01. Who?

6.2K 525 226
                                    

Mahasiswa itu sedari tadi menatap pintu gedung fakultas. Teman-temannya asyik bercengkrama, tapi ia tidak menggubris mereka, sibuk dengan pikirannya sendiri. Diliriknya jam tangannya, 11.59. Satu menit lagi. Jantungnya berdetak kencang mengiringi hitung mundur yang dilakukannya dalam hati. Sudah saatnya.

Pintu terayun terbuka, sosok dengan kaki panjang melangkah keluar. Pemuda itu tersenyum melihat orang yang ditunggunya dari tadi. Segera dibereskan buku-bukunya, dan beranjak mengejar orang yang sekarang berjalan menuju taman.

"Duluan yaa..." pamitnya kepada teman-temannya sambil berlari pergi.

"Kemana dia?" tanya si manis berambut pirang sambil mengerucutkan bibirnya, "Setiap hari selalu menghilang di jam ini."

Teman di sampingnya yang bergigi gingsul menjawab, "Katanya sih lagi pe-de-ka-te."

"Oh my God? Siapa?"

"Nggak tahu. Nggak pernah cerita detail sih."

Tanpa disadari yang lain, seseorang yang duduk paling ujung mengerutkan kening dan menatap dengan tidak suka.

...

Si mahasiswa masih berlari kecil sambil mendekap buku dan sebuah tas belanja kecil di tangannya. Kaki panjangnya bergerak cepat, sudah tahu tempat yang dituju oleh orang yang dikejarnya. Sesuai terkaannya, disanalah pria itu berada, duduk di bangku di bawah pohon di ujung taman, tempat yang jarang dilalui orang.

Pemuda itu masih berusaha menenangkan nafas dan debaran jantungnya. Ditatapnya sosok yang sudah seminggu ini selalu ditemuinya di sini. Ia sudah hafal dengan kebiasaannya, duduk sendiri sambil menikmati 3 potong kimbap untuk makan siang, sambil membaca buku sendirian. Sesekali tangannya akan menyingkirkan rambut yang jatuh mengganggu pandangannya, atau membetulkan letak kaca mata bulatnya.

Setelah nafasnya tertata, pemuda itu mengembangkan senyum termanisnya dan menyapa, "Annyeong, Gyosunim. "

Tatapan sang Dosen teralih dari buku yang sedang dibacanya. Seharusnya dia bisa menduga. Setiap hari pemuda ini tak kenal lelah mendekatinya. Mahasiswa itu sudah duduk di bangku disebelahnya, mengeluarkan bekal makan siangnya sendiri dan menyodorkan sebotol minuman dingin.

Bohong kalau dia bilang tidak tahu atensi pemuda ini. Tanpa perlu dikatakan pun gesturnya sudah jelas. Melirik dirinya malu-malu, mencoba mengajaknya mengobrol dan mengorek-ngorek informasi tentang kehidupan pribadinya.

Tapi bohong juga kalau dia terus pura-pura tidak tertarik. Dua hari pertama dia menganggap mahasiswa ini gangguan yang lucu. Bukan pertama kali ini kan dia disukai oleh mahasiswa dan mahasiswi. Banyak yang bilang wajahnya tampan. Pembawaannya juga ramah, yang membuat banyak mahasiswa suka dan nyaman berada di dekatnya. Apalagi dengan statusnya yang masih single sampai sekarang.

Rasa terganggunya hanya bertahan dua hari. Lama-lama dia terbiasa dengan keberadaan pemuda ini. Lagi pula, ada sesuatu yang mebuatnya tertarik. Tubuhnya yang kurus dengan tinggi diatas rata-rata, membuatnya menonjol di tengah kerumunan. Wajahnya? Pasti! Siapa yang tidak terpukau dengan wajah itu, yang dibingkai surai hitam yang dibelah dua. Tampan, tapi sekaligus sangat manis. Tulang pipi yang tinggi dan sepasang mata yang menyipit ketika tersenyum.

Tanpa sadar sang Dosen melamun memandang pemuda di depannya.

"Jadi, mau kan, Gyosunim?"

"Eh.. apa?" Dia tersadar. Tidak tahu apa yang ditanyakan padanya.

"Gyosunim, mau kan jalan sama saya?"

Sang Dosen menarik nafas panjang. Akhirnya pertanyaan itu diajukan. Dia sudah mempersiapkan jawabannya.

HOURGLASS [END] | OngNielWhere stories live. Discover now