20

14 2 3
                                    

Ada yang bilang, ketika kita jatuh di situ kita bisa melihat siapa yang benar-benar peduli.

×××

Pesan yang dikirim Rendi semalam menjadi pengantar tidurku yang terbilang baik. Rendi memang selalu menjadi tempat nyaman untukku jika keadaan seperti ini. Rendi adalah orang yang benar-benar bisa di andalkan, terlebih oleh Suga.

Aku tersenyum mengingat di mana setiap saat Suga selalu menyuruh Rendi ini itu, tanpa peduli lelaki itu sibuk atau tidak. Tanpa peduli pemuda itu mau atau tidak dan bodohnya Rendi selalu mengiyakan permintaan Suga yang alhasil ia berakhir denganku di segala situasi.

Aku terdiam mematut pesan yang baru saja masuk. Apakah situasi kali ini, Rendi yang akan menjemputku itu juga karena permintaan Suga?

Dasar Suga sok ngebos!

Aku tersenyum kecut. Mana mungkin! Aku menggeleng untuk menormalkan jalan pikiran yang sudah mulai terkontaminasi bakteri penyesalan menyia-nyiakan seseorang yang bernama Suga yang kini mungkin tengah berjibahku dengan pekerjaannya atau kuliahnya atau mungkin dengan wanita gandengannya itu?

Ah!

Aku memukul pelipis kesal dan berlari kecil keluar kostan ketika Rendi kembali mengirim pesan.

"Hi." sapanya saat turun dari motor sambil tersenyum.

Aku mengangguk dan membalas senyumnya. "Hi juga."

"Langsung pergi?" tanyanya melirik penampilanku yang seperti biasanya--celana jeans, baju kaus, tas gendong dan juga beberapa buku di tangan--yang ku balas dengan anggukan.

Rendi seperti biasa. Ia memasangkan aku helm dan mempersilakan aku untuk naik ke motornya.

"Pegangan." Aku mengangguk menuruti perintahnya.

Dalam diam aku berharap kehadiran Rendi kali ini benar-benar permintaan Suga. Entah kenapa aku mengharapkan Suga masih peduli padaku.

Semoga Tuhan.

"Di nanti Bang Rendi jemput ya? Pulang seperti jam biasakan?" tanya Rendi ketika tiba di parkiran gedung fakultasku.

Aku membuka helm dengan kesusahan akibat beberapa buku yangku pegang. Melihat itu Rendi membantuku. Aku mengangguk. "Iya, Bang seperti biasa, tapi Bang Ren, gak sibuk? Bukannya nanti Bang buka cepat ya?" tanyaku setelah kepalaku terbebaskan dari benda penyelamat katanya.

"Iya sih, tapi kamu gak usah khawatir. Bang Ren sempat kok jemput kamu nanti. Tapi sebagai imbalannya, kamu temani Abang jualan gimana?"

Senyumku merekah dan mengangguk. "Pasti!"

Dan diam-diam aku kembali berharap bahwa Suga akan ada di sana.

×××

"Trus kok bisa begitu?" Tatya yang berjalan di sebelahku menoleh, "Suga, Ghinta?" Dia menautkan jari telunjuknya."Gandengan loh, Di. Gandengan?! Gak biasanya." Tatya  terus berceloteh tentang topik yang panas di kedua fakultas saat ini. Ia tak henti-hentinya menggeleng antara kaget tidak percaya dan takjub atas kemampuan Ghinta yang berhasil menarik Suga dariku.

POTRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang