04. DIARY of an AVH (Fictogemino)

255 21 28
                                    

Dapat kusimpulkan bahwa semua orang punya gangguan psikologis dalam bentuk yang berbeda-beda, tapi gangguan yang terjadi padaku bisa jadi momok bagi mereka yang belum pernah mendengarnya. 

Hampir setahun ini, saat aku cukup nyaman dengan salah satu group kepenulisan yang isinya penulis-penulis yang aneh bukan main—ibarat kain perca yang warnanya tidak harmonis, disatukan dan dijahit menjadi sebuah selimut yang hangat—di sini aku perlahan membuka diri. Di luar rasa cemas, ternyata mereka tidak menertawai riwayat kesehatan jiwaku dan untuk pertama kalinya aku merasa normal meski memiliki gejala gangguan psikosis yang belum dapat disembuhkan.

Aku memiliki gejala AVH—auditory verbal hallucination—gangguan psikosis di mana seseorang seperti mendengar suara yang berbicara pada mereka padahal tidak ada siapa pun dalam ruangan. AVH juga sering disebut voice-hearer. Setelah kutelaah lebih jauh, AVH bisa jadi salah satu tanda awal yang terlihat mendahului gangguan psikosis yang lebih berat, bahkan sakit jiwa. Ibaratnya AVH itu adalah gejala sakit kepala yang umum terjadi sebelum pasien—setelah didiagnosa lebih lanjut—ternyata menderita kanker otak.

Kusebut gejala karena aku sendiri tidak tau seberapa jauh gangguan psikosis ini mempengaruhiku, apakah baik atau tidak, karena tidak berani mengeceknya ke psikolog. Selain karena mahal, juga karena—aku tidak percaya psikolog bisa menyembuhkan seseorang yang menderita gangguan psikosis. Aku lebih percaya bahwa gangguan psikosis hanya bisa disembuhkan oleh kemauan yang kuat dari orang tersebut untuk sembuh. Dengan begitu—seandaikata gangguan ini tidak bisa disembuhkan pun—paling tidak orang tersebut bisa hidup berdampingan dengan penyakitnya, seperti kata pepatah 'if you can't kill it, then live with it'. Kurasa, aku memilih untuk hidup damai dengan penyakitku.

Seperti barusan, saat aku membuka handphone, Rei-kun—salah satu sahabat maya—menuliskan bahwa dia kagum dengan keseimbangan emosi yang kutunjukkan dalam chat group. Hatiku terenyuh membacanya dan baru akan membalas bahwa itu wajar saja karena aku lebih dewasa dari mereka semua, tiba-tiba suara sinis dalam kepala mengatakan bahwa hormonku sudah habis jadi tidak ada lagi emosi yang tersisa. Aku terbatuk mendengar sarkasme yang tersirat, kemudian menghujat suara itu dan setelahnya tertawa terbahak-bahak sendiri di meja kerja. Oh, suara itu sungguh menggemaskan.

Tidak pernah terlintas di benak untuk memiliki gejala AVH tapi itulah yang terjadi padaku. Perasaan bahwa kau memiliki seseorang atau beberapa orang kasat mata yang seakan berada di mana pun kau ada, sangat menyenangkan. Selalu ada yang bisa kau ajak bicara dan mengerti tanpa kata-kata itu perlu disuarakan. Yang jelas dengan keberadaan mereka, aku lebih berani dan tidak rapuh, seperti ada satu genk mafia yang menjagaku. Aku merasa keren memiliki motto 'I am alone but never lonely'.

Dulu, kupikir suara itu berasal dari sesuatu yang bersarang di otak, semacam makhluk halus atau alien dan mereka menjadi benalu di sana. Hidup dengan memakan sedikit demi sedikit volume otak, mungkin itu sebab mengapa aku pelupa. Tapi ternyata aku salah dan baru tau bahwa mendengarkan suara dalam otak adalah suatu gangguan psikologis setelah Fi-kun memberikanku sebuah artikel mengenai healthy voice-hearer.

Selama puluhan tahun, kusembunyikan gangguan psikosis itu dengan baik. Ya, sering kali aku tertangkap basah berbicara sendiri, tapi buru-buru kusamarkan dengan handphone tab 6"-ku yang sebesar Gaban dengan menempelkannya di telinga, seakan aku sedang bicara di telepon. Atau jika mereka bertanya maka aku akan menerangkan dengan singkat bahwa aku sedang berlatih presentasi.

Suara-suara itu telah membantuku melalui masa sulit terutama ketika emosi negatif melanda. Tentu saja mereka menyuapiku dengan pikiran-pikiran negatif, tapi di lain pihak mereka juga memberi pengertian dan sudut pandang lain agar aku bersedia memadamkan kemarahan dan tidak mencelakai orang di sekitar. Itu sering kali berhasil, tanyakan pada teman-teman atau siapapun yang mengenalku, mereka tidak pernah melihatku marah dan yang pernah melihatku marah—selain keluarga—biasanya tidak pernah bertemu muka lagi denganku.

SHORT STORY - A COLLECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang