21

11 2 0
                                    

Kamu tahu kan, saat sedih pasti ada yang selalu ngehibur mu. Entah itu diri kamu sendiri atau orang lain.

×××

Aku menatap jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 4 sore dan seketika senyumku terbit saat melihat irnag yang ku tunggu kini berada di depanku.

"Dari tadi, Di?" tanyanya seraya membuka kaca helmnya.

Aku menggeleng dan menerima helm pemberiannya. "Baru aja sih, Bang." jawabku dan membiarkan dia memasangkan benda itu di kepala ku seperti biasanya.

"Bener nih? Sori tadi Abang dari pasar dulu baru ke sini."

Aku tertawa dan mengangguk. "Santuy aja Bang. Ini langsung ke warung kan?" tanyaku dan dia mengangguk.

Namun saat aku ingin meloncat naik ke motor pemuda itu, aku tidak sengaja melihat mimik wajahnya yang berubah. Membuatku penasaran lalu mengikuti arah pandangnya. Aku terdiam membisu. Nyeri hatiku kembali muncul.

"Di... are you oke?" tanyanya menatapku yang detik berikutnya tersenyum. Aku mengangguk.

Ketika Suga dan Ghinta melewati kami, mataku dengan sangat jelas bahwa Suga sama sekali tidak melirikku. Hanya Ghinta tmyang tersenyum mengejek. Aku menghela napas dan terus tersenyum pada Rendi yang menatapku khawatir.

Aku mengangguk. Meyakinkan dia bahwa aku baik-baik saja.

"I'm fine." bisikku sebelum naik ke motor Rendi.

×××

Hujan turn lebat malam ini, namun karena rahmat hujan tersebut warung Bang Rendi yang biasanya rame semakin ramai. Sehingga membuat Bang Rendi dan aku begitu sibuk tanpa mempedulikan dinginnya angin malam yang mengigil.

Aku tersenyum lebar menatap sepatuku yang becek dan menoleh pada Bang Rendi yang baru saja selesai merapikan gerobaknya. Meja-meja telah kosong rapi dengan sarbet di pundakku.

Lelaki itu menghampiriku dan duduk di sebelahku seraya memberikan segelas teh hangat. Aku menerimanya.

"Capek, Di?" tanyanya sambil mengambil sarbet yang ku gantung di pundak.

Aku menggeleng. Hal seseru ini tidak bisa di katakan capek! Apalagi kegiatan seperti ini ampuh membuatku melupakan tatapan acuhnya Suga padaku sore tadi.

"Mana mungkin ga capek, kamu dari tadi sibuk bantuin Abang?" tanyanya lagi.

Aku kembali menggeleng. "Ini seru Bang! Kalau boleh Di kerja ikut Abang ajalah setiap hari. Dari pada diam di kos-kosan."

"Ga boleh. Kamu harus fokus kuliah. Selesaikan pendidikan kamu dulu. Kalau untuk bantu-bantu sesekali gapapa, tapi kalau setiap hari jangan. Ini capek, Di."

Aku mendengus. "Dih, ngatain Di harus fokus kuliah ga boleh kerja. Lah, Bang Ren kan kerja sambil kuliah. Fokus juga kok. Apalagi beban Bang Ren bertambah dengan selalu ngantarin Di kemana-mana. Tetap aja ipk Bang Ren bagus." aku meliriknya, "Kerjaan itu gak ngaruh sama pendidikan Bang, selagi kita mampu memanage waktu dengan baik. Kayak Bang Ren lakuin sekarang. Ga masalah kan. Itung-itung ngurangi beban orangtua kan."

Rendi mengacak rambutku. "Uang kuliah kamu, tidak perlu kamu khawatirkan sementara Abang kerja untuk kuliah. Kamu kerja untuk apa?"

"Cari makan Bang!" jawabku cepat lalu tertawa lepas.

Dia mencubit pipiku gemas lalu melirik jam di tangannya.

"Udah larut malam, Di. Bang Ren antar kamu pulang yuk."

Aku pun membeo melirik jam tangan dan mengangguk. Ternyata sudah jam 10 malam saja. Saat kita menikmati suasana untuk melupakan masalah, ternyata waktu cepat berlalu. Terlebih bersama orang yang mampu membuat kita tertawa.

"Ayoklah! Hujan juga udah reda," ujarku berdiri dan meraih tas.

Bang Rendi mengangguk dan menyusulku keluar setelah itu mengunji warungnya. Aku berjalan menuju motor dan mengambil tisu untuk mengelap jok motor yang terkena cipratan air hujan.

"Kamu pake." Bang Rendi memasangkan jaket padaku dan aku dengan seperti biasa pasrah saja menerima pemberian cowok itu.

Dia selalu mengutamakan kesehatanku dibandingkan dirinya sama saja dengan Suga.

Aku terbatuk. Nama pemuda itu untuk beberapa jam yang hilang kembaliku sebut. Hatiku berdesir ketika bayangan sore tadi terlintas di otak. Aku perlahan memegang dada yang terasa sesak dan merasakan setiap detak jantung yang terasa nyeri.

"Di naik." aku mengangguk dan mengikuti perintah Bang Rendi.

Entah kapan hekm sudah terpasang rapi di kepalaku dan entah kapan juga kami sudah sampai di pelantaran kos-kosanku.

Aku sama sekali tidak menyadarinya dan sejak tadi hanya ada Suga yang memenuhi pikiranku.

"Kamu ada yang di pikirkan?" tanya Rendi ketika aku turun dan dia melepaskan helmku.

Aku menggeleng dan tersenyum. "Jangan bohong, Di. Bang Ren tau, Suga?"

Aku terdiam dan tetap tersenyum. Tanpa aku bercerita pun, aku tahu Bang Rendi mengerti keadaanku. Mengingat dia selalu peka terhadap apa yang aku rasakan. Bahkan sepertinya dia lebih mengetahui diriku dibandingkan diriku sendiri.

"Everything be oke. Suga akan kembali lagi ke kamu kok, nanti. Believe in yourself." ujarnya yang membuatku mengangguk.

Ya. Untuk kali ini bolehkah aku mencoba untuk yakin pada diri sendiri bahwa Suga akan kembali lagi nantinya?

May i?

"Di masuk dulu ya, Bang Ren. Makasih banyak loh untuk hari ini. Bang Ren hati-hati pulangnya, jangan ngebut jalanan licin."

Dia mengangguk menanggapi seraya mengacak rambutku. "Tidur yang nyenyak."

×××

Be continued loh guys. Semoga suka dan jangan lupa komen ya!

2 Nov 19
#Lc

POTRETWhere stories live. Discover now