Part 15 - Jauh

530 55 0
                                    

Sudah satu minggu berlalu namun masih belum ada kabar bahwa Ayahnya akan kembali dari Jepang. Ide Raka untuk menunggu Ayahnya di Singapore sambil menemani Mama dan Kakak perempuannya berbelanja mulai ia sesali. Ayah seharusnya datang 2 hari yang lalu. Tapi sepertinya urusan dengan salah satu perusahaan baja dari Jepang belum selesai. Harusnya ia di Jakarta saja, bersama Ferdi atau mungkin...Tiyas.

 Raka sudah mencoba berbagai macam cara untuk tidak memikirkan Tiyas. Tapi wajah Tiyas yang menangis diam-diam seminggu yang lalu saat ia mengantar Tiyas pulang dari stasiun terus terekam di kepalanya. Kenapa Tiyas menangis begitu sedih? Saat itu Raka tidak bertanya, ia diam saja. Raka tidak mau tahu jawabannya, itu akan membuatnya putus asa.

"Raka, kita pulang sore ini ya. Ayah langsung ke Jakarta. Kalau mau beli oleh-oleh, ya dibeli saja Ka. Jangan cuma di pegang-pegang aja."

"Iya Ma." Raka segera pergi ke kasir membayar sekotak coklat dan sepasang boneka berbaju khas Cina. Ini bukan untuk Tiyas, Raka menegaskan itu dalam hatinya.

***

Hari sudah malam saat Raka tiba di rumahnya. Penerbangannya lancar, tidak ada kendala berarti. Raka langsung menyambar jaket motornya dan melaju ke rumah Tiyas. Untuk apa? Ia tidak tahu. Terkadang ketika merasa sepi Raka menghubungi Tiyas, bercerita, mendengarnya tertawa. Atau sesekali ia mengganggu Tiyas dengan alasan tugas-tugas sekolahnya. Tapi itu dulu, saat Tiyas belum bersama Wisnu. Saat ini ia hanya ingin berjumpa. Bukan rindu, Raka pun tidak tahu apa namanya. 'Tidak ada yang salah jika dua teman bertemu, ya kan?'

"Assalamualaikum. Malam tante. Maaf mengganggu malam-malam. Tiyas ada?" Tante Lena yang membukakan pintu.

"Tiyas demam Ka, sudah tiga hari."

"Tiyas sakit apa Tan?" 

"Hasil tes darahnya baru keluar besok, jadi tante juga belum tahu."

"Raka kesini lagi besok ya Tan."

Tante Lena hanya mengangguk sambil melihat Raka berlalu.

'Kamu kenapa Tiyas, kenapa bisa sakit?' Raka berujar dalam hati. Apa Wisnu tahu? Haruskan Raka memberi tahu? Ia memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Besok pagi ia akan ke rumah Tiyas lagi dan menanyakan hal itu.

Keesokan paginya rencana Raka untuk bertemu Tiyas gagal. Ayahnya pulang dan ia harus bertemu untuk berbicara tentang rencana kuliahnya. Ia berusaha keras mengakhiri pembicaraan itu lebih cepat, namun karena perbedaan pendapat tentang jurusan yang harus diambil membuat diskusinya dengan ayah menjadi panjang. Ayahnya bukan orang yang mudah untuk diajak negosiasi. Sikap otoriter ayah juga yang membuat Raka lebih ingin mengambil jurusan yang berbeda dari pilihan ayahnya. Akhirnya Raka baru bisa meninggalkan rumah pukul 7 malam.

Menurut keterangan si bibik, Tiyas dirawat di Rumah Sakit Kenanga, kamar 512. Raka makin panik.

"Ti." Raka sudah berada di dalam kamar rawat Rumah Sakit. Tante Lena permisi keluar karena ingin makan malam. Tiyas hanya menolehkan wajahnya dan tersenyum. Ia berbaring di kasur dan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Tangan kirinya dihubungkan dengan selang infus. Wajahnya sangat pucat.

"Raka?"

"Iya Ti, ini gue Raka." Raka duduk di kursi sebelah tempat tidur Tiyas.

"Lo kenapa Ti? Kata dokter sakit apa?"

"Demam berdarah, Ka. Tapi gue ga apa-apa kok."

"Nggak apa-apa gimana. Kok bisa Ti?"

"Gue juga ga tau Ka, nanti gue tanyain nyamuknya deh." Tiyas berusaha tersenyum.

"Wisnu udah tahu?" Ini pertanyaan yang Raka benci, tapi ia sangat penasaran.

"Belum. Raka, janji ya jangan kasih tahu Wisnu. Gue ga mau dia panik terus malah trainingnya kacau." Tiyas menatap Raka yang tidak menyahut.

Just another High school Story [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang