07. VAMPIRE IN LOVE (Vampire)

210 18 0
                                    

Apa susahnya menculik seorang wanita dan membawanya ke hadapan Count Dracula-yang mulia pemimpin klan Dracula?

Sebagai ksatria vampir, sudah biasa bagiku untuk mengeksekusi tugas-tugas aneh dari Count Dracula. Tapi tak kusangka, kedua anak buahku tidak bisa melakukannya dan sekarang mereka dihukum oleh dewan vampir untuk merasakan cambuk perak merobek-robek kulit dan daging. Jadi, sebaiknya aku tidak gagal.

Duduk di puncak menara Eiffel sambil menikmati pemandangan kota Paris malam hari, sekali lagi kutilik foto target yang tersimpan dalam map yang diberikan oleh dewan vampir barusan.

Foto berwarna memperlihatkan wanita berwajah oval-dengan bentuk dagu dan tulang pipi yang indah-ditambah rambut sewarna madu bakar, iris hijaunya menatapku. Wanita yang cantik walau dengan riasan sederhana, tidak seperti kebanyakan pengantin beliau.

Mademoiselle Juliette Patrick, usia 23 tahun, seorang master chef yang bekerja di Le Hôtel Plaza Athénée-Paris. Mulutku otomatis maju membentuk siulan nyaring ketika membaca tempat di mana wanita itu bekerja.

Le Hôtel Plaza Athénée, Paris adalah salah satu hotel termahal di dunia. Aku mengingatkan diriku bahwa Mademoiselle Juliette harus dibawa ke kastel dalam kondisi bernyawa. Tujuh hari adalah waktu yang diberikan, saatnya memikirkan bagaimana cara menjebaknya.

*****

Siang bergerak menuju senja ketika Lamborghini hitam milik klan Dracula meluncur dengan kecepatan maksimal menyusuri lika-liku sungai Seinne dari bagian Barat Perancis menuju pusat kota.

Sebagai vampir, aku bisa saja menjentikkan jari untuk menghilang dan muncul di tempat yang diinginkan, tapi itu gaya kuno yang sudah ketinggalan jaman. Apalagi ketika klan Cullen-salah satu klan vampir di Amerika-membuka misteri kehidupan bangsa vampir dan mengangkatnya ke layar lebar.

Film yang sukses menjadi box office tahun 2008 itu mendesak dewan vampir yang bijaksana memutuskan bahwa kami harus meninggalkan cara lama dan mulai mengikuti jaman dan hidup layaknya manusia.

Tidak sulit menemukan lokasi Le Hôtel Plaza Athénée bahkan pada malam hari. Bergaya Ardeco, hotel yang dibangun pada awal abad 20 itu menjulang megah di 25th Avenue Montaigne.

Tarikan rem tangan membuat Lamborghini hitam berdecit dengan bunyi yang menyenangkan, meninggalkan jejak hitam pada aspal sebelum rodanya berhenti berputar. Kulicinkan jas dan membetulkan letak kacamata hitam ketika menjejakkan kaki di luar mobil yang terparkir di depan hotel.

Petugas vallet segera menangkap kunci mobil yang kulempar. "Tidak satu goresan pun," peringatku dan dijawab dengan anggukan yang berlebihan ketika tips sebesar tiga ratus euro kuselipkan di tangannya.

"Vladimir Hans," ucapku pada waitress yang menanyakan mengenai reservasi tempat.

Waitress dengan cekatan memanduku masuk dalam interior mewah yang membawa ragaku kembali ke jaman akhir era Victorian. Terkesima, bahkan ketika aku pernah hidup di jaman itu, pemandangan di depan begitu memukau.

"Excusez-moi, apakah monsieur ingin memesan langsung atau membaca dulu menu yang kami sajikan?"

"Filet de bœuf-medium rare-dan 2009 Dom Pérignon." Waitress mencatat dengan cekatan tambahan appetizer dan dessert yang kusebutkan sebelum berlalu pergi. Tak perlu lama menunggu, pesananku datang satu per satu sesuai urutan.

Daging yang dimasak dengan perhatian pada panas wajan dan oven, serta saus yang digunakan tidak memberikan rasa berlebih. Begitu lidah menyentuhnya, rasa yang sempurna itu membanjiri pikiran dan membunuh suasana sekelilingku. Kusantap menu pesananku perlahan dengan rasa kagum.

SHORT STORY - A COLLECTIONWhere stories live. Discover now