Wanita itu

264 134 68
                                    

Happy Reading ^_^

"Gimana? Udah mendingan?"

Gadis berseragam putih abu-abu itu tersenyum kecil, kemudian mengangguk. "Udah. Thanks ya, Ga, lo udah mau ngobatin luka gue."

Setelah mengantarkan Aurel pulang ke rumahnya, Dhirga juga mengobati luka di lutut Aurel karna Aurel tidak mau diobati oleh Bi inah. Katanya kalau Bi inah yang ngobatin malah tambah sakit.

Dan sekarang, mereka berdua sedang berada di kamar Aurel, ruangan bernuansa biru muda itu tampak indah di kelilingi oleh foto-foto Aurel yang menempel di setiap dindingnya.

Dhirga berdehem pelan seraya menyimpan kembali kotak obat p3k ke dalam laci. "Mau cerita?" tanya cowok itu saat melihat wajah murung sang kekasih. "Supaya beban pikiran lo sedikit berkurang."

Aurel yang sedang meniup lukanya itu pun berhenti, kemudian mendongak, menatap wajah Dhirga dengan mata yang berkaca-kaca. "Bokap gue mau nikah lagi," lirih gadis itu sangat pelan.

Dhirga mengerutkan keningnya. "Terus, masalahnya dimana?" tanya Dhirga heran. "Kalau Om Gardiawan mau nikah lagi ya biarin aja, itukan hak dia."

Dhirga menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan, karna merasa salah bicara. "Bukan maksud gue ngedukung bokap lo. Gue cu----"

"Gue tau." Aurel memotong ucapan Dhirga sebelum cowok itu sempat menyelesaikannya.

"Lo nggak akan ngerti walaupun gue jelasin." Aurel menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. "Karna lo nggak tau gimana rasanya punya keluarga yang gak utuh lagi."

Dhirga sangat menyesal telah meminta Aurel untuk bercerita, sekarang ia jadi bingung harus melakukan apa untuk menghibur gadis yang sedang bersedih itu.

Dhirga merengkuh tubuh gadis yang ada di depannya, mendekap tubuh itu dengan erat, seolah menyalurkan kekuatan untuk gadis itu agar ia tidak merasa sendiri. "Gue selalu ada buat lo," bisik Dhirga, lalu mengecup puncak kepala Aurel cukup lama. "Jangan merasa sendiri, Rell. Anggaplah gue berarti buat lo."

Dhirga semakin mengeratkan pelukkannya pada Aurel, terlebih saat mendengar suara isakan yang begitu pilu dari bibir gadis yang ia sayangi itu, Dhirga tahu bahwa Aurel adalah aktris yang hebat, gadis itu mampu menyembunyikan lukanya, bahkan di depan orangtuanya sendiri. "Jangan nangis lagi," ujar Dhirga seraya mengusap kedua pipi Aurel yang basah karna air mata.

Aurel masih sesegukan walaupun air matanya sudah berhenti menetes. "Gue kira Papa bakal nikah terus balik lagi sama Mama." Suara Aurel bergetar, menunjukkan bahwa gadis itu sedang menahan tangis. "Tapi ternyata Papa mau nikah sama wanita lain, wanita yang udah Papa hamilin."

Dhirga menghela napas gusar, ia merasa tidak berguna karna tidak bisa berbuat apa-apa untuk menenangkan gadis yang ada dalam pelukannya itu. "Shutt..." Dhirga meletakkan jari telunjuknya di bibir Aurel, agar gadis itu berhenti bicara. "Lo mau gue ikutan sedih gara-gara dengerin cerita lo?" tanya Dhirga diselingi candaan untuk mengembalikan suasana hati Aurel.

Aurel menggeleng.

"Nah, makanya itu jangan bahas tentang bokap lo yang akan membuat lo tambah sedih, kalau lo sedih gue bakal ikutan sedih."

Aurel terdiam cukup lama dalam pelukan Dhirga, hangat dan nyaman itulah yang gadis itu rasakan, serta aroma parfum yang Dhirga kenakan membuat pikiran Aurel sedikit tenang ketika menghirupnya.

"Lo mau makan? Biar gue temenin," ujar Dhirga memecah keheningan, karna sedari tadi mereka hanya diam dalam posisi saling berpelukan.

Aurel menggeleng, tangannya menarik ujung baju Dhirga, lalu mengusapkan ke hidungnya yang berair. "Gue ngantuk. Pengen tidur, tapi ditemenin sama lo."

My Cool Fiance [ON GOING]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ