Oma Rena

345 174 79
                                    

Aurel. Gadis itu sekarang berdiri tepat di depan pintu rumah milik keluarga Alexander. Dengan sangat terpaksa ia harus datang ke tempat ini. Tempat yang sangat ingin ia hindari. Bukan tanpa alasan gadis itu menghindari rumah keluarga Alexander, melainkan karena Rena. Oma-nya Aldo dan Dhirga  yang super cerewet, terlebih lagi Oma Rena tidak menyukai Aurel dari segi manapun.

Anggi - sepupu Aldo itu sudah masuk terlebih dulu meninggalkan Aurel, Aldo dan Dhirga yang masih berdiri di depan pintu. Aldo menoleh, menatap intens Aurel yang berdiri di samping Dhirga. Lalu masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Aurel memutar bola mata jengah. "Apalagi sih yang kurang dari penampilan gue? Dari tadi diliatin mulu perasaan," gerutu gadis itu sambil berkacak pinggang.

Dhirga mendelik. Lalu mencubit pinggang Aurel lumayan keras sampai terdengar suara ringisan dari gadis itu. "Diem, Rell!"

Aurel meringis seraya mengusap-usap pinggangnya yang sakit akibat cubitan Dhirga. "Sakit tau! Gaga mah jahat!"

Dhirga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya gemas melihat tingkah Aurel, gadis yang seminggu ini berstatus sebagai kekasihnya dan beberapa tahun lagi akan menjadi adik iparnya. "Sana gih masuk. Susulin Aldo. "

Aurel menatap Dhirga seraya tersenyum manis. "Lo mau pergi? Dhirga mengangguk. "Iya. Kenapa, Rell?

Aurel menggeleng. "Hati-Hati di jalan, Ga." ujarnya seraya mengecup pipi Dhirga sekilas. "Ya udah. Gue masuk ya?"

Dhirga mencium puncak kepala Aurel cukup lama, lalu menatap sepasang mata Aurel dengan lembut. "Lo harus minta maaf sama Aldo, Rell," ujarnya seraya menepuk pelan bahu Aurel. "Gue nggak mau hubungan kalian sampe hancur hanya karna gue."

Aurel menghembuskan napas panjang. "Oke," ujar Aurel lalu berjalan memasuki rumah kediaman keluarga Alexander. Dan meninggalkan Dhirga yang menatapnya dengan tatapan bersalah.

* * *

"Lo lupa di rumah ini ada kamera cctv?" Terdengar suara berat dan tegas khas seorang Aldo Pratama Alexander. "Kalo mau ciuman itu cari tempat lain, jangan di depan pintu. Kalo sampe ada yang liat tadi gimana?" Aldo menatap Aurel datar. "Lo udah di tungguin Mama dari tadi. Bukannya masuk malah asik pacaran. Awas aja kalo lain kali lo buat gitu lag--" Ucapan Aldo terhenti saat merasakan jari Aurel menyentuh bibirnya. Lalu mengelusnya dengan lembut.

"Diem atau gue cium!"

Aldo menepis tangan Aurel. "Temui Mama sekarang! Dari tadi dia udah ningguin lo. Sekarang dia lagi  ada di kamar Oma." Setelah mengatakan kalimat yang bernada perintah itu, Aldo langsung pergi meninggalkan Aurel yang sedang mencibikkan bibirnya kesal.

"Aldo sialan! Udah tau gue nggak mau ketemu  si Oma cerewet itu tapi malah di suruh ke kamarnya. Liat aja ya, lo nggak gue kasih jatah ntar malem!" Aurel mengerutkan keningnya saat merasakan ada kalimat yang sedikit ambigu keluar dari mulutnya. "Untung aja Oma nggak denger," ujarnya seraya menghela napas lega.

"Siapa yang kamu bilang nggak denger?"

Deg!

Aurel membeku saat mendengar suara sinis seorang wanita. Lalu ia menoleh, menatap wanita itu seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eh ada Oma." Aurel nyengir lalu mengulurkan tangan berniat untuk menyalimi Rena. "Salim dulu Oma."

Rena hanya mendengkus sinis tanpa menyambut uluran tangan Aurel. "Saya gak sudi kalo tangan saya disentuh sama pelacur seperti kamu!"

Aurel menarik kembali tangannya. "Maksud Oma apa bicara kek gitu? Aurel melangkahkan kakinya mendekati Rena. "Bisa Oma jelaskan apa maksudnya?"

"Pake nanya lagi." Rena melirik tubuh Aurel dari atas sampai ke bawah. "Menurutmu apa seperti itu pakaian seorang pelajar?" Lalu ia tersenyum miring. "Kamu lebih terlihat seperti seorang pelacur yang haus belaian daripada seorang pelajar yang sudah bertunangan."

Jleb!

Kata-kata Rena sungguh menyakiti hati Aurel.

Rena - Wanita itu memperbaiki letak kaca matanya yang sedikit menurun. Kemudian tersenyum, senyum sinis yang selalu ia tunjukan kepada Aurel. "Kenapa diem?"

Aurel mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, mencoba untuk mengontrol emosinya, kemudian tersenyum tipis. "Ngalah sama yang tua itu lebih baik."

"Dasar pelacur!"

"Apa perlu aku ingatkan Oma lagi kalo Kakek aku itu suku jawa?" Aurel bersedekap dada, menatap Rena dengan senyum mengejek. "Dia ngajarin aku caranya membunuh tanpa menyentuh." Aurel menyeringai seram. "Udah aku coba sih sama kelinci kesayangan Bi Inah dan Oma mau tau hasilnya gimana? Kelinci Bi inah mati dengan perut yang membuncit." Aurel melihat Rena yang sudah menegang, kemudian terkekeh dalam hati. "Pengen boker gue njirr."

"Kamu ngancem saya?"

Aurel menggeleng, lalu mengangguk, kemudian menggeleng lagi. "Nggak, cuma ngingetin Oma doang kok," ujarnya lalu melenggang pergi menuju lantai dua-tempat Vani berada. Meninggalkan Rena yang menghela napas lega.

* * *

"Gimana, Rell?"

Aurel menoleh, menatap Vani dengan perasaan bersalah. "Maaf Tan. Aurel nggak bisa."

Vani menghela napas. "Tante tau itu keputusan yang sulit buat kamu. Tapi Tante mohon, kamu pikir-pikir lagi ya nak. Mana tau nanti kamu berubah pikiran."

Aurel mengangguk. "Iya Tan. Nanti Aurel pikir-pikir lagi di rumah soal tawaran Tante tadi. Kalo gitu Aurel pamit pulang ya Tan, udah mau maghrib soalnya."

"Di anterin sama Aldo kan?"

Aurel tersenyum. "Iya, Tan."

Vani berdiri. "Ayo, Tante anterin sampe depan."

Aurel menahan tangan Vani. "Nggak usah, Tan. Tante kan masih sakit. Tante istirahat aja biar cepat sembuh. Kalo gitu Aurel permisi dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati nak, kalo Aldo ngebut tarik aja telinganya."

Sebelum pintu kamar tertutup. Vani melihat Aurel tersenyum tipis kemudian mengangguk.

"Tante harap kalian bisa saling mencintai."

* * *
Holla aku kambek:) akhirnya up juga setelah sekian lama hiatus😂

Salam kenal
-Queensha_Amara-

My Cool Fiance [ON GOING]Where stories live. Discover now