yang Mulia Ibu Suri, tetapi saya tidak memiliki bakat khusus. Saya hanya bisa menyulam dan bermain musik seperti yang lainnya." Jawab Meilan sopan.

Dilihatnya wajah sang Ibu Suri yang tersenyum dan merasa tertarik.

"Aku tidak yakin dengan ucapanmu Putri Mei Lan, kau terlalu merendahkan diri. Selain wajahmu yang cantik, aku juga mendengar kau begitu pintar dan pemberani. Sempat juga terdengar berita olehku bahwa Kaisar Selatan menginginkan putri tercintanya ini menjadi Maharani untuk pertama kalinya."

Meilan mengusap bibirnya pelan dengan sapu tangannya. Bertingkah seolah ia malu, padahal tidak. "Anda terlalu berlebihan memuji Yang Mulia, Ayahanda memang begitu menyayangi saya. Tetapi tetap saja adik hamba Xiao Jie An yang paling berhak menjadi Kaisar, Hamba hanya seorang wanita yang memang selayaknya menjadi pengikut suami."

Ya itu semua benar, Meilan bahkan merasa bangga dan beruntung sekali bisa singgah di jiwa putri Kerajaan Selatan ketika semua kenyataan yang dilalui sang putri terpapar. Malah sekarang ia menjadi berpikir dimana sebenarnya jiwa putri Mei Lan berada.

"Itu memang benar, aku sangat setuju dengan apa yang kau ucapan putri Mei Lan. Aku bangga dengan tindakanmu."

"Terimakasih Yang Mulia." Tatapan sinis tak diperdulikan oleh Meilan.

Jamuan makan siang berjalan cukup lama dan melelahkan bagi Meilan. Bukan lelah fisik tetapi lelah pikiran karena melihat tingkah laku para Selir yang lain.

"Wuyen, aku lelah sekali. Lain kali bolehkah aku berbohong sakit jika ada jamuan seperti ini lagi?" Tanya Meilan pada Wuyen yang sedang memijat kakinya.

"Mana bisa begitu Putri, Anda bisa dihukum karena melanggar aturan istana. Apalagi jika Ibu Suri yang mengundang tentu akan menjadi penghinaan baginya." Meilan mengangguk pelan, walau tak ingin lagi tapi ia tak bisa menolak.

"Kau benar, Setidaknya aku sedikit beruntung karena di istana ini tidak ada Selir senior yang sok berkuasa atau Permaisuri bermuka dua."

"Bersabarlah Putri, Anda akan terbiasa dengan ini semua." Meilan mengiyakan perkataan Wuyen.

"Wuyen, panggilkan aku Kasim Wu."

"Baik." Tak lama dari itu Kasim Wu datang.

"Kasim Wu, apa kegiatan ku besok?" Tanya Meilan ketika pelayanannya itu usai memberi hormat.

"Besok malam akan diadakan pesta penyambutan para selir Niangniang, dan Kaisar pun ikut hadir disana." Meilan menghela nafas. Besok malam pasti akan terasa sangat panjang.

***

Meilan terduduk malas diranjangnya, melihat para pelayan yang sibuk memikirkan apa yang harus dikenakan sang Nyonya di pesta penyambutan nanti malam.

Chanyi dan Chouyi sudah cukup akrab dengan Meilan dan juga Wuyen. Jadi ketiga gadis itu masih berselisih pendapat tentang pakaian dan perhiasan untuk Meilan.

"Kalian bertiga sudahlah, jangan berselisih terus. Aku akan memilih pakaian ku sendiri."

"Niangniang, kami tidak bisa membiarkan Anda memilih. Anda pasti akan memilih yang sederhana." Ujar Chanyi dengan wajah merengut lucu.

"Ah Chanyi kau sangat tahu diriku. Jadi aku pilih baju berwarna merah muda pucat yang ada diatas meja." Tunjuk Meilan pada baju yang diinginkannya.

"Niangniang, mohon pertimbangkan pakaian yang saya pilihkan untuk Anda. Ini akan sangat terlihat indah." Pinta Chouyi menujukkan baju berwarna merah berpadu kuning yang disertai sulaman perak.

Meilan menggeleng. Ini hanya pesta biasa, tidak perlu semeriah itu. Lagipula ia akan menyelinap diantara para Selir yang berbaju indah jadi tidak mungkin menjadi pusat perhatian.

"Tidak perlu memohon seperti itu Chouyi. Aku tetap pada pendirianku, lagipula baju yang kupilih tidak begitu sederhana. Coraknya juga begitu cantik." Bela Meilan.

Tak ada lagi yang bisa pelayan lakukan jika majikannya sudah menentukan pilihan selain mengikutinya.

"Putri, bagaimana jika malam ini rambut Anda disanggul berbentuk sayap? Pasti sangat indah disertai hiasan dari batu giok." Meilan menggeleng tak mau.

"Bentuk seperti biasa saja Wuyen dan gunakan hiasan bunga bermotif sama dengan pakaianku." Dan lagi tidak ada yang bisa membantah.

"Chanyi, jangan terlalu tebal. Tipis saja supaya tidak terlihat pucat."

"Baik Niangniang." Ketiga pelayannya hanya bisa menghela nafas. Majikan mereka sangat cantik, tapi tidak mau memperlihatkan dirinya.

Meilan melihat tampilan dirinya dari atas kebawah. Kini wajahnya yang ia perhatikan.

"Chanyi, bagaimana menurutmu jika dipipiku diberi bulatan hitam besar seperti tanda lahir?" Tanya Meilan sembari menyentuh pipi kanannya.

Tak butuh waktu lama lagi, ketiga pelayan itu mensujudkan diri. "Ampun Niangniang, kami mohon jangan seperti ini."

Meilan menaikkan alisnya tak paham melihat reaksi tiga gadis ini. "Bangunlah, tidak perlu seperti itu. Aku kan hanya bertanya."

Seperti suruhan majikannya, mereka bangkit dari sujud dan memilih duduk dilantai. "Putri, Yang Anda lakukan ini tidaklah baik. Kami sudah mengikuti keinginan Anda untuk terlihat biasa. Jangan membuat kami merasa bersalah dengan keinginan Anda yang lain supaya Kaisar tidak memperhatikan Anda." Wuyen membuka suaranya.

Rencana kali ini sepertinya gagal. "Baiklah kalau begitu, tanyakan pada Kasim Wu apa kita harus berangkat sekarang."

***

Meilan sudah duduk ditempatnya, sepertinya ia agak terlambat malam ini karena para Selir yang lain sudah berada diposisinya masing-masing atau mereka terlalu bersemangat?
Ia tak peduli itu. Ia memilih dirinya terduduk di bagian sebelah kanan dari tempat duduk Kaisar, berada di nomor enam. Tak lama kedatangannya, Ibu Suri tiba setelah namanya diserukan membuat para Selir membungkuk memberi hormat.
Selain para Selir disini juga ada para menteri dan pejabat lain. Sedangkan anggota kerajaan hanya ada Ibu Suri dan Kaisar saja.

Lagi-lagi Meilan mendapati Ibu Suri menatap dan memberinya senyum. Segera Meilan membalas senyuman itu dengan sopan. Ini adalah pertanda bahaya. Jika Ibu Suri ternyata menyukai dirinya sudah pasti ia akan dilirik oleh Kaisar dan hidupnya tidaklah tenang. Walaupun harus mati pada ujungnya, tetapi Meilan ingin hidupnya sedikit lebih lama.

Niangniang : cara orang berstatus rendah memanggil Permaisuri atau Selir Kaisar.

Vote and Comment!

Queen of Emperor [OPEN P.O]Where stories live. Discover now