Dua Empat

8.4K 1.2K 21
                                    

"Apa rasanya seperti ini?"

Jaehyun meraih jemari lentik Jiyeon, meletakkannya di dada. Membiarkan gadis itu tau betapa kencangnya gemuruh yang menguasai jantungnya. Dan Jaehyun menemukan Jiyeon mengangguk pelan.

"Pertama kali saya menyadarinya, jantung ini juga hampir mati rasa."

Mereka saling bertatapan, Jaehyun memeluk Jiyeon yang menjadikan lengan Jaehyun sebagai pengganti bantal tidur. Telapak tangannya masih berada di dada sang Putra Mahkota. Dan debarannya terasa semakin liar.

"Apa sikapku selama ini menyakitimu?"

Jaehyun menemukan raut kesedihan dalam bola mata sang istri, namun Jiyeon tetap tersenyum dan menggeleng pelan.

"Seharusnya aku tidak bertanya. Sikapku jelas sangat menyakiti perasaanmu." Ujar Jaehyun kembali bersuara. Genggamannya pada jemari Jiyeon yang belum beranjak dari dadanya menguat. "Aku menawarkan diri untuk belajar saling mencintai, tapi aku justru pergi melarikan diri."

"Tidak, tidak seperti itu. Jeoha hanya butuh waktu-"

"Aku pernah kecewa." Potong Jaehyun tenang. "Sejujurnya, aku pernah menyukai seorang gadis. Tapi dia pergi sebelum aku sempat belajar mengutarakan apapun padanya. Dan itu membuat perasaanku perlahan mengeras seperti batu."

"Gadis itu.. dimana dia saat ini?"

Genggaman tangan Jaehyun semakin erat, berusaha meyakinkan diri. Juga meyakinkan sang istri bahwa segalanya hanyalah masa lalu.

"Mungkin di surga? Aku tidak pernah tau. Dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena kami tidak mungkin akan bersama."

Mata bulat Jiyeon menatap Jaehyun pias. Ada rasa iba disana, namun Jaehyun membalasnya dengan tawa ringan yang untuk pertama kalinya ia perdengarkan pada sang Putri Mahkota.

"Itu hanya perasaan remaja. Kami bertemu di perkebunan, dia adalah anak penjaga kebun istana. Kami sering bermain bersama. Sekarang aku baru menyadari bahwa itu bukan cinta. Bahwa aku ternyata belum pernah jatuh hati selain padamu."

Cahaya rembulan malam itu cukup redup. Suara desing angin yang menurunkan salju menjadi satu-satunya pengisi keheningan diantara mereka untuk beberapa saat. Semenjak saling membuka diri, Jaehyun menjadi lebih sering menatap kedua bola mata Jiyeon. Berusaha memahami dan menemukan kejujuran dalam binar madu indah sang Putri Mahkota.

"Sebenarnya, aku ingin menanyakan ini sejak lama. Tentang mimpimu saat aku berada di barak perburuan. Itu.. bukan mimpi biasa, kan?"

Mata mereka masih saling mendalami perasaan masing-masing. Dan Jiyeon mengangguk. Paham bahwa tidak ada gunanya menyembunyikan sesuatu pun dari sang suami.

"Dan aboji juga omoni.. sudah mengetahuinya?"

Lagi-lagi Jiyeon mengangguk.

"Hari saat Baginda Raja dan Ratu datang ke rumah dan meminta saya untuk menjadi calon pendamping Putra Mahkota, Ibunda Ratu bercerita bahwa saya pernah menyelamatkan Baginda Raja dan Ratu juga hampir seluruh negeri dari kerjasama kerajaan yang akan berujung pada penjajahan masal. Sebenarnya, saya tidak begitu mengingatnya. Tapi melihat mereka mengetahui kelebihan yang saya miliki, rasanya saya tidak memiliki kapasitas untuk menaruh curiga saat itu."

Jaehyun kemudian berpikir, bahwa ia pernah mendengar sang ayah bercerita tentang seorang gadis yang kelak akan ia angkat menjadi anak karena jasanya. Bahwa ada seorang gadis yang pernah menyelamatkan seluruh negeri dan Baginda Raja begitu ingin berterimakasih padanya.

Kini Jaehyun mengerti maksud ayahnya selalu mengulang cerita yang sama sepanjang tahun. Hanya agar Jaehyun ingat, bahwa gadis kecil itu sudah sejak lama menjadi calon pendampingnya atas keinginan sang ayah.

"Mendapat lamaran dari lelaki yang tidak kau kenal, tidakkah itu menakutimu?"

Senyum Jiyeon mengembang mendapati pertanyaan sederhana itu.

"Saya tidak memiliki hak untuk menolak keinginan Raja." Jawab gadis itu pelan. "Juga saat itu, saya melihat masa depan kita. Dan entah bagaimana itu membuat saya yakin."

[✔] Crown Prince's First Love | Jung JaehyunHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin