Part 8 - Pacar

665 67 1
                                    

Seumur hidupnya, Danar tidak pernah melihat perempuan menangis. Apalagi ini Tiyas, Tiyas yang ia kenal adalah seseorang yang kuat dan tegas. Seberapapun dera dari senior-senior OSISnya tidak pernah sekalipun Tiyas terlihat gentar. Jadi Danar benar-benar tidak tahu harus berbuat apa pada perempuan dihadapannya. 

Ada perasaan marah yang penuh sesak dalam dada Danar. Marah pada perlakuan kawan-kawannya yang sangat tidak dewasa. Untuk mereka, hidup seperti hanya untuk mementingkan hal-hal yang sangat tidak penting. Siapa pacaran dengan siapa, hari ini nongkrong dimana atau sibuk dengan urusan orang lain. Ini lagi Wisnu dan Raka yang tidak punya pendirian. Wisnu yang mengaku suka tapi hanya bisa diam saat Tiyas jadi bahan gunjingan orang. Atau Raka, yang juga suka Tiyas tapi malah seolah cuek. Danar tidak mau masuk dalam lingkaran mereka, tapi tidak tega melihat kondisi Tiyas saat ini.

"Ti, lo jelek tau kalo nangis. Udah jangan nangis lagi doong Ti." Nada Danar datar. Ia sangat ingin menyentuh bahu Tiyas untuk meredakan tangisnya. Tapi hal itu urung ia lakukan. Pengalaman Danar soal perempuan memang nol.

"Sori ya Nar, gue selalu ngerepotin lo. Gue sendirian disini juga ga apa-apa kok." Tiyas masih menutupi wajahnya dengan tangannya.

"Ti, di kebon belakang sekolah gini sendirian bahaya. Tau kan gudang kecil di pojok sana yang katanya angker."

Tiyas masih tidak bergeming.

"Ya udah deh, silahkan nangis sepuasnya. Gue tungguin disini." Danar jongkok disebelah Tiyas. "Gue jongkok ya, pegel kalau berdiri."

Tanpa Danar duga Tiyas ikutan jongkok disebelahnya. Tiyas sudah mulai berhenti menangis sekalipun wajah dan hidungnya menjadi merah. Wajah Tiyas lucu saat ini.

"Iya Nar, pegel berdiri. Gue jongkok juga ya." Tiyas mulai mengusap wajahnya yang basah dengan sapu tangan kecil yang ia bawa.

"Nar, lo temen gue kan?"

"Menurut lo gimana? Temenan banget siy kita ngga juga ya. Tapi ya bolehlah temen sekelas mah." Danar mencoba berkelakar.

"Nar, lo tau kan soal gosip itu. Lo percaya ga Nar?"

"Ti, lo mau gue jujur kan. Menurut gue, ga penting siapa yang percaya siapa yang nggak. Kita ga bisa ngatur pikiran orang. Yang penting lo tahu siapa diri lo sebenernya. Don't loose yourself...eh bener ga tuh bahasa jawanya gitu."

"Gue, jadi ikutan percaya sama gosip itu. Gue jadi ngerasa kalau gue emang salah. Apa gue salah Nar?"

"Gue percaya temen gue yang ini nih, insya allah bisa ngatasin masalah begini doang mah. Gue ga pernah dengerin gosip. Selebihnya gue ga bisa ngasih saran. Lha seumur-umur gue ga pernah pacaran, apalagi deket sama cewek."

'Mana ada yang mau sama cowok kere kayak gue. Lagian apa si enaknya pacaran.' Danar membatin namun tidak mau berujar.

Tiyas tersenyum memperhatikan teman disebelahnya ini, membuat Danar tiba-tiba jadi salah tingkah. Wajah Tiyas yang habis menangis dan bibirnya yang tersenyum dari jarak sedekat ini membuat Danar kehabisan oksigen.

"Tiyaaaass....ya ampun Ti gue cariin kemana-mana. " Rani dan Cindy muncul dari balik tembok.

"Ti, lo ga apa-apa kan? Tadi gue denger Dara abis maki-maki lo ya. Hampir aja gue tampar mulut tu anak." Rani terlihat sangat emosi.

"Nggak, gue nggak apa-apa."

"Kita worry banget dari tadi muter nyariin lo." Cindy berkata. Tiyas mulai berdiri bangkit dan berjalan menuju dua sahabatnya itu yang sibuk bersahut-sahutan bercerita.

Danar mundur perlahan berusaha tidak menampakkan diri. Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama berdua saja dengan Tiyas, kapan lagi? Tapi Danar sudah cukup senang bisa sedikit menghibur Tiyas. Paling tidak temannya itu sudah bisa tersenyum lagi.

Just another High school Story [Completed]Where stories live. Discover now