Belenggu Hati.

51.5K 1.8K 28
                                    

Mature 21+

seperti layaknya pohon yang tidak memiliki akar yang kuat, dia akan roboh ketika dihempas angin kencang. mungkin seperti itu juga lah hatiku.

***

aku pergi meninggalkan ruangan itu, ya aku memang pengecut yang bukannya membela diri sendiri yang sedang dipermalukan seperti itu, tapi aku malah pergi dan terhanyut oleh perkataan mereka yang sedang mengosipi ku.

aku memutuskan mengirim email kepada devisi itu, dan menelepon mereka lagi untuk mengirimkan berkas nya. disini susah sekali untuk mencari teman, selalu saja akan ada musuh dan orang yang tidak suka, walaupun mau berteman tapi kebanyakan tidak tulus dan masih mau mengomongi orang dibelakang mereka. dunia pekerjaan memang tak seindah yang kalian lihat jika tidak merasakannya sendiri.

kembali duduk di kursiku dengan setumpuk pekerjaan, dan pikiran yang entah kemana-mana. kenapa perkataan mereka tidak bisa hilang dari ingatanku, seharusnya aku biarkan saja, toh ini bukan kali pertama aku mendengar omongan buruk tentang ku. yang membuat aku merasa beda kali ini karena aku sekarang memang sedang menjalanin hubungan dengan dylan, dan hal itu lah yang membuatku kepikiran terus dan terus. apakah nanti karena aku, kehidupan dylan akan terganggu karena aku tidak pantas untuknya.

"sudah jam istirahat, kenapa kau belum ke ruanganku. ?" dylan mengirimkan aku sebuah pesan.

"aku tidak lapar." jawab ku ! lalu dia langsung menelepon ku.

"hallo" jawabku.

"kau bisa sakit jika telat makan, ingat bulan lalu saat kau terlalu banyak pekerjaan sampai jam makan mu telat, ujung-ujung nya kau harus dilarikan kerumah sakit karena asam lambungmu meningkat.? aku tidak mau kau mengalami itu lagi, apalagi sekarang kau tanggung jawabku, keruangan ku sekarang dan kita makan, aku sudah memesankan makanan untuk kita." tanggung jawab ? aku tanggung jawabnya ? apakah sebegitu pentingnya aku di mata dia. bagaimana kalau aku hanya menjadi batu sandugan untuk hidupnya. aku menundukkan kepalaku dan entah kenapa ada rasa menyesal sudah membuka hatiku untuknya. aku terlalu kecil untuk dia yang sangat besar di mata orang banyak.

"kenapa kau diam saja el ? keruangan ku sekarang el, atau aku yang kesana ? kau pilih mana ?" seru nya lagi, kali ini nada nya sedikit meninggi.

"baiklah aku kesana sekarang." jawabku, lalu aku mematikan telepon nya.

aku masuk dan melihat dia sudah berdiri dan berjalan mau duduk di kursi.

"kenapa ?" serunya.

"kenapa , apanya ?" jawabku.

'kau sangat lesu ? lelah ?"

"tidak, aku biasa saja."

"kau fikir aku bodoh El, aku tahu semua tentang mu , mungkin kau hanya menganggapku pria jutek, sombong, cuek, dan terserah kamulah mau menganggap aku apa,  tapi aku selama ini selalu saja memperhatikanmu, aku tahu muka mu yang seperti itu, bukanya tidak ada apa-apa dan biasa saja, kau lagi ada masalah, katakan padaku, aku ingin kau terbuka denganku. Bukankah aku pasanganmu, bukankah pasangan itu saling terbuka ?" Melihat Dylan yang begitu serius menganggap tentang hubungan ini, membuatku lebih berharap. tapi apakah harapanku tidak akan terhempas nantinya, nyatanya aku masih saja takut dan berkecil hati.

"apakah aku pantas untuk menjadi pasanganmu dylan.?" tanyaku. dia diam dan aku memperhatikan wajahnya yang seperti bertanya kemana arah pembicaraan ini.

"apa maksudmu, kenapa harus ada kata pantas dan tidak pantas untuk menjadi pasanganku ? memangnya aku siapa ? raja ? kaisar ? presiden ? bahkan mereka sepertinya juga tidak bisa memutuskan seseorang menjadi pantas atau tidak pantas untuk menjadi pasangannya, hati kita lah yang menentukannya, hatiku , hatimu. dan kenapa kau bertanya seperti itu ?"

My Secretary   [END]Where stories live. Discover now