Sekolah Baru

490 159 114
                                    

"Gimana, gue udah cantik belom?" tanya Alicia. Matanya menatap lurus ke arah cermin. Meneliti wajahnya yang sudah dipoles bedak bayi dan juga lip gloss agar tidak terlalu pucat.

Seorang anak kecil yang sedang duduk di atas lemari Alicia menyengir lebar hingga menampilkan gigi-gigi kecilnya yang lucu. "Cantik. Tapi lebih cantikkan aku," kata anak kecil itu kemudian menghilang.

"Kepedean!" Alicia mendengus sebal saat melihat ke atas tetapi anak kecil itu sudah tidak ada.

"ALICIA! CEPETAN TURUN, KITA SARAPAN BERSAMA," teriak Diva - Mama Alicia dari lantai bawah.

"Iya, Ma." Alicia mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja belajar. Kemudian gadis itu menatap tak berminat pria yang sedang duduk di kursi belajarnya. "Jaga baik-baik buku gue. Jangan malah lo rusakin." Lalu gadis itu keluar dari kamarnya menuju lantai bawah karna ia harus sarapan sebelum berangkat ke sekolah barunya.

* * *

"Elis."

Alicia meletakkan kembali sendoknya ke atas piring. Pandangannya yang semula fokus ke arah makanan, kini beralih ke arah Yudi - papanya yang tadi memanggilnya. "Iya, Pa?"

"Nanti sore Dokter Rega mau datang, katanya pengen ngeliat perkembangan kamu. Jika masih tidak ada perubahan, Dokter Rega bakal minta temennya yang bakal menangani kamu untuk menggantikannya."

"Temennya Dokter Rega psikolog juga?"

Yudi mengangguk. "Iya, tapi pengetahuannya lebih luas dari pada Dokter Rega dan dia juga seorang wanita jadi kamu akan lebih mudah berinteraksi dengannya."

Alicia tersenyum tipis. "Papa nggak perlu khawatirin Elis. Elis baik-baik aja."

Yudi menatap putri semata wayangnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan, tangan kanannya mengelus kepala sang putri dengan sayang. "Papa dapat laporan dari Bi Mae. Katanya 'penyakit' kamu makin parah akhir-akhir ini, Bi Mae bilang dia sering banget mergokin kamu bicara sendiri."

Alicia berdiri. Mood makannya sudah hilang karna dirusak oleh papanya sendiri. "Elis baik-baik aja! Jadi stop bilang kalau Elis itu penyakitan!"

"Papa nggak perlu manggil psikolog untuk nyembuhin Elis. Elis nggak sakit, Pa. Elis juga nggak gila!" Alicia menaikkan nada suaranya. Peduli setan jika ada yang menganggapnya anak durhaka.

Napas Alicia memburu bersamaan dengan detak jantungnya yang berpacu lebih cepat. Gadis itu sangat membenci jika ada orang yang menganggapnya aneh ataupun 'penyakitan'.

"Alicia! Turunkan nada bicaramu. Kamu tau kan sedang berbicara dengan siapa? Dia itu papamu Alicia, Papamu!" Diva menatap tajam ke arah putrinya, kemudian Diva memasukkan beberapa lembar uang ke kantong seragam Alicia. "Itu uang untuk ongkos kamu. Kamu pergi aja sendiri naik taksi."

Alicia mengangguk seraya menyandang kembali tasnya ke punggung. Lalu berjalan keluar tanpa pamit ataupun mengucapkan salam kepada kedua orangtuanya.

"Gue perlu waktu sendiri jadi jangan ngikutin gue," lirih Alicia sangat pelan karna takut kedengaran oleh kedua orangtuanya kalau dia sedang bicara sendiri.

* * *

Alicia melangkahkan kakinya menyusuri koridor sekolah, kedua tangannya menggenggam erat tali tasnya untuk menyembunyikan kegugupannya saat ditatap oleh beberapa orang siswa.

My INDIGO Girlfriend [ON GOING]Where stories live. Discover now